Di tengah derasnya arus informasi digital dan pertumbuhan gaya hidup sadar halal, kini saatnya Malang, sebagai kota pelajar dan kota kreatif, tampil memimpin gerakan halal kekinian. Bukan hanya sebagai kota konsumsi, tapi juga sebagai kota yang melahirkan komunitas halal berdaya, cerdas, dan visioner.
Komunitas ini tidak perlu dimulai dari sesuatu yang besar. Justru yang paling penting adalah membangun ekosistem kecil yang tumbuh konsisten, mewakili suara anak muda yang ingin hidup halal bukan karena kewajiban semata, tapi karena paham, bangga, dan siap mengembangkan potensinya.
Kegiatan paling mudah dan dekat dengan keseharian adalah review makanan halal lokal. Tapi bukan sekadar konten rasa dan harga, harus ada elemen kehalalan dan keamanan pangan yang diulas. Mulai dari pedagang gerobak depan kampus, warung yang viral di TikTok, kedai unik pinggir jalan, hingga restoran dan hotel berbintang.
Harus dibuat kategorisasi: UMKM, kedai kecil, kafe mahasiswa, dan tempat premium. Review ini bisa dilakukan sambil menyebarkan informasi seputar label halal, izin BPOM, dan kebersihan dapur. Hal ini bukan hanya membantu konsumen, tapi juga mendorong pelaku usaha untuk sadar pentingnya sertifikasi halal dan standar higienitas, yang kadang dianggap rumit dan tidak perlu oleh sebagian UMKM. Terkait regulasi halal, perlu diketahui terdapat skema reguler dan juga self declare yang perlu disampaikan di konten kekinian.
Konten ini perlu dilengkapi dengan pembentukan komunitas. Komunitas halal kekinian di Malang bisa hadir sebagai penjembatan informasi, menyampaikan regulasi halal dan keamanan pangan dengan pendekatan yang ringan, visual, dan aplikatif. Misalnya, Infografis di Instagram tentang “Cara Cek Produk Halal”, video pendek “Bedanya BPOM dan Halal”, dan juga webinar kolaborasi dengan kampus.
Perlu dicatat pula, beberapa kampus di Malang telah memiliki Halal Center dengan berbagai kegiatan aktif yang bisa diulas. Melalui pendekatan seperti ini, komunitas halal tidak akan terkesan berat atau eksklusif, tetapi justru menjadi media belajar yang menyenangkan dan solutif.
Sainstek dan Fikih Halal
Ada celetukan, masyarakat ini takut dengan makanan yang mengandung babi, tapi tidak takut dengan sumber keuangannya yang halal atau haram. Stigma ini perlu dikaji lagi melalui pendekatan sainstek dan fikih. Edukasi adalah kunci dari solusi. Gerakan halal harus naik kelas. Harus ada edukasi bahwa halal bukan sekadar keyakinan, tapi juga bisa dibuktikan melalui sains dan teknologi.
Misalnya, bagaimana teknologi DNA barcoding, biosensor, ataupun pendekatan omics lain bisa digunakan untuk mendeteksi bahan non-halal dalam makanan secara cepat dan akurat. Ini bisa menjadi materi diskusi, workshop, atau konten menarik yang melibatkan mahasiswa dari jurusan bioteknologi, pangan, teknik kimia, bahkan desain produk.
Dengan begitu, komunitas ini bukan hanya tempat berkumpulnya penikmat kuliner, tapi juga ruang edukasi lintas disiplin ilmu, yang bisa melahirkan inovasi halal berbasis riset.
Sains teknologi tentu saja berpijak pada pemahaman fikih yang benar. Halal tidak bisa dilepaskan dari landasan syariat Islam. Namun, pendekatan dakwahnya tidak perlu kaku. Komunitas ini bisa menggelar kajian ringan tentang bahan kritis pada pangan, diskusi hikmah halal dalam kehidupan modern, ataupun ngobrol santai bersama ustadz muda, ahli fikih kontemporer, atau tokoh perempuan Muslim. Pendekatan ini bisa menjadikan belajar fikih tidak terasa menggurui, tapi justru menginspirasi dan menjadi bagian yang hidup dalam gerakan.
Peluang Skala Global
Dengan pendekatan yang cerdas dan kolaboratif, komunitas halal di Malang punya peluang besar untuk menjadi role model, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga di kancah internasional. Malang sendiri merupakan kota yang sangat strategis, karena selain dikenal sebagai kota pelajar dan destinasi wisata, kota ini juga menjadi tempat berkumpulnya mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia bahkan dari luar negeri.
Para mahasiswa internasional ini berpotensi menjadi duta penyebaran nilai-nilai halal ketika mereka kembali ke negara asalnya, sehingga komunitas halal di Malang dapat memiliki jangkauan dan dampak global yang signifikan. Selain itu, Malang memiliki banyak UMKM makanan yang sudah siap untuk menembus pasar ekspor.
Namun, tantangan utama yang sering dihadapi para pelaku usaha kecil ini adalah pemahaman dan akses terhadap regulasi serta sertifikasi halal yang formal. Dengan hadirnya komunitas halal yang fokus pada edukasi sertifikasi halal dan pengemasan produk yang baik, UMKM tersebut dapat “naik kelas” menjadi pemain yang kompetitif di pasar internasional.
Dampak dari peningkatan kualitas dan kepercayaan konsumen ini akan dirasakan tidak hanya oleh pelaku usaha dan ekonomi lokal Malang, tetapi juga turut memperkuat citra Indonesia sebagai negara dengan industri halal yang profesional dan dipercaya secara global. Ini adalah kesempatan emas untuk memperkuat posisi Indonesia di pasar halal dunia dengan memulai dari komunitas berbasis lokal yang kuat dan terintegrasi.(*)