MALANG POSCO MEDIA, JAKARTA– Komisi Nasional Haji mengimbau kepada masyarakat untuk tidak tergiur tawaran berangkat haji tanpa antre, karena berpotensi penipuan. Mengingat aturan terbaru yang dikeluarkan otoritas Arab Saudi.
“Jika ada tawaran ke Tanah Suci dengan iming-iming langsung berangkat, dipastikan itu tidak benar. Haji yang legal dan aman hanya ada tiga skema. Haji reguler, haji khusus, dan furoda dengan visa mujamalah,” ujar Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj di Jakarta, Jumat (11/4).
Sebelumnya, Pemerintah Arab Saudi menerbitkan aturan menghentikan sementara penerbitan visa umrah dan kunjungan yang diberlakukan kepada 14 negara. Indonesia termasuk di dalamnya bersama Pakistan, Bangladesh, India, Irak, Sudan, Ethiopia, Tunisia, Yordania, Nigeria, Maroko, Yaman, Aljazair, Mesir.
Kebijakan tersebut mulai berlaku sejak awal April dan akan berlangsung hingga pertengahan Juni 2025, bertepatan dengan berakhirnya musim Haji yang akan berlangsung 4-9 Juni. Ia menjelaskan, Otoritas Saudi untuk sementara menutup pintu rapat-rapat bagi jamaah umrah maupun mereka yang melancong atau kunjungan keluarga hingga musim haji tuntas.
Saudi menetapkan 15 Syawal 1446 H atau 13 April 2025 sebagai hari terakhir bagi jamaah umrah memasuki Arab Saudi. Jamaah harus meninggalkan Kerajaan pada 1 Dzulkaidah 1446 H atau 29 April 2025.
Menurut Mustolih, langkah tersebut dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan visa umrah dan kunjungan yang coba dimanfaatkan untuk berhaji. Pada tahun-tahun lalu gelombang jamaah umrah dari berbagai negara memasuki Arab Saudi dengan visa umrah dan kunjungan mendekati musim haji terutama pada bulan Ramadan dan Syawal.
Mereka lantas sengaja tinggal di Saudi dalam rentang waktu cukup lama dengan harapan bisa membaur mengikuti prosesi haji. Jalur tersebut ilegal, tidak sesuai prosedur. Karena yang bisa memasuki arena prosesi haji hanya pemegang visa haji. “Fenomena semacam itu juga banyak dilakukan oleh masyarakat asal Indonesia. Padahal itu terlarang dan sangat berisiko,” kata dia.
Ia mengatakan Arab Saudi siaga tinggi jelang musim haji, termasuk mengerahkan aparat militer. Terdapat razia besar-besaran, semua jalan dan titik masuk dijaga aparat, sweeping ke berbagai tempat hingga rumah warga yang dicurigai menampung pemegang visa non haji.
Mereka yang tidak memiliki dokumen resmi bukan hanya dideportasi, tapi bisa dipenjara, membayar denda puluhan juta hingga dilarang (blacklist) masuk negara Saudi hingga sepuluh tahun.
Tahun lalu, tak sedikit warga Indonesia ditangkap, salah satunya Ketua DPRD di sebuah kabupaten di Jawa yang ditahan dan diadili karena melakukan pelanggaran aturan haji.
Menurut Pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini, beberapa waktu belakangan Saudi memiliki komitmen dan perhatian sangat serius terhadap keselamatan jutaan peserta haji yang datang dari berbagai penjuru dunia.
Musim lalu tidak kurang dari 1.200 orang meninggal dunia, kepadatan sepanjang prosesi haji menjadi salah satu pemicunya yang disinyalir disusupi jamaah ilegal. Karenanya pemerintah Saudi berupaya mengatur sedemikian rupa dengan menangguhkan penerbitan visa non haji untuk sementara. (ntr/udi)