Kisah Warung Makan Gratis Kota Malang (2)
Di balik keberhasilan Warung Makan Gratis (WMG) yang mampu membagikan ratusan porsi makanan setiap pekan, ada banyak tantangan yang harus dihadapi. Tapi mereka tetap bersemangat melakukan kebaikan untuk sesama.
MALANG POSCO MEDIA– Berbagai tantangan yang dihadapi mulai dari ketidakpastian donasi, keterbatasan tenaga relawan, hingga belum adanya tempat tetap menjalankan kegiatan ini.
Menurut penggagas WMG Dhian Ariyadi, kendala terbesar adalah keberlanjutan dana serta keterbatasan tenaga relawan. Pasang surut donasi kerap menjadi tantangan, namun memang niat murni untuk berbagi meneguhkan WMG tetap berbagi.
“Tidak selalu ada donasi yang masuk. Kalau sedang seret, kami otomatis mengeluarkan uang pribadi. Kalau lagi banyak (donasi) tentu porsi akan kami tambah. Namun kami tetap memiliki standar minimal porsi setiap kali kami berbagi,” ungkapnya.
Namun di balik lika-liku dan pasang surut donasi, masih banyak masyarakat yang bermurah hati. Mereka tetap menyisihkan rezekinya untuk ikut berbagi makan dan melihat kebahagiaan terpancar dari para mereka yang membutuhkan.
“Untuk saat ini, sponsor dan dukungan dalam jumlah fantastis belum ada. Namun dukungan terbaik dari kawan-kawan relawan serta donatur yang istiqomah. Tentu ini betul-betul membantu sekali dalam penyelenggaraan warung makan gratis maupun Nasi Jumat,” lanjut Dhian.
Kebaikan memang tak selamanya berjalan mulus. Di balik tantangan lain adalah jumlah relawan yang naik turun. Sebagian besar relawan memiliki pekerjaan utama, sehingga mereka tidak selalu bisa aktif setiap minggu.
“Banyak relawan yang bekerja, jadi nggak semua bisa selalu turun ke lapangan. Kadang cuma ada beberapa orang yang masak, menata, dan membagikan makanan,” kata pria 42 tahun ini.
Akibatnya ada hari-hari di mana jumlah porsi yang bisa dibagikan lebih sedikit dari biasanya. Namun para relawan tetap berusaha agar makanan tetap tersaji dengan sangat baik bagi mereka yang menerima manfaatnya.
“Kendati demikian, tanggapan masyarakat sangat bagus, antusiasme serta testimoni dari jemaah maupun pelanggan warung makan gratis, menyatakan jika mereka sangat tertolong dan sangat terbantu dengan adanya Nasi Jumat dan warung makan gratis ini ,” tambahnya.
Sejak awal berdiri, WMG belum memiliki lokasi tetap untuk menjalankan programnya. Mereka sering berpindah-pindah tempat, tergantung izin dari pemilik lokasi yang digunakan.
“Memang kami belum memiliki tempat sendiri. Sehingga masih harus berpindah ketika mau melaksanakan program. Tentu ke depan impian untuk punya tempat sendiri,” jelas Dhian.
Kondisi ini membuat proses memasak dan pendistribusian makanan kurang optimal. Namun meskipun para relawan harus memasak di rumah masing-masing, lalu membawa makanan ke lokasi berbagi tidak sedikitpun menurunkan semangat untuk berbagi.
“Kalau ada tempat tetap, mungkin kami bisa lebih efisien dan bisa menyiapkan lebih banyak porsi,” katanya.
Meskipun tantangannya besar, Dhian dan timnya tidak ingin menyerah.Mereka tetap yakin bahwa selama ada niat baik, pasti ada jalan. “Kadang lelah dan harus memutar otak untuk tetap konsisten berbagi pasti ada. Tapi setiap lihat orang yang senang karena bisa makan gratis, rasanya semua usaha ini terbayar,” pungkasnya. (rex/van/habis)