spot_img
Wednesday, April 23, 2025
spot_img

Halal Bihalal dan Produktivitas Kerja

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Halal bihalal adalah tradisi yang memiliki akar dalam ajaran Islam dan budaya Indonesia. Meskipun secara kaidah dalam bahasa arab tidak lumrah, istilah halal bihalal berasal dari bahasa Arab, di mana “halal” berarti “bebas dari dosa” atau “murni.” Dalam konteks ini, halal bihalal dapat diartikan sebagai “saling memaafkan dan membersihkan diri dari dosa-dosa.”

          Halal bihalal sebagai sebuah tradisi, dipengaruhi oleh budaya Indonesia yang menekankan pentingnya kerukunan dan harmoni sosial. Tradisi halal bihalal biasanya dilakukan dengan cara saling memaafkan dan memohon maaf, baik secara langsung maupun tidak langsung. Orang-orang juga sering mengadakan acara khusus, seperti makan bersama atau berkumpul dengan keluarga dan teman-teman untuk merayakan Idul Fitri dan melakukan tradisi halal bihalal.

-Advertisement- HUT

          Menurut Prof Quraish Shihab dalam “Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (1999)”, halal bihalal setidaknya dapat dipahami dari tiga aspek penting. Pertama, secara fikih, kata “halal” menurut para ulama merupakan antonim dari kata “haram”, yang berarti secara eksplisit terbebas dari dosa jika dilakukan.

          Dengan hal tersebut, dapat dipahami bahwa halal bihalal secara hukum fiqih menjadikan sikap yang tadinya haram atau yang tadinya berdosa, menjadi halal atau tidak berdosa lagi setelah bermaaf-maafan dan munculnya sikap lapang dada antar sesama.

          Kedua, secara kebahasaan (linguistik). Kata “halal” dari segi bahasa berakar dari dari kata “halla” atau “halala” yang mempunyai berbagai makna seperti: menyelesaikan problem atau kesulitan, dan meluruskan benang kusut atau mencairkan yang membeku, serta melepaskan ikatan yang membelenggu.

          Dengan demikian, dalam konteks ini, jika seorang akan memahami tujuan menyambung apa-apa yang tadinya putus hingga akhirnya dapat tersambung kembali. Hal ini dimungkinkan jika para pelaku menginginkan halal bi halal sebagai instrumen silaturahim untuk saling bermaaf-maafan sehingga seseorang menemukan hakikat Idul Fitri.

          Ketiga, secara tinjauan Al-Qur’an. Inti dari ajaran Al-Qur’an menuntut agar setiap aktivitas yang dilakukan oleh setiap Muslim merupakan sesuatu yang baik dan menyenangkan bagi semua pihak (al khair wal ihsan). Inilah yang menjadi sebab mengapa Al-Qur’an tidak hanya menuntut seseorang untuk memaafkan orang lain, tetapi juga lebih dari itu. Yakni berbuat baik terhadap orang yang pernah melakukan kesalahan kepadanya (al-afwu).

Halal Bihalal dan Produktivitas Kerja

          Setidaknya terdapat beberapa urgensi halal bihalal di masa kini. Pertama, mempererat dan memperkuat hubungan sosial dalam bentuk penguatan tali silaturahmi. Halal bihalal dapat membantu menguatkan silaturahmi dan hubungan sosial antara individu, keluarga, dan masyarakat.

          Kedua, sebagai wadah mempererat kerukunan antara golongan dan kemompok masayarakat. Halal bihalal dapat membantu meningkatkan kerukunan dan harmoni sosial, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih damai dan sejahtera.

          Ketiga, tradisi ini juga dapat meningkatkan kesadaran diri terkait makna hidup dan kebahagiaan, serta dapat memotivasi individu untuk menjadi lebih baik dan lebih produktif dari yang sebelumnya. Keempat, sebagai sarana untuk memupuk rasa empati dengan sesama. Tradisi halal bihalal dapat membantu mengembangkan empati dan memahami perspektif orang lain, sehingga menciptakan hubungan yang lebih harmonis dan efektif.

          Selain itu, halal bihalal juga memiliki dampak dalam dunia kerja. Pertama, dapat meningkatkan hubungan kerja. Tradisi ini dapat membantu meningkatkan hubungan kerja antara rekan-rekan kerja dan atasan, sehingga menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, harmonis dan produktif.

          Kedua, dapat menegasikan konflik dan ketegangan pada lingkungan kerja. Tradisi halal bihalal dapat membantu menghilangkan konflik dan kesalahpahaman yang mungkin terjadi di tempat kerja, sehingga menciptakan lingkungan kerja yang lebih kondusif. Ketiga, meningkatkan kinerja dan produktivitas. Halal bihalal dapat membantu meningkatkan semangat kerja dan motivasi karyawan, sehingga mereka dapat lebih produktif dan efektif dalam melakukan tugas-tugas mereka.

          Dalam konteks kekinian, tradisi halal bihalal sangat penting untuk menghadapi problem-problem kontemporer yang oleh Warren Bennis dan Burt Nanus (1987) disebut dengan isitlah volatility (volatilitas), uncertainty (ketidakpastian), complexity (kompleksitas), dan ambiguity (ambiguitas) (VUCA).

          Adanya perubahan yang cepat tanpa perencanaan yang jelas, mengakibatkan lingkungan kerja seringkali tidak stabil dan tak terkendali. Bahkan dapat menyebabkan masalah dan akibat lebih berlapis mengakibatkan terjadinya konflik dan kesalahpahaman. Maka diperlukan ruang atau momentum untuk mediasi seperti halal bihalal di tempat kerja. Sehingga karyawan dapat meningkatkan hubungan kerja, menghilangkan konflik, dan meningkatkan semangat kerja, sehingga dapat tercipta lingkungan kerja yang lebih harmonis dan produktif.

          Selain itu, dengan adanya halal bihalal dapat membantu meningkatkan toleransi dan memahami perbedaan, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan harmonis. Sehingga kepuasan karyawan di dunia kerja menjadi meningkat, serta kesejahteraan dan kebahagiaan karyawan daat terwujud. Sebab terkadang kebahagiaan tidak hanya dapat dipenuhi dengan hal-hal yang bersifat materil saja, namun juga terpenuhinya aspek spirituil berupa penghargaan, afirmasi positif dan suasana harmonis di lingkungan kerja.           Dengan demikian, halal bihalal memiliki urgensi yang signifikan dan penting di masa kini, baik dalam membangun hubungan sosial, meningkatkan kualitas diri, menghadapi tantangan, maupun perusahaan di masa kini, serta meningkatkan produktifitas dan kualitas kinerja para karyawan di lingkungan kerja.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img