MALANG POSCO MEDIA– Industri dan dunia perburuhan dihadapi tantangan pesatnya kemajuan teknologi. Salah satunya teknologi Artificial Intelligent (AI).
Kini dibutuhkan regulasi yang tepat dari pemangku kebijakan menjadi tameng kuat pengaruh ancaman teknologi AI bagi masa depan lapangan pekerjaan di Indonesia. Termasuk di Kota Malang. Hal ini harus menjadi perhatian serius yang perlu dipikirkan sejak sekarang.
Hal ini disampaikan pengamat sosial dan komunikasi Kota Malang, Sugeng Winarno S.Sos MA kepada Malang Posco Media. Terutama pada Peringatan Hari Buruh (May Day) kemarin, ia memandang AI memang menjadi ancaman sekaligus tantangan serius bagi para buruh.
“Sudah tidak bisa dipungkiri. AI sudah mendistrupsi (mengubah) banyak hal terutama dalam pekerjaan. Saya melihat banyak pekerjaan yang sifatnya teknis atau rutinitas sudah tergantikan dengan teknologi AI. Sudah digantikan mesin atau robot AI itu,” beber Sugeng.
Hal ini memberi dampak pada efisiensi atau pengurangan jumlah pekerja dalam sebuah perusahaan. Yang artinya lapangan pekerjaan bagi para pekerja manusia semakin terbatas. Ini menjadi ancaman sekaligus tantangan kedepan.
Sugeng mengatakan ini juga menjadi perhatian khususnya pada perusahaan yang memiliki pekerja dalam jumlah banyak (misal yang memiliki pabrik dengan pekerja dalam jumlah banyak). Para pengusaha pastinya akan sangat mempertimbangkan menggunakan AI atau mesin dengan teknologi canggih untuk memangkas jumlah pekerja yang akan berdampak pada penurunan biaya produksi.
“Ini artinya misal pabrik rokoklah, contohnya, jika nanti pengusaha sudah memakai mesin melinting rokok tentu jumlah pekerja akan terpangkas. Atau bahkan tidak lagi dibutuhkan. Ini memang jadi ancaman penyerapan lapangan pekerjaan dalam jumlah besar,” beber dosen Program Studi Ilmu Komunikasi UMM ini.
Yang harus dilakukan saat ini untuk menjawab tantangan tersebut adalah regulasi. Pemerintah pusat atau pemerintah daerah perlu menyusun regulasi yang nantinya pro-rakyat. Atau setidaknya bisa melindungi pekerja (manusia).
Bisa dalam bentuk regulasi yang mengatur pengawasan dan ketatnya penggunaan AI atau mesin pada sebuah perusahaan.
“Atau bisa diatur sebuah perusahaan bisa berdiri asal merekrut pekerja atau menyerap pekerja warga sekitar berapa persen dan sebagainya. Ini bisa menekan bencana AI pada nasib buruh atau lapangan pekerjaan kedepan. Perlu dipikirkan regulasi yang serius,” tegas dia.
Meski begitu Sugeng berkeyakinan meskipun nanti AI bisa menggeser atau mengubah keterserapan lapangan pekerjaan ada sisi-sisi yang tidak bisa tergantikan. Yakni sentuhan “humanis” atau sisi kemanusiaan.
Ia mencontohkan pekerjaan jurnalis. Meskipun nantinya akan ada robot AI yang menciptakan atau menuliskan berita secara otomatis, ia meyakini sentuhan “humanis” tidak akan bisa diciptakan oleh AI.
“Misalkan ada jurnalis robot. Saya yakin ada sisi humanis yang tidak bisa tergantikan. AI tidak akan bisa memberikan informasi atau mendistribusikan berita seperti jurnalis manusia. Atau misalnya layanan call center menggunakan AI tidak akan bisa berinteraksi baik secara humanis. Akan ada sisi-sisi manusia yang dibutuhkan,” pungkas Sugeng. (ica/van)