spot_img
Wednesday, April 23, 2025
spot_img

Sempat ‘Terbuang’ ke Sumut, Motivasi Senior Buat Cepat Kembali

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Hamzah Titofani Rivaldy, Salah Satu Jebolan Akademi Bertahan di Arema FC

Hamzah Titofani Rivaldy jadi salah satu jebolan Akademi Arema yang kini masih bisa bertahan di tim Arema FC. Sempat dipinjamkan ke Sada Sumut FC, pemain berposisi winger tersebut mengambil banyak pengalaman untuk bisa kembali bersaing di tim senior dan jadi salah satu barometer penilaian kualitas akademi klub berjuluk Singo Edan tersebut.

==========

-Advertisement- HUT

MALANG POSCO MEDIA– Arema FC sempat memiliki jebolan akademi yang dinilai sebagai generasi emas dengan keberadaan Alfarizi, Dendi Santoso hingga Sunarto. Kini, dua nama pertama tersebut masih bertahan.

Setelah generasi tersebut, sempat muncul nama-nama lain seperti Iman Budi Hernandi, Oky Derry Andrian, Nanda Bagus hingga generasi Hamzah Tito  seperti Bramantyo Ramadan, Andriyas Fransisco hingga Achmad Figo. Namun, semuanya mulai tersingkir, kecuali nama terakhir yang kini tengah dipinjamkan ke PSS Sleman.

Hamzah Titofani sendiri sempat  tersingkir di 2023 ketika selama satu musim dia dipinjamkan ke tim Liga 2 bernama Sada Sumut FC. Saat itu, kenyamanan dan privilege sebagai jebolan Akademi Arema pun seolah hilang.

“Jadi waktu itu di awal musim 2023/2024 saya sempat masuk skuad dan persiapan. Tapi setelah tiga laga pertama saya tidak dibawa, saya langsung dikabari akan dipinjamkan,” ujar pemain dengan sapaan akrab Tito tersebut.

Akhirnya dia dipinjamkan ke klub Sada Sumut FC. Sangat jauh dari rumahnya yang membuat dia merasakan pertama kali merantau.

Pemain berusia 22 tahun itu tak mengelak, hari-hari awal sangat berat. Dia sempat beberapa hari menangis karena jauh dari keluarga ketika harus tinggal di mess tim yang berada di tengah perkebunan di daerah Kecamatan Galang, Deli Serdang.

“Ya awal-awal seperti homesick. Kalau habis telepon orang tua itu menangis. Ya diketahui teman sekamar, tapi saat itu mereka adalah teman berbagi cerita, kebetulan ada juga yang sesama perantauan dari Palembang juga,” terang dia kepada Malang Posco Media.

Di masa peminjaman ini dia bertekad bangkit. Tito tak mau terpuruk, bahkan sampai hilang dari peredaran sepak bola. Apalagi, tak sedikit pemain yang tenggelam ketika turun kasta kompetisi.

Tito tidak mau, di usia yang masih belia yakni 20 tahun kala itu, layu sebelum berkembang. “Saya belajar dan untungnya di sana usianya terhitung masih sebaya. Banyak yang di bawah 23 tahun kan. Saya mau membuktikan kalau saya juga sebagai pemain berkualitas,” sebut pengidola Rodrigo, pemain Real Madrid asal Brasil tersebut.

Selain itu, Tito juga mendapatkan motivasi dari seniornya di Arema dan Akademi, Alfarizi. Menurutnya ada pesan-pesan yang selalu diingat.  “Di masa peminjaman itu, saya diminta fokus pada kualitas sendiri. Harus terus meningkatkan skill sekalipun bermain di kasta berapapun. Kalau bisa membuktikan, pasti ada jalan untuk kembali,” tambahnya.

Benar saja, pengasingan untuk pemuda asal Bululawang ini tak sampai setahun. Begitu Liga 2 selesai, dia sudah diminta kembali di musim 2024/2025. Dia pun seolah mematahkan mitos dari pemain yang dipinjamkan tak bisa kembali. Banyak pendahulunya mengalami nasib tersebut.

“Alhamdulillah saya senang bisa kembali dan sekarang jauh lebih bagus. Dan tentunya jauh lebih percaya diri untuk bersaing di tim,” tegas dia.

Pengalaman dan kerasnya merantau di Liga 2 menjadi bekal kembali bermain di Arema FC. Musim ini, sekalipun masih menjadi pilihan utama, menit bermain dia sudah terhitung banyak. Ia bahkan beberapa kali jadi pilihan ketimbang sejumlah pemain senior.

Namun, diakuinya dia masih terus belajar. Tito juga menyadari, masih banyak kekurangan. “Tapi yang jelas saya berusaha untuk tidak lagi dipinjamkan. Saya tidak bisa bersantai dan banyak belajar,” ungkapnya.

Selain itu, Tito paham jika dia akan lebih disorot oleh pecinta sepak bola Malang. Sorotan positif, dia adalah jebolan Akademi Arema yang terkadang namanya bakal dijadikan acuan oleh anak-anak lainnya.

“Ya saya paham, mungkin ada orang tua yang kadang bertanya bagaimana dulu di Akademi, bagaimana bisa masuk tim senior. Kadang juga ada yang tanya, apa harus bayar-bayar. Tapi, tentu tidak hanya yang kelihatan enaknya saja, karena harus bekerja keras untuk sampai di sana. Syaa mesti terus latihan, meningkatkan skill sampai sempat tersingkir dan down juga kan,” jelasnya. Sedangkan sorotan negatif, tentunya dibandingkan. Dengan harapan tinggi, tak jarang komenan bernada sentimen ketika dia under perform dalam suatu game.  “Ya itu jadi acuan saja untuk bisa membuktikan kalau saya tidak seperti itu. Jangan sampai dipikirkan berlebihan apalagi sampai membuat down,” pungkas dia. (ley/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img