MALANG POSCO MEDIA– Seperti kembang kempis. Pertumbuhan ekonomi di wilayah Malang Raya sedang tidak baik-baik saja. Banyak harga sembako masih tinggi dan beberapa komoditi bahkan mengalami kenaikan harga. Kunjungan mal pun berkurang. (baca grafis)
Kini kinerja dunia usaha juga terpantau melamban. Ini dapat dilihat pada hasil survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malang. Hasil survei pada Triwulan I 2025 mengindikasikan kinerja kegiatan usaha tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Hal tersebut tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha pada triwulan I 2025 sebesar 20,81 persen. Atau termoderasi dari 24,19 persen pada triwulan IV 2024. Ini disampaikan Kepala KPw BI Malang Febrina, Rabu (16/4) kemarin.
Untuk diketahui, Saldo Bersih Tertimbang (SBT) adalah metode pengolahan data yang digunakan untuk mengetahui perkembangan permintaan dan penawaran pembiayaan. SBT digunakan dalam survei BI. Hasil survei ini digunakan untuk mengetahui kinerja kegiatan dunia usaha, mengetahui perkembangan penyaluran kredit baru serta mengetahui prospek kondisi moneter dan ekonomi hingga mengetahui risiko dalam penyaluran kredit.
“Termoderasinya kinerja kegiatan dunia usaha dari triwulan sebelumnya terjadi seiring masih rendahnya realisasi belanja pemerintah pada awal tahun dan tertahannya ekspor sejalan meningkatnya ketidakpastian global,” jelas Febrina pada rilis resmi hasil survei SKUD KPw BI Malang kemarin.
Ia menambahkan, pergerakan kinerja kegiatan dunia usaha pada triwulan I 2025 didorong terutama oleh melambatnya kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (SBT -5,64 persen), Perdagangan Besar dan Eceran (SBT -4,05 persen), dan Konstruksi (SBT -4,53 persen).
Febrina menyampaikan lebih lanjut bahwa investasi pada triwulan I 2025 terpantau tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2025, SBT investasi tercatat sebesar 0,29 persen, lebih rendah dari triwulan sebelumnya dengan SBT sebesar 18,75 persen.
“Nah ini terjadi karena ada perlambatan belanja modal serta masuknya siklus pengadaan pada awal tahun anggaran proyek di kalangan pemerintah daerah,” jelas dia.
Sementara Saldo Bersih (SB) kondisi keuangan turut mengalami perlambatan dengan SB sebesar 0,35 persen, lebih rendah dari triwulan sebelumnya dengan SB sebesar 9,86 persen.
Termoderasinya kondisi keuangan dunia usaha didorong oleh perlambatan dari segala indikator yakni kinerja likuiditas, rentabilitas dan akses kredit. Saldo bersih adalah jumlah yang dapat ditarik atau digunakan untuk pembayaran apa pun dari rekening bank seseorang.
Meski begitu, saat ini mulai terpantau pada triwulan II 2025, responden memprakirakan kegiatan usaha terakselerasi dengan SBT sebesar 22,88 persen lebih tinggi dibandingkan SBT -20,81 persen pada triwulan I 2025.
Terakselerasinya kegiatan usaha tersebut seiring meningkatnya kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (SBT 6,65 persen), Industri Pengolahan (SBT 5,04 persen) dan Konstruksi (SBT 4,53 persen).
“Peningkatan ini diprakirakan didorong oleh masih berlangsungnya panen raya padi dan puncak produksi aneka cabai di awal triwulan II 2025 serta mulai meningkatnya aktivitas konstruksi proyek swasta serta PSN yang ditargetkan selesai pada tahun 2025,” beber Febrina.
Disisi lain, lambannya kinerja usaha di wilayah Malang juga terlihat dari menurunnya tingkat kunjungan warga ke pusat-pusat perbelanjaan.
Ketua APPBI Kota Malang Suwanto menjelaskan rata-rata kunjungan ke mal yang ada di Malang Raya berada di angka 10 sampai 13 ribu orang pengunjung setiap harinya (di libur lebaran). Angka ini menunjukan penurunan.
“Lebaran ini terpantau ada penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Rata-rata 20 persen, Ini terjadi di hampir semua mal di Malang,” papar Wanto sapaanya.
Dijelaskan dia, angka normal kunjungan warga ke mal di Malang ada di angka 5 sampai 8 ribu. Untuk di musim liburan seperti Libur Lebaran tahun ini angka tertinggi rata-rata kunjungan ke mall ada di 13 ribu pengunjung dalam satu hari.
Peningkatan jumlah kunjungan di musim libur lebaran tahun ini hanya di angka 30 persen saja. Tidak mencapai target, yakni 50 persen lebih.
“Ini disebabkan banyak hal. Kami mencoba evaluasi apa yang menjadi faktor utama. Saat ini prediksi kami ini penyebabnya kemungkinan adanya kebijakan-kebijakan efisiensi ya,” papar Wanto, kemarin.
Kebijakan efisiensi menyebabkan adanya penurunan daya beli masyarakat. Tidak itu saja secara nasional pertumbuhan ekonomi juga menunjukan kelambatan. Hal ini, menurut Wanto, menjadi salah satu penyebab penurunan kunjungan ke pusat-pusat perbelanjaan.
Ini tidak hanya dirasakan di wilayah Malang saja, tetapi juga dirasakan di sebagian besar pusat perbelanjaan di Indonesia. Atau dalam skala nasional.
“Masih belum kembali setelah Covid-19. Artinya kunjungan ke mal belum kembali saat sedang bagus-bagusnya terakhir di Tahun 2019 lalu. Harapan kami kembali ke masa itu,” papar pria yang juga menjabat Mal Director Lippo Plaza Batu itu.
Untuk itulah APBBI Kota Malang meminta seluruh pengelola mal di Malang untuk bisa berinovasi. Salah satunya menarik lebih banyak tenant. Memberikan hal-hal baru di dalam mal dan sebagainya agar bisa menambah tingkat kunjungan. (ica/van)