Situs Patirtaan Ngawonggo, sebuah tempat wisata bernuansa sejarah yang menghadirkan kolam pemandian dan sistem irigasi zaman mataram kuno. Di balik sejarahnya, Ngawonggo menawarkan konsep pengaplikasian budaya pada cara mereka menjamu pengunjung. Para pengunjung akan disajikan makanan dan minuman yang dibuat dengan konsep unik dan mungkin tidak ditemukan di tempat lain.
Makanan yang disajikan adalah makanan khas dari situs ini yang dibuat dengan mengedepankan kualitas bahan dan cara tradisionalnya dalam mengolah makanan. Dengan memperhatikan kualitas bahan yang alami, menjadikan sajian di situs ini berbeda dari makanan biasa, sekaligus memperkaya pengalaman wisatawan akan kekayaan budaya Jawa Kuno.
Selain menyajikan makanan, mereka juga memiliki minuman khas yang disajikan kepada para pengunjung. Minuman berbahan dasar rempah-rempah seperti jahe, serai, kayu manis, kapulaga, cengkeh, bunga lawang, wijen hitam, serta secang yang dapat memberikan warna merah pada minuman ini, serta ada tambahan gula merah sebagai pemanis. Banyaknya jenis rempah yang ada dapat menghadirkan rasa hangat dan dapat menenangkan, minuman ini disebut tomboan abang. Selain dapat memberikan rasa hangat dan menenangkan, tomboan abang juga dipercaya memiliki khasiat bagi kesehatan seperti meningkatkan stamina dan menjaga daya tahan tubuh. Tomboan abang sering kali disajikan karena cocok dengan suasana situs yang bersejarah.
Situs Patirtaan Ngawonggo memiliki kebiasaan unik yang terinspirasi dari tradisi masa lampau, di mana masyarakat dahulu bertahan hidup dengan pola konsumsi sederhana tanpa selalu mengandalkan makanan berbahan dasar hewani. Kebiasaan ini mencerminkan kesederhanaan masyarakat desa, dimana makanan sehari-hari lebih banyak mengambil tumbuhan yang mereka tanam sebagai bahan dasar utama untuk mengolah makanannya, sementara makanan hewani hanya dikonsumsi pada momen-momen khusus seperti syukuran atau hari-hari besar lainnya. Filosofi ini bukan tentang pelarangan, melainkan tentang kesadaran diri untuk menjalani hidup dengan pola yang lebih sederhana. Kita juga bisa belajar bahwa, kita tidak harus selalu mengkonsumsi makanan hewani setiap hari, kita dapat belajar melalui kebiasaan hidup di masa lalu yang sangat menjunjung kesederhanaan.
Proses pengolahan makanan di situs patirtaan ini bisa dibilang sangat mempertahankan keasliannya. Alih-alih dilakukan dengan alat modern, Situs Patirtaan Ngawonggo memilih untuk melakukan proses pengolahan dengan metode tradisional yang sepenuhnya selaras dengan kearifan lokal. Penggunaan bahan alami serta proses memasak tanpa alat modern menjadi ciri khas yang terus dijaga dan menjadi daya tarik tersendiri bagi situs yang terletak di kecamatan Tajinan tersebut.

Ide untuk menyajikan makanan dengan konsep yang berbeda ini muncul dari musyawarah masyarakat setempat, yang bersepakat untuk melestarikan tradisi kuliner sekaligus menjaga kesucian situs yang sudah dianggap sakral. Inspirasi tersebut tidak dipengaruhi pihak luar, melainkan tumbuh dari nilai-nilai yang telah lama dipegang teguh oleh masyarakat sekitar. Masyarakat sadar bahwa mempertahankan nilai budaya bukan berarti kalah oleh zaman, namun, nilai budaya justru menjadi kekuatan dan daya tarik dari Situs Patirtaan Ngawonggo.
Hadirnya aturan budaya di Situs Patirtaan Ngawonggo tidak mengurangi minat pengunjung untuk datang, justru menjadi salah satu alasan pengunjung untuk datang. Seorang pengunjung asal Tangerang mengatakan bahwa dirinya justru senang dan sangat nyaman ketika berkunjung ke situs ini.
“Tempat ini bagus, sangat sejuk, dan membawa kenyamanan dari kita yang sudah bosan di kota,” ujar Wina, wisatawan asal Tangerang yang baru pertama kali mengunjungi Situs Patirtaan Ngawonggo.
Wina juga menambahkan bahwa makanan yang disediakan sangat cocok bagi para vegetarian. “Saya suka sekali dengan makanannya karena baik untuk tubuh, apalagi buat vegetarian pasti bakal senang sekali. Vibe desa-desa di Jawanya itu dapet banget,” lanjutnya.
Pengelola membuat dapur terbuka yang diberi nama “Pawon Dhaharan” hal ini bertujuan untuk menunjukkan kepada pengunjung bagaimana cara mereka mengolah bahan-bahan yang ada, selama memasak mereka juga menjelaskan bagaimana sejarah dari makanan-makanan yang diolah. Hal itu sengaja dilakukan untuk memastikan kelestarian dari tradisi yang ada sekaligus mengedukasi pengunjung mengenai Situs Patirtaan Ngawonggo.
Melalui perpaduan nilai budaya dan praktik tradisional, hidangan di situs patirtaan ini menjadi simbol harmoni antara manusia, leluhur, dan alam. Konsep kuliner ini mengandung pesan moral tentang pentingnya hidup dalam keseimbangan, saling menghormati, dan menjaga warisan budaya agar dapat dipertahankan hingga masa depan. Situs ini bukan hanya tempat untuk menikmati makanan, tetapi juga ruang untuk merenungkan nilai-nilai yang menghubungkan tradisi masa lampau dengan kehidupan modern. (*/nda)