spot_img
Wednesday, June 25, 2025
spot_img

Masih Jarang di Indonesia, Pernah Bertugas di Tokyo Marathon 2025

Berita Lainnya

Berita Terbaru

dr Ali Haedar Sp.EM, KPEC, FAHA, FICEP, Dokter Spesialis Emergensi Darurat di Malang

Tak banyak dokter spesialisasi bidang emergensi medis di Indonesia. Beruntung di Kota Malang ada arek Malang yang punya kompetensi Spesialis Emergensi yang telah dipercaya dan diakui secara internasional. Dia adalah dr Ali Haedar Sp.EM, KPEC, FAHA, FICEP, seorang dokter di RSUD dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang.

MALANG POSCO MEDIA– Pria yang akrab disapa dr Haedar ini dipercaya menjadi tim medis di berbagai ajang internasional. Misalnya seperti PON XX 2021 Merauke, World Superbike Mandalika 2021, MotoGP Mandalika 2022, FIFA U-17 World Cup 2023 hingga Tokyo Marathon 2025.

Dari beberapa ajang itu, pengalaman di Tokyo Marathon 2025 memberikan kesan yang sangat berbeda baginya. Event yang diikuti lebih dari 37 ribu peserta dari seluruh dunia ini menggunakan sistem medis yang sangat presisi dan terintegrasi. Mulai dari call center, pelaporan insiden secara real-time, hingga medical direction yang disiplin dan legal-compliant (patuh terhadap hukum yang berlaku).

“Rasanya seperti menangani simulasi nyata dari mass casualty incident, namun dalam suasana yang sportif dan penuh semangat. Ini pengalaman luar biasa yang akan saya bawa pulang untuk memperkuat sistem EMS (Emergency Medical Service) di Indonesia,” kenang dr Haedar.

Di Tokyo Marathon itu pula, dr Haedar juga benar-benar merasakan tantangan yang sebenarnya sebagai dokter spesialis emergensi medis. Menurut dr Haedar, tantangan yang paling utama adalah koordinasi antar tim medis yang tersebar di sepanjang rute maraton yang sangat panjang dan padat oleh peserta serta penonton.

Komunikasi harus berjalan tanpa hambatan dari lapangan ke pusat komando dan sebaliknya. Kondisi cuaca juga menjadi tantangan besar.

“Suhu meningkat tajam dari 10 derajat celsius di pagi hari, menjadi 20 derajat celsius menjelang siang, yang menyebabkan lonjakan kasus kelelahan panas (heat exhaustion). Kami harus memastikan seluruh AED (Automated External Defibrillator) dalam kondisi optimal dan ditempatkan di lokasi-lokasi strategis untuk respon cepat,” tegas pria kelahiran 4 Mei 1979 tersebut.

Saat itu ia juga sempat menangani kasus henti jantung mendadak (sudden cardiac arrest) di tengah kerumunan peserta. Dua kasus semacam itu berhasil ia tangani dengan CPR (Cardiopulmonary Resuscitation) dan penggunaan AED dalam waktu sangat cepat.

Selain di Tokyo Marathon, MotoGP Mandalika cukup berkesan baginya. Ia bekerjasama dengan beberapa perawat, dokter umum dan dokter spesialis emergensi lainnya dan dipimpin oleh Chief Medical Officer (CMO). Dokter spesialis emergensi ditempatkan di ambulans, safety car serta di helikopter.

“Selama bertugas, kami sempat membantu beberapa pembalap yang mengalami ‘crash’, terutama saat kualifikasi,” lanjut dr  Haedar yang pernah meraih penghargaan dari Kemenkes RI atas bantuan dan layanan kesehatan pada korban Gempa Lombok 2018 tersebut.

Sederet pengalaman penting itu memberikan banyak pelajaran   yang ia yakini bisa menjadi modal berharga kedepannya dalam disiplin ilmu kedokteran khususnya bidang emergensi. Misalnya seperti manajemen call center, penempatan pos medis berbasis analisis risiko, dan koordinasi antarlembaga. Ia yakin ini bisa diterapkan di Indonesia untuk memperkuat sistem EMS nasional.

“Selain itu, saya juga mendapatkan wawasan yang dalam dari pendekatan tim lintas disiplin yang diterapkan di Jepang (seperti saat Tokyo Marathon), yang bisa menjadi inspirasi bagi pembentukan tim serupa di Tanah Air,” tambah dr Haedar yang saat ini tengah menempuh program doktoral Ph.D Bidang Emergency Medicine di Kokushikan University Jepang.

Lebih dari itu, sebagai dokter spesialis emergensi, dr  Haedar berharap ilmu kedokteran emergensi, khususnya pre-hospital emergency care yaitu layanan atau penanganan medis darurat sebelum masuk rumah sakit juga bisa terus berkembang di Indonesia. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Malang kini sudah mulai menerapkannya dengan membentuk Public Safety Center (PSC) dan 119 sebagai pusat panggilan daruratnya.

Sebagai informasi, dr Haedar sendiri selain termasuk dalam Tim Tenaga Cadangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, juga termasuk dalam Tim Fasilitator Peningkatan Kapasitas Public Safety Center 119 Kementerian Kesehatan RI. Ia juga yang berperan penting dalam penyusunan delapan pedoman nasional, termasuk pedoman untuk penanggulangan gawat darurat terpadu dan penanganan krisis kesehatan.

“Pre hospital emergency care dibentuk untuk menguraikan konsep kunci pengembangan sistem emergensi pra-rumah sakit, dengan berbagai elemen yang dapat mengurangi tingkat morbiditas dan mortilitas,” pungkasnya. (ian/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img