spot_img
Thursday, June 19, 2025
spot_img

Pororo dan Isu Halal

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Belakangan ini, media sosial di Indonesia dihebohkan dengan temuan mengenai minuman kemasan anak-anak yang dikenal dengan nama Pororo, yang diduga mengandung bahan haram, yakni babi. Hal ini tentu menjadi perbincangan hangat, terlebih karena di kemasan Pororo tertulis logo halal dari Korea.

          Lalu, bagaimana bisa ada bahan haram seperti babi dalam produk berlabel halal tersebut? Bukankah logo halal seharusnya menjamin kehalalan produk? Pertanyaan ini sangat wajar dan menjadi kekhawatiran banyak konsumen di Indonesia yang sangat peduli terhadap kehalalan setiap produk yang mereka konsumsi.

          Seperti yang kita ketahui, Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk Muslim, dan konsumsi makanan serta minuman yang halal sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga isu mengenai kandungan babi dalam produk yang berlabel halal sangat sensitif dan memerlukan penanganan serius.

Babi dalam Minuman

Mungkin banyak yang bertanya, “Apakah mungkin ada bahan babi dalam sebuah minuman?” Jawabannya, bisa jadi. Hal ini terjadi karena bahan-bahan dalam produk olahan, seperti gelatin, enzim, atau bahan pemanis tertentu, yang mungkin berasal dari sumber hewani yang tidak halal. Misalnya, gelatin yang digunakan untuk membuat tekstur kental atau enzim yang digunakan dalam proses pembuatan bisa berasal dari babi atau hewan lain yang tidak memenuhi standar halal.

Penting untuk diketahui bahwa kandungan babi tidak selalu terlihat secara langsung pada komposisi produk. Dalam banyak kasus, bahan-bahan tersebut bisa saja tersembunyi dalam nama ilmiah atau komponen lain yang tidak langsung mengarah pada sumber hewani tertentu. Oleh karena itu, sebagai konsumen, kita harus lebih teliti dan berhati-hati dalam memilih produk, terutama untuk produk-produk yang sering kita konsumsi sehari-hari.

Regulasi

Di balik hebohnya isu Pororo ini, ada pertanyaan besar yang muncul: mengapa hal ini bisa terjadi? Salah satu penyebab utamanya adalah pengawasan yang mungkin belum cukup ketat terhadap produk impor yang beredar di Indonesia. Meski sudah ada label halal yang tertera pada kemasan, pengawasan terhadap bahan-bahan yang terkandung di dalam produk tersebut perlu dilakukan secara kontinyu dan mendalam.

Dalam hal ini, BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) memiliki peran yang sangat penting. Namun, sayangnya, tidak semua produk impor diawasi dengan cermat. Dalam banyak kasus, pengawasan halal lebih fokus pada sertifikasi awal saat produk masuk ke pasar, tanpa memastikan bahwa produk tersebut tetap memenuhi standar halal selama beredar.

Hal ini menciptakan celah bagi produk yang tidak sesuai dengan standar halal untuk tetap lolos dan masuk ke pasar, meskipun mungkin terdapat bahan haram yang tersembunyi di dalamnya. Selain itu, pengawasan tidak hanya berlaku pada produk impor, tetapi juga pada produk lokal. Banyak bahan baku atau komponen produk yang bisa saja mengandung bahan haram, namun tidak tercatat dengan jelas dalam komposisi yang tertera pada kemasan.

Oleh karena itu, pengawasan dari BPJPH dan lembaga terkait harus lebih ketat dan sistematis, dengan memperhatikan setiap detail dalam produk dan proses produksinya.

Biosensor Halal

Di tengah maraknya isu ini, para akademisi sesungguhnya telah menawarkan solusi terkait deteksi cepat seperti biosensor halal sebagai solusi canggih untuk mendeteksi kandungan babi atau bahan haram lainnya dalam produk secara cepat dan akurat. Biosensor halal berpotensi besar untuk memastikan bahwa setiap produk memenuhi standar halal dengan lebih efektif.

Meskipun teknologi ini sangat menjanjikan, penerapannya memerlukan dukungan serius dari pemerintah dan lembaga terkait, termasuk dana riset dan infrastruktur yang memadai. Hal ini akan membutuhkan waktu dan komitmen, namun dengan regulasi yang tepat dan perhatian dari semua pihak, biosensor halal dapat diterapkan secara luas dan membantu mempercepat proses pemeriksaan kehalalan produk di Indonesia.

Dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat akan sangat penting untuk memastikan teknologi ini dapat berkembang dan memberikan manfaat maksimal dalam menjaga kehalalan produk di pasar.

Konsumen Pintar

          Sebagai konsumen, kita memiliki peran penting dalam memastikan produk yang kita konsumsi tetap halal. Meskipun regulasi dan teknologi seperti biosensor halal memerlukan waktu untuk diterapkan, langkah pertama yang bisa kita ambil adalah lebih teliti memeriksa label halal dan memahami komposisi produk.

          Misalnya, marshmallow sering mengandung gelatin yang berasal dari babi, dan produk seperti Pororo bisa mengandung gula atau bahan lain yang diproses dengan sumber hewani. Selain itu, produk olahan lain mungkin mengandung bahan turunan babi seperti lecithin atau emulsifier.

          Dengan meningkatkan kewaspadaan dan pengetahuan tentang bahan-bahan yang terkandung dalam produk, konsumen dapat turut membantu dalam pembentukan ekosistem halal.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img

RP8888