Banyak orang biasa lupa waktu saat mengakses media sosial (medsos). Aktivitas scrolling dan swipe up layar gadget suka berlama-lama. Jari terus digerakkan berselancar dari satu konten ke konten yang lain. Tak jarang aktivitas ini bikin ketagihan hingga banyak orang tak bisa lepas dari medsos. Ada perasaan senang yang muncul saat menikmati aneka konten di medsos. Rasa senang ini dipicu oleh dopamin di otak.
Dopamin adalah zat kimia otak (neurotransmitter) yang berkaitan dengan sistem penghargaan otak. Ia memberi perasaan senang setiap kali kita mendapatkan sesuatu yang berharga bagi otak seperti makanan, minuman, perhatian, dan penghargaan lain. Ketika seseorang menyukai unggahan konten medsos kita, otak mengartikan itu sebagai bentuk penerimaan sosial dan meresponsnya dengan memproduksi dopamin.
Sifat dopamin ini selalu minta lebih. Kalau seseorang awalnya mengakses medsos satu jam sehari misalnya, maka pada kesempatan berikutnya ingin terus meningkat, tak cukup hanya satu jam. Dopamin ini mampu memberi sensasi menyenangkan yang ingin kita ulangi lagi dan lagi. Akhirnya banyak orang kecanduan dan sulit lepas memburu kesenangan di medsos.
Demi dopamin tak sedikit orang selalu memenuhi kesenangannya. Demi dopamin pula akhirnya banyak orang banyak mengakses konten-konten receh dan tak penting. Padahal masifnya orang mengonsumsi konten pendek dan sampah dapat memicu terjadinya pembusukan otak (brain root). Salah satu penyakit digital yang saat ini jadi problem global yang butuh penanganan dengan segera.
Anna Lembke (2021) dalam bukunya berjudul “Dopamine Nation: Finding Balance in the Age of Indulgence” menjelaskan bahwa dopamin adalah neurotransmiter utama dalam sistem penghargaan otak yang mendorong manusia untuk mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit. Dopamin inilah yang menjadikan seseorang menemukan kesenangan termasuk kesenangan saat bermain medsos.
Kuasa Algoritma
Saat kita mengakses konten tertentu di medsos maka apa yang kita cari direkam oleh mesin dan secara otomatis kita akan disuguhi beragam konten lain yang senada dengan yang kita cari sebelumnya. Inilah kerja mesin algoritma digital. Melalui algoritma ini banyak orang tanpa sadar telah dikendalikan. Kuasa algoritma begitu perkasa mendekte dan mengarahkan kita atas beragam konten yang sangat masif di medsos.
Kaitan antara dopamin dan algoritma digital sangat erat, terutama dalam konteks bagaimana platform medsos dan beragam aplikasi hiburan dirancang untuk memicu kecanduan. Dopamin itu ibaratnya bahan bakar psikologis. Sementara algoritma adalah sopir yang tahu ke mana harus membawanya dan bagaimana agar kita tak pernah ingin turun dari kendaraan. Kuasa algoritma turut mengendalikan munculnya dopamin.
Dopamin dilepaskan otak kita saat mengantisipasi sesuatu yang menyenangkan atau bermanfaat. Ia tak hanya muncul saat kesenangan terjadi, tetapi bahkan sebelum kesenangan itu didapatkan. Kita merasa semangat saat melihat dan mencium aroma makanan tertentu yang enak misalnya, maka hal ini terjadi karena dopamin sedang dilepaskan otak. Kita merasa senang dan penasaran saat mendapatkan notifikasi baru di medsos maka perasaan itu muncul karena dopamin mulai bekerja.
Algoritma digital khususya di medsos dan aplikasi hiburan dirancang untuk menyajikan rangsangan yang memicu pelepasan dopamin secara berulang. Tujuannya untuk meningkatkan keterlibatan (engagement) agar pengguna dapat menghabiskan lebih banyak waktu, meng-klik lebih banyak konten, terpapar lebih banyak iklan, hingga pada akhirnya menghasilkan lebih banyak data dan keuntungan bagi pemilik platform.
Dopamin membuat kita terus-menerus menanti hadiah, mengejar pujian, dan menunda kepuasan. Ini yang menjadikan mengapa medsos sangat adiktif. Otak mengharapkan respons sosial seperti like dan comment, dan setiap ekspektasi itu disambut lonjakan dopamin. Di medsos kita sering menantikan konten selanjutnya, notifikasi terbaru, atau pujian yang mungkin datang setelah unggahan kita. Kita terus mencari, terus update, dan terus berharap.
Kesadaran Digital
Kuatnya penetrasi teknologi komunikasi tak perlu membuat kita lantas memusuhi teknologi tersebut. Solusi yang bisa dilakukan adalah dengan membangun kesadaran dan kedaulatan digital. Upaya ini dapat dilakukan dengan menyadari bahwa kita sering terdorong membuka medsos karena kecemasan, bukan kebutuhan. Di sinilah perlunya mengatur waktu penggunaan medsos dan jeda digital.
Kita perlu sadar bahwa sering demi dopamin tak jarang kita melakukan apa saja. Masifnya akses pada medsos pada beragam konten receh mengindikasikan banyak orang ingin selalu mengejar kesenangan dengan bermedsos. Desainer platform digital memahami benar kekuatan dopamin. Medsos tak hanya dibangun untuk berkomunikasi tetapi dirancang agar otak kita tak ingin berhenti memakainya.
Demi menuruti dopamin banyak orang terjebak dalam siklus yang tak berkesudahan antara memposting konten, menunggu reaksi, merasa senang atau merasa kurang, dan memposting konten lagi. Begitu seterusnya, menjalani sebuah lingkaran yang tampaknya biasa, tapi bisa mengikis makna kehidupan digital.
Medsos memang bukan musuh. Tapi jika kita hidup hanya demi mengejar dopamin, kita akan kehilangan arah. Kehidupan nyata tak selalu cepat, tak selalu menyenangkan, tak selalu dapat diukur dengan penilaian orang lain lewat like dan comment. Dan tanpa mengejar itu semua sebenarnya tak jadi masalah. Karena hidup yang dijalani demi dopamin adalah hidup yang akan selalu merasa kurang.(*)