Oleh : Gus Achmad Shampton, M.Ag
Kepala Kemenag Kota Malang
Biasanya di musala-musala sebelum salat dilakukan melakukan pujian-pujian yang diantaranya niat puasa yang dilagukan. Hal itu digunakan untuk mengingatkan agar orang-orang kampung senantiasa ingat dengan niat puasa dan tidak lupa berniat puasa. Apakah niat puasa harus diucapkan seperti yang biasa dilagukan di pujian-pujian itu? Bagaimana bila ia tidak mengucapkan dengan bahasa seperti itu? Bagaimana puasanya orang yang di waktu malam lupa berniat akan tetapi ia makan sahur, sahkah puasanya?
Nabi Muhammad SAW Bersabda: Niatul mukmin khairun min amalihi. Artinya: “Niat seorang mukmin lebih utama dari pada amalnya.” Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya berjudul Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudzâharah wal Muwâzarah (Dar Al-Hawi, 1994, hal. 27-28), menjelaskan dalam hal niat itu berarti azam/rencana/keinginan, maka keutamaan niat dibandingkan amal itu karena dia sejak awal telah berniat mengisi waktunya untuk melakukan kebaikan. Dia merencanakan kebaikan bagi kehidupannya baik rencana itu kemudian ia realisasikan ataupun tidak.
Dalam hal amal yang ia lakukan itu terealisasi, maka niat dalam arti sesungguhnya berlaku dawuh Nabi innamal a’malu binniyat. Amal itu dinilai sah bila dibarengi niat. Karenanya dalam amal yang kita lakukan, niat menempati posisi penting dalam keabsahan amal.
Berkaitan dengan niat puasa, sebagaimana dijelaskan oleh Sheikh Zainuddin Al-Malibary dalam kitab Fathul Muin, niat adalah pekerjaan hati. Karenanya niat tidak harus dilafadzkan, hanya hal itu disunnahkan untuk menuntun hati dalam berniat. Pengucapan niatnya pun tidak terbatas seperti yang biasa dilagukan dalam pujian-pujian jelang salat. Yang terpenting ada niatan puasa karena Allah dan dengan bahasa apapun bisa.
Bagaimana kalau sudah sahur tapi tidak mengucapkan niat? Menurut pendapat yang muktamad (pendapat ulama yang bisa digunakan pegangan), sekedar sahur tidak semerta-merta dikatakan niat apabila dalam hati tidak ada niatan untuk melakukan puasa sebagaimana telah ditentukan.
Sahur yang bagaimana yang bisa mencakup niat puasa? Dalam Kitab Sharh al-Bajuri Juz 1 Halaman 228, dijelaskan andai saja makan dan minum diwaktu sahur karena hawatir lapar disiang hari, atau saat imsak segera menghentikan makan, minum dan mengumpuli isteri karena khawatir terbitnya fajar. Dan hal itu terbersit didalam hatinya hal itu dilakukan karena hal itu merupakan ketentuan berpuasa maka hal itu sudah cukup untuk qasdu (menyengaja) puasa sebagai hakekat niat. Bila hal itu tidak dilakukan maka tidak sah puasanya. (*)