spot_img
Monday, February 3, 2025
spot_img

Perang Melawan Rendahnya Budi Pekerti

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA-Ada perbedaan yang sangat mencolok ketika kita melihat dan menganalisis perkembangan moral para pelajar pada dekade ini. Sebagai generasi milenial mereka memiliki banyak sekali keterampilan berkaitan dengan penggunaan teknologi. Dengan mempergunakan kemampuan dan kemahiran dalam bidang teknologi, mereka bisa bekerja dengan sangat cepat.


Banyak hal yang benar-benar berbeda dengan kemampuan generasi sebelumnya. Teknologi memang mengubah segalanya baik dalam hal positif maupun negatif. Dari segi kebermanfaatan kita tidak perlu meragukan hal tersebut, namun kita dituntut untuk memberikan dan menjaga keseimbangannya.

-Advertisement-


Kita memang harus selalu berpikir positif, namun tentu saja tidak bisa kita pungkiri bahwa betapa banyak hal-hal negatif yang membersamai kemajuan teknologi. Banyak pelajar yang memiliki idealisme dan semangat juang untuk selalu meningkatkan kompetensi dirinya. Anak-anak yang seperti ini pasti berusaha untuk mempersiapkan diri demi masa depannya.


Mereka memiliki daya juang yang tinggi dalam menghadapi segala kesulitan yang harus dihadapi. Dan berbanding lurus dengan hal tersebut, secara kognitif dan akhlak mereka memiliki intelegensi yang baik sekaligus juga budi pekerti yang tinggi. Tentu saja kondisi tersebut merupakan harapan bagi kita semua.


Namun tidak bisa dipungkiri bahwa tidak semua merupakan hal baik yang melahirkan harapan-harapan indah dan menyenangkan. Banyak sisi gelap yang harus mendapatkan perhatian serius agar tidak terjadi efek domino dalam perkembangan dan pembangunan generasi bangsa ini.
Salah satu contoh hal negatif adalah menipiskan etika dan adab sopan santun di lingkungan remaja calon generasi emas 2045. Rendahnya kepedulian terhadap lingkungan, tingginya tingkat kemalasan, mager (malas gerak), tidak mempunyai visi yang jelas, dan kecenderungan untuk bertindak apatis dan seenaknya benar-benar menjadi sebuah virus mematikan yang bisa membunuh karakter dan jati diri bangsa ini.


Bangsa kita terkenal sebagai bangsa yang berbudi pekerti luhur, berbudaya ketimuran yang menjunjung tinggi etika dan adab sopan santun. Jati diri bangsa dengan adat ketimuran ini akan runtuh manakala tidak dirawat dengan baik. Tentu saja cara yang efektif untuk melestarikan hal ini adalah dengan menyiapkan generasi yang matang dan mantap sesuai dengan jati diri bangsa ini. Di sisi lain kita tidak bisa mengingkari bahwa realita di lapangan kadang sangat memprihatinkan. Sebuah kenyataan yang tidak ditolak bahwa kenyataannya telah terjadi sebuah proses pengikisan etika dan moral. Ketidakpedulian, apatis, kurang memperhatikan etika dan adab melanda banyak remaja dan pelajar.


Di daerah tertentu yang notabene banyak terjadi hal tersebut, tugas seorang guru menjadi sangat berat. Jangankan menyelesaikan tuntutan kurikulum dengan beragam model, gaya, dan kreativitas, untuk menyiapkan agar bisa belajar dengan lancar dan baik saja sudah sangat sulit.
Setiap hari guru harus berkutat dengan motivasi secara terus-menerus. Beragam cara untuk mendongkrak minat belajar menjadi menu utama dalam setiap kali tatap muka proses pembelajaran. Meluruskan karakter peserta didik yang mulai menjauh dari jati diri bangsa wajib dilakukan agar calon generasi emas tetap sesuai dengan harapan.


Semua hal itu menjadi menu wajib bagi guru-guru di daerah yang benar-benar minim sumber daya, baik yang berupa dukungan minat belajar dan kompetensi peserta didik, rendahnya daya dukung keluarga dan lingkungan, serta sulitnya akses menuju ke titik lokasi sekolah. Dalam hal ini bukan berarti tidak bisa dijangkau secara maya, justru pengaruh internet yang telah meninabobokan calon generasi emas ini.


Hal paling parah dan memprihatinkan yang harus selalu kita hadapi adalah rendahnya budi pekerti. Berperang melawan rendahnya budi pekerti merupakan hal paling berat yang harus dihadapi oleh bangsa ini. Kadang terasa seakan kita belum siap dengan perubahan dan perkembangan teknologi digital yang luar biasa.


Pada akhirnya teknologi menjadi faktor penyebab terbesar yang harus dihadapi agar terjaga keselamatan dan kelangsungan generasi yang sesuai dengan jati diri bangsa. Maka harus diusahakan terjadi keseimbangan antara mudarat dan manfaatnya. Agar terjadi keseimbangan, tampaknya diperlukan kebijakan yang benar-benar bisa direalisasikan di kehidupan nyata.


Kebijakan beretika dalam bermasyarakat harus segera diwujudkan. Jadi tidak hanya sekolah atau lembaga pendidikan saja yang harus selalu bergelimang dengan pendidikan karakter, namun masyarakat atau lingkungan juga harus aktif dalam gerakan beretika. Dengan demikian akan sejalan dengan tri sentra pendidikan yang dicanangkan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat.


Hal tersebut sejalan dengan pernyataan yang oleh Arfiansah Buhari melalui Kompasiana.com bahwa salah satu yang dipandang cukup tepat dengan mengembalikan keluarga sebagai pusat pendidikan budi pekerti. Keluarga benar-benar mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter dan perilaku anak. Orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anaknya dan memberikan pendidikan budi pekerti sejak dini.(*)

-Advertisement-

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img