Monday, March 10, 2025

Efisiensi Cermat, Ramadan Hemat, Lebaran Nikmat

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Efisiensi menjadi kata yang sering terdengar di awal 2025 ini. Pemerintah berusaha melakukan efisiensi dengan menekan pengeluaran dan mengalokasikan anggaran secara lebih strategis di tengah kondisi ekonomi global yang penuh tantangan. Kebijakan efisiensi ini terlihat dalam berbagai aspek, mulai dari penyesuaian subsidi, penghematan belanja negara, hingga optimalisasi pendapatan. Dalam konteks ini, masyarakat juga perlu mengadopsi pola pikir efisiensi dalam kehidupan sehari-hari, terutama saat menghadapi momen Ramadan yang sering kali memicu lonjakan konsumsi.

Bulan Ramadan adalah momen istimewa bagi umat Muslim, tetapi juga sering kali menjadi tantangan dalam mengelola keuangan. Selama bulan ini, pola konsumsi masyarakat cenderung berubah, dengan pengeluaran yang meningkat untuk kebutuhan makanan, pakaian, dan berbagai keperluan lainnya.

-Advertisement- Satu Harga Tiga Media

Padahal, semangat Ramadan sejatinya adalah kesederhanaan dan pengendalian diri. Untuk tetap efisien selama Ramadan, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, buat anggaran khusus Ramadan dengan menentukan pengeluaran untuk kebutuhan utama seperti makanan, zakat, dan sedekah agar tidak berlebihan.

Kedua, belanja sesuai kebutuhan dengan menghindari belanja impulsif akibat tergiur diskon Ramadan. Membuat daftar belanja sebelum berbelanja dapat membantu mengontrol pengeluaran dan mencegah pembelian barang yang tidak diperlukan.

Ketiga, jika memungkinkan, memasak sendiri untuk berbuka dan sahur lebih hemat dibandingkan membeli makanan siap saji. Selain itu, promo Ramadan dapat kita manfaatkan dengan bijak. Meskipun banyak promo menarik, pastikan hanya membeli barang yang benar-benar dibutuhkan dan hindari menambah utang konsumtif.

Meskipun Ramadan identik dengan menahan diri, dalam praktiknya pengeluaran masyarakat justru meningkat. Fenomena ini dapat dijelaskan melalui Teori Konsumsi Keynesian. Teori konsumsi Keynesian, yang menjelaskan hubungan antara pendapatan dan konsumsi, dikemukakan oleh John Maynard Keynes pada tahun 1936 dalam bukunya “The General Theory of Employment, Interest, and Money.

Ramadan sering kali dikaitkan dengan perayaan dan peningkatan pengeluaran untuk makanan, pakaian, hingga persiapan Lebaran. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi pula konsumsi yang dilakukan, terutama ketika ada dorongan emosional dan budaya seperti dalam bulan Ramadan.

Lonjakan konsumsi selama Ramadan bukan sekadar asumsi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pengeluaran rumah tangga meningkat 20-30 persen selama Ramadan, harga bahan pokok naik hingga 10-15 persen, dan limbah makanan bertambah 40 persen dibanding bulan biasa. Kategori yang mengalami peningkatan tertinggi adalah makanan dan minuman, pakaian, serta transportasi.           Bank Indonesia juga mencatat bahwa peredaran uang selama Ramadan dan menjelang Lebaran selalu melonjak, menunjukkan tingginya transaksi ekonomi pada periode ini. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya daya beli masyarakat yang menerima Tunjangan Hari Raya (THR) serta adanya kebiasaan berbelanja lebih banyak menjelang Lebaran. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, peningkatan konsumsi ini bisa berujung pada pemborosan dan kesulitan keuangan setelah Lebaran.

Banyaknya diskon selama Ramadan sering kali membuat masyarakat tergoda untuk berbelanja lebih banyak. Meskipun diskon terlihat menguntungkan, tanpa perencanaan yang baik justru bisa menjadi jebakan konsumtif. Diskon membuat seseorang merasa mendapatkan harga lebih murah, tetapi jika membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, itu tetap menjadi pemborosan.

Oleh karena itu, penting untuk tetap menerapkan prinsip efisiensi dalam setiap keputusan finansial. Salah satu trik yang bisa diterapkan adalah menggunakan metode 50-30-20, di mana 50 persen dari pendapatan digunakan untuk kebutuhan pokok, 30 persen untuk keinginan, dan 20 persen untuk tabungan atau investasi. Dengan cara ini, seseorang tetap bisa menikmati Ramadan tanpa harus mengorbankan kestabilan finansialnya.

Manajemen keuangan yang baik selama Ramadan akan membawa kenyamanan saat Lebaran. Salah satu langkah utama adalah mengalokasikan Tunjangan Hari Raya (THR) dengan bijak, dengan memprioritaskan kebutuhan utama daripada sekadar konsumsi jangka pendek. Selain itu, penting untuk menghindari utang konsumtif demi merayakan Lebaran, agar tidak terbebani kewajiban finansial setelah hari raya.

Menjaga dana darurat juga perlu diperhatikan, karena setelah Ramadan dan Lebaran, pengeluaran akan kembali ke pola normal. Terakhir, sebagian dana yang tersedia sebaiknya dialokasikan untuk investasi jangka panjang, sehingga tidak hanya habis untuk kebutuhan sesaat, tetapi juga memberikan manfaat di masa depan. Investasi ini bisa berupa emas, reksa dana, atau bahkan menabung untuk persiapan kebutuhan mendatang.

Ramadan menjadi momen yang tepat untuk mengedukasi anggota keluarga, terutama anak-anak, tentang pentingnya pengelolaan keuangan yang bijak. Dengan mengajarkan mereka tentang anggaran, tabungan, dan perbedaan antara kebutuhan dan keinginan, kita bisa membentuk kebiasaan finansial yang sehat sejak dini.          Mengajarkan anak untuk menabung sebagian dari uang yang mereka terima selama Ramadan atau Lebaran juga bisa menjadi cara efektif dalam membangun kesadaran finansial mereka. Karena sejatinya, Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar, tetapi juga menahan diri dari perilaku konsumtif yang tidak perlu.(*)

-Advertisement-

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img