MALANG POSCO MEDIA-Konsep wisata heritage yang melenceng di Koridor Kayutangan (Jalan Basuki Rahmat) memang diprediksi bakal terjadi seperti saat ini. Apalagi pegiat wisata di Kayutangan tak dilibatkan.
Diakui Kayutangan kini jadi tempat nongkrong andalan di Kota Malang. Namun komentar dan kesan miring tentang wisata Kayutangan kerap didengar warga. Umumnya bernada, “Kayutangan begitu-begitu aja”. Suara miring terkait Kayutangan Heritage juga kerap terlontar oleh para wisatawan lantaran tak kuatnya kesan heritage.
“Yang paling sering terdengar kan; kok cuma begini saja, ada juga yang bilang cuma tempat selfie, ada yang bilang mirip Malioboro. Kalau di depan (koridor) ya memang begitu. Kalau masalah rame, tentu lebih rame sekarang, jadi seperti pusatnya anak muda nongkrong,” kata Edi, warga Kayutangan.
Ramainya kawasan Kayutangan ini disampaikan Edi membuat warga yang ada di dalam kampung juga makin bersemangat untuk ikut andil. Dari tahun ke tahun, warga inisiatif membuka usaha untuk merespon peluang yang ada.
“Di dalam ini awalnya dulu cuma ada beberapa, sekarang sudah banyak sekali. Sekarang banyak orang (wisatawan) yang berjalan-jalan ke dalam kampung untuk wisata,” syukur Edi.
Kendati demikian, selain soal nuansa heritage, Edi juga berharap kedepan pemerintah perlu memikirkan dengan baik penyediaan fasilitas atau sarana prasarana pendukung. Yakni terutama soal parkir.
“Kalau masalah ramai, ya sangat ramai. Tapi harus dipikirkan parkirnya juga. Karena banyak orang itu mengeluhkan parkir. Kalau heritagenya dapat, wisatanya dapat, makannya (kuliner) dapat, termasuk parkirnya juga dapat, orang itu pasti akan kembali lagi ke Kayutangan,” harap dia.
Ketua Pokdarwis Kampung Kayutangan Heritage Mila Kurniawati menyampaikan, sejak awal pembangunan di koridor Kayutangan, pihaknya tidak banyak dilibatkan meski sebelumnya memang sempat ada komunikasi. Ia pun tentu menyayangkan di koridor Kayutangan sejak awal sampai sekarang nuansa heritage memang tidak terasa.
“Sejauh ini kalau dilihat fasad bangunannya, memang sudah makin berubah dan sudah tidak ada lagi aslinya. Tentu kami menyayangkan, karena wisatawan ke sini tentu inginnya menikmati heritage. Berjalannya waktu, makin menjamur dan sekarang tidak ada yang kosong, dan sekarang beralih fungsi yang awalnya bangunan heritage, sudah menjadi kekinian,” ujar Mila.
Meski sangat menyayangkan, kondisi seperti ini, dikatakan Mila juga menjadi peluang tersendiri bagi pihaknya yang mengelola wisata dalam kampung. Ia sering memotivasi warga di dalam kampung untuk bisa menangkap peluang tersebut dengan baik.
“Di sisi lain, kami yang di dalam kampung, kondisi ini jadi satu keuntungan. Apabila tidak menemukan heritage di luar atau koridor, maka bisa mendapatkannya di dalam. Itu semangat yang kami motivasikan ke warga,” sebut dia.
Di dalam kampung, ditegaskan Mila kondisi fasad bangunan heritage lebih terjaga sampai saat ini. Tidak hanya sekadar terjaga, puluhan bangunan bernuansa heritage di dalam kampung telah bertransformasi menjadi sebuah sumber pemasukan ekonomi bagi pemilik bangunan. Ada yang berubah menjadi kafe, kedai, dan sebagainya.
“Totalnya ada sekitar 30 yang berubah fungsi untuk usaha dan sebagainya. Dari sisi harga, tentu lebih murah dibandingkan yang ada di koridor. Lalu konsepnya bukan murni kafe, tapi lebih ke ngopi di rumah tua. Jadi sekaligus bisa menikmati bangunan heritage sekaligus menikmati kopi,” jelasnya.
Untuk rencana redesain koridor Kayutangan, Mila mengaku sudah melihat cuplikan desain yang dibuat oleh IAI. Menurut hemat Mila, secara umum nuansa heritage lebih terasa dibandingkan dengan yang ada sekarang.
Misalnya seperti berubahnya ornamen lampu yang berwana kuning dan hijau, lalu dilebarkannya pedestarian, warna bangunan yang seragam di sepanjang koridor, hingga aksesoris bollard yang bisa menghiasi Kayutangan.
Ia berharap, desain yang lebih terasa nuansa heritagenya itu bisa diaplikasikan dengan baik sesuai desain. Selain itu, adanya rencana redesain itu memang sebaiknya semua pihak termasuk para pakar maupun para pengamat agar dilibatkan secara aktif selama eksekusi pelaksanaannya.
Lebih dari itu, Mila juga berharap agar kedepan pemangku kebijakan bisa turut melakukan pembangunan di dalam kampung. “Saat kami diundang untuk melihat cuplikan desain, semua peserta rapat kan diminta satu per satu pendapatnya. Saat itu, komentar saya ya tetap meneriakkan yang sama sejak dulu. (Yaitu) Kenapa pembangunan di koridor depan terus, yang di dalam bagaimana,” tutupnya. (ian/van)