spot_img
Saturday, June 21, 2025
spot_img

Candu Internet dan Kesalehan Digital

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Warga Indonesia resmi menyandang predikat pengguna ponsel untuk internetan terbanyak di dunia. Data ini pun menegaskan bahwa seiring bertambahnya waktu, masyarakat Indonesia semakin tergantung dan terpapar dengan internet, terutama lewat smartphone. Kebiasaan ini tentu menjadi hal yang harus ditanggulangi seriring dengan makin cepatnya penggunaan teknologi digital di Tanah Air.

          Berdasarkan rilis data  Global Overview Report Tahun 2025, sebesar 98,7 persen masyarakat Indonesia usia 16 tahun ke atas telah “fasih” mengakses internet, melampaui Filipina dan Afrika Selatan yang sama-sama mencatat angka 98,5 persen. Sementara, sebesar 63 persen menggunakan ponsel untuk mengakses internet.

          Lebih dalam lagi, rata-rata waktu yang dihabiskan warga Indonesia untuk berselancar di dunia maya juga mencengangkan, yaitu 7 jam 22 menit per hari. Ini jauh lebih tinggi dibanding rata-rata global yang hanya 6 jam 38 menit. Meskipun hal ini masih kalah dibandingkan penggunaan internet di Afrika Selatan dan Brasil.

          Soal durasi lama penggunaan, orang Indonesia menghabiskan rata-rata 4 jam 38 menit per hari berselancar lewat ponsel, melampaui rata-rata global 3 jam 46 menit. Sementara penggunaan komputer hanya 2 jam 43 menit, sedikit lebih rendah dari rata-rata global 2 jam 52 menit.

          Dari sisi demografi, perempuan usia 16-24 tahun tercatat sebagai pengguna ponsel paling aktif dengan durasi 4 jam 44 menit per hari. Sementara laki-laki usia 25-44 tahun cenderung lebih banyak menggunakan komputer, meski tak selama pengguna ponsel.

Peningkatan Literasi Digital

          Setidaknya terdapat beberapa manfaat dari menggunakan internet yang berdampak terhadap peningkatan literasi pada masyarakat. Pertama, internet dapat memberikan akses informasi yang luas dan tak terbatas bagi pengguna, sehingga dapat memberikan pilihan kepada mereka untuk melakukan pencarian dan cross-check terhadap informasi yang mereka dapatkan.   Kedua, penggunaan internet dapat meningkatkan kemampuan pengguna untuk dapat menavigasi berbagai situs web dan platform online, sehingga meningkatkan kemampuan mereka untuk mencari informasi yang relevan dan dibutuhkan.

          Ketiga, penggunaan internet dapat meningkatkan literasi dalam berkomunikasi dengan orang lain secara virtual, melalui berbagai platform, seperti email, media sosial, dan forum online. Hal ini memungkinkan terjadinya kolaborasi dengan orang lain dalam proyek-proyek online, sehingga meningkatkan kemampuan mereka untuk bekerja sama dan berbagi pengetahuan.

          Keempat, penggunaan internet dapat meningkatkan kemampuan critical thingking (berpikir kritis) sehingga pengguna dapat melakukan evaluasi terhadap informasi yang mereka temukan online, sehingga meningkatkan kemampuan mereka untuk berpikir kritis dan membuat keputusan yang tepat.

          Selain itu, penggunaan layanan ini dapat meningkatkan kemampuan untuk melakukan identifikasi, sehingga meningkatkan kemampuan mereka untuk membuat keputusan yang tepat.

          Dalam sintesis, penggunaan internet dapat meningkatkan literasi digital dengan memungkinkan pengguna untuk mengakses informasi, berkomunikasi, berkolaborasi, dan berpikir kritis. Oleh karena itu, penting untuk mempromosikan penggunaan internet yang aman dan efektif untuk meningkatkan literasi digital.

Menggunakan Secara Beradab

          Berdasarkan rilis survey tingkat kesopanan pengguna internet oleh Microsoft yang bernama “Digital Civility Index (DCI)” pada tahun 2020, diperoleh hasil yang cukup mengejutkan bagi kita, dimana pengguna internet Indonesia menjadi juara satu netizen paling tidak sopan se-Asia Tenggara, alias. Negara Indonesia menempati  terbawah keempat atau urutan ke-29 dari 32 negara yang disurvei.

          Survei tingkat kesopanan yang melibatkan 16.000 responden 32 negara, dimana 503 responden survei berasal dari Indonesia. Berisi sejumlah angket pertanyaaan keterpaparan mereka terhadap 21 risiko online yang berbeda dalam empat kategori: perilaku, seksual, reputasi, dan pribadi.

          Berdasarkan hal tersebut di atas, internet seolah dua sisi mata uang yang memberikan dampak positif sekaligus dampak negatif. Di antara dampak positif dari keberadaan fasilitas ini adalah meningkatnya literasi informasi dan data, kemampuan untuk memperoleh informasi yang tepat dan dibutuhkan serta kemampuan untuk melakukan navigasi, filter berita dan berpikir kritis.

          Namun di sisi lain juga mengakibatkan beberapa ekses negatif berupa praktik “matinya rasa” kemanusiaan dalam penggunaan internet atau media sosial. Seperti perundungan (bullying), sumpah serapah, penyebaran berita palsu (hoax), dan kurang menghargai privasi seseorang. Beberapa praktik negatif inilah yang menjadikan kita ditahbiskan sebagai pengguna internet yang paling tidak sopan di Asia Tenggara.

          Dengan demikian, diperlukan “usaha penyadaran” secara berjamaah dan reflektif untuk menanggulangi hal ini. Sebab dalam kondisi ideal, menurut Aristoteles seharusnya peningkatan literasi (berilmu) seseorang, harusnya semakin baik dalam bertutur kata dan berperilaku.

          Maka dari itu makin relevanlah pernyataan Alvin Toffler yang menyatakan bahwa, “seseorang yang miskin literasi (illiterate) di Abad 21 ini bukanlah mereka yang buta huruf (tidak bisa membaca), melainkan mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk senantiasa belajar, merasa dan memahami.”

Dalam perpektif Islam, perbuatan baik: termasuk dalam menggunakan internet atau bermedia sosial, merupakan tolok ukur dari baiknya keislaman seseorang. Selain itu, tanda dari berkahnya hidup seseorang dapat dilihat dari tiga hal penting. Yaitu mampu untuk menyebarkan kedamaian kepada sesama, mampu bertutur kata yang baik, dan dermawan. Jika tinggi literasi, maka harus tinggi pula budi pekerti!.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img