Dinda Bikin Aplikasi Virtual Field Trip Kelenteng Eng An Kiong
Sekarang bisa berkunjung ke Kelenteng Eng An Kiong Kota Malang secara virtual. Terlebih bagi yang ingin mengetahui sejarahnya. Itu lewat aplikasi “Virtual Field Trip Kelenteng Eng An Kiong”. Sebab kelenteng yang berada di Jalan RE Martadinata itu sudah bertransformasi lebih modern dan secara akses terbuka secara digital.
MALANG POSCO MEDIA – Itu semua ternyata kerja keras dari anak muda berbakat asal Malang. Namanya Dinda Ayu Anggraeni.
Dinda, sapaan akrab Dinda Ayu Anggraeni. mengembangkan aplikasi ini sejak Tahun 2023 lalu.
“Awalnya, ide ini muncul dari keinginan saya untuk membuat sebuah media budaya yang interaktif dan mudah diakses oleh siapa saja, juga menggabungkan keilmuan saya di bangku sekolah yaitu multimedia dan kuliah (Sastra Cina),” papar Dinda.
Ia memandang bahwa banyak masyarakat, terutama pelajar dan mahasiswa, belum terlalu mengenal warisan budaya Tionghoa yang ada di Indonesia. Padahal, Kelenteng Eng An Kiong di Malang adalah salah satu situs budaya penting yang bisa menjadi jembatan pemahaman lintas budaya.
Terutama, lanjutnya, dalam konteks hubungan Indonesia-Tiongkok. Selain itu, Dinda sangat ingin memanfaatkan diplomasi digital sebagai media promosi budaya yang efektif dan relevan dengan perkembangan zaman.
“Nah proses pembuatannya memakan waktu sekitar enam bulan, dimulai dari riset lapangan, pengambilan dokumentasi visual (foto dan video), hingga proses pengembangan media berbasis virtual tour,” jelas perempuan Kelahiran Tahun 2002 ini.
Ia mengembangkan aplikasi ini dengan bekerja sama beberapa pihak. Termasuk peneliti sebelumnya dari Universitas Negeri Malang namanya M. Naufal Islam, kemudian dengan dosen pembimbingnya Ressi Maulida Delijar. Lalu, seorang ahli media Rafsanjaya Mahaputra, ahli hubungan internasional Wishnu Mahendra dan validator materi budaya, Cahyo Ramadhan.
Dinda juga membagi tantangan yang ia hadapi. Tantangan terbesarnya adalah dalam hal teknis dan akses ke lokasi, karena proses dokumentasi dilakukan langsung di area kelenteng. Selain itu, karena aplikasi ini berbasis digital dan dapat digunakan dalam mode VR (Virtual Reality) ia juga mengalami sedikit kesulitan.
“Jadi saya harus memastikan bahwa semua elemen dapat berjalan dengan baik di berbagai perangkat juga dalam segi teknis seperti penerjemahan materi dalam mandarin lalu juga pemotretan untuk virtual field trip,” tutur alumnus Fakultas Ilmu Budaya Prodi Studi Sastra Cina Universitas Brawijaya (UB) yang lulus 2024 lalu ini.
Ditambahkannya aplikasi ini bisa diakses secara gratis melalui peramban Chrome dengan tautan bit.ly/engankiong.
Cara menggunakannya mudah. Cukup buka tautan tersebut dan pengguna akan dibawa masuk ke halaman virtual tour kelenteng. Jika menggunakan perangkat Virtual Reality (VR), cukup aktifkan mode layar penuh dan klik ikon VR di pojok kanan bawah.
“Masyarakat umum bisa memanfaatkannya untuk belajar tentang budaya Tionghoa, mengenal lebih dekat Kelenteng Eng An Kiong dan tentu saja, ini bisa menjadi alternatif wisata edukatif yang menarik,” papar Dinda.
Sekarang, aplikasi ini sudah dihibahkan langsung ke pihak Kelenteng Eng An Kiong dan dipasang di area kelenteng. Pengunjung yang datang bisa langsung melakukan pemindaian QR code untuk mengakses virtual tour-nya.
Dengan harapan pengunjung bisa mendapatkan pengalaman edukasi yang lebih kaya dan interaktif, termasuk informasi sejarah, struktur bangunan, dan nilai budaya yang ada di kelenteng.
“Selain itu, pihak pengelola kelenteng juga merasa terbantu dalam mengenalkan kelenteng kepada publik secara lebih luas, bahkan kepada mereka yang berada di luar kota atau luar negeri. Beberapa pekan lalu, juga menjadi referensi untuk tugas akhir pelajar lainnya,” tegas perempuan yang gemar membaca, menulis dan bermain billiar ini.
Meski begitu saat ini, aplikasi tersebut belum Dinda patenkan secara resmi. Namun dia terbuka untuk peluang tersebut ke depannya. Fokus utamanya kini adalah agar aplikasi ini bisa digunakan dan bermanfaat seluas-luasnya untuk masyarakat. Dinda saat ini bekerja di sebuah perusahaan pertambangan nikel di Pulau Obi, Maluku Utara, sebagai translator di Departemen HSE (Health, Safety & Environment) sekaligus asisten manajer. (sisca angelina/van)