MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU– Laporan dugaan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami oleh Herlin Kurnia Sari (42), seorang ASN di Cabang Dinas Pendidikan Jawa Timur Wilayah Kota Malang terus bergulir. Kali ini terlapor, A. Faidlal Rahman yang merupakan istri dari pelapor angkat bicara.
Faid, sapaan akrab terlapor mengaku dirinya merasa terkejut atas laporan KDRT yang dilayangkan istrinya ke Polres Batu. Laporan tersebut telah terregistrasi dengan Nomor: LPM/419/VII/2025/SPKT/POLRES BATU/POLDA JAWA TIMUR. Saat dikonfirmasi, Faid memberikan penjelasan berbeda. Bahkan ia mengaku kebingungan sekaligus kecewa dengan laporan yang dibuat oleh istrinya. Terlebih hingga saat ini dirinya masih mencari keberadaan Herlin yang dinyatakan hilang sejak Kamis, 19 Juni 2025.
“Saya benar-benar terkejut membaca pemberitaan di beberapa grup WhatsApp Kota Batu yang menyebut istri saya melaporkan saya atas dugaan KDRT. Padahal, saya sendiri masih mencari istri saya yang sejak Kamis pagi tidak kembali ke rumah,” ujar Faid Selasa (24/6) pagi.
Ia menceritakan awal muda istrinya hilang. Pada Kamis tanggal 19 Juni 2025 pagi, ia dan istrinya berangkat bersama dari rumah. Mereka mengunjungi Bank Jatim dan pegadaian. Setelah itu, mereka berpisah di depan Indomaret yang berada tepat di depan Kantor Kelurahan Sisir.
“Sebelum berpisah, kami bahkan sempat berjabat tangan dan istri saya mencium tangan saya. Saya juga sempat tanya, ‘mau ke mana setelah ambil rapor?’ dan dia jawab, ‘langsung pulang’,” ungkapnya.
Namun hingga malam hari, Herlin tidak kunjung kembali ke rumah. Bahkan Faid sudah menunggu hingga dua hari, sebelum akhirnya Faid melapor ke pihak kepolisian (Polsek Batu, red.) bahwa istrinya hilang. Ia juga mengaku telah lebih dulu memberitahukan pihak keluarga, termasuk mertuanya, terkait rencana pelaporan tersebut.
“Saya sampaikan ke mertua saya, bahkan disaksikan oleh saudari istri saya. Saya juga tulis di grup WhatsApp keluarga kalau saya akan melapor ke polisi kalau dalam waktu 2×24 jam istri saya belum kembali atau memberi kabar,” bebernya.
Terkait tuduhan KDRT, Faid mengaku belum pernah diberi kesempatan untuk mengklarifikasi secara langsung di hadapan penegak hukum dan berharap penyelidikan bisa berjalan objektif berdasarkan fakta yang ada. “Terkait laporan dugaan KDRT yang ditujukan kepada saya, saya belum bisa berkomentar karena saya juga mengalami tekanan mental. Nanti biar pengacara saya yang akan menyampaikan semuanya kepada pihak kepolisian. Intinya, di rumah ada CCTV yang sewaktu-waktu bisa dibuka,” terangnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Herlin (pelapor, red.), Sulianto mengatakan bahwa sudah beberapa kali kliennya menerima kekerasan fisik dari suaminya yang berinisial AFR, termasuk pemukulan di bagian kepala dan wajah yang mengakibatkan trauma dan kondisi psikis yang memburuk. Terkahir kekerasan dilakukan pada Jumat (14/7) Juli di rumahnya Jalan Raya Brantas, No 29 RT 2 RW 1 Kelurahan Ngaglik, Kec/Kota Batu.
“Sebenarnya korban atau pelapor tidak hilang. Namun bersembunyi di rumah keluarga karena suaminya (AR, red.) melakukan KDRT. Kami telah melaporkan suaminya karena telah melakukan pemukulan sebanyak empat kali mengenai bagian wajah, bibir bawah, dahi dan kepala atas. Bahkan saat korban berusaha menangkis, terlapor justru mengancam akan berbuat lebih kejam lagi,” ujar Sulianto.
Lebih lanjut, Suli menceritakan bahwa cek cok dipicu aras dugaan bahwa korban telah menggadaikan sertifikat rumah, BPKB mobil dan motor, perhiasan anak, serta mengambil uang dari rekening anak tanpa seizin suaminya. Atas hal tersebut perselisihan pun memuncak menjadi kekerasan fisik.
“Usai cek cok terjadi KDRT yang kemudian pelapor (Herlin, red.) diusir dari rumah oleh terlapor (AR, red.) dengan ancaman dan intimidasi. Klien kami bilang bahwa dirinya boleh pulang ke rumah oleh terlapor setelah urusan diselesaikan,” bebernya.
Atas peristiwa tersebut korban atau pelapor sempat mengalami kondisi fisik yang memburuk seperti mual dan pusing, serta tekanan psikologis yang berat pasca kejadian. Pelapor juga telah menjalani visum usai KDRT terjadi yakni pada 14 Juni 2025. “Kami rasa klien kami juga harus mendapatkan pendampingan dari psikiater karena mengalami trauma berat. Bahkan, karena kondisi tersebut, korban tidak masuk bekerja dan telah izin tidak masuk kerja,” terangnya.
Dengan permasalahan tersebut, Suli dengan tegas membantah bahwa informasi yang di sebarkan di media sosial yang menerangkan bahwa pelapor hilang. Ia menegaskan bahwa kabar tersebut tidak benar dan menyesatkan publik. “Jadi kami tegaskan bahwa klien saya tidak hilang. Yang benar, ia diusir setelah kejadian kekerasan itu dan memilih pergi demi keselamatan diri. Justru terlapor yang membuat laporan orang hilang ke Polsek Batu dan menggunakan nomor ponsel milik kakak pelapor dan asisten rumah tangga korban tanpa izin,” tegasnya. (eri/udi)