MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Dua DAM di Kabupaten Malang menjadi target normalisasi, kemarin. Yakni, Dam Karangjambe Desa Slamet, Kecamatan Tumpang dan Dam Golek Desa Karangdureng, Kecamatan Pakisaji. Normalisasi ini dilakukan menjelang musim kemarau dan sebagai upaya mencegahan banjir saat musim penghujan datang.
“Terjadi pendangkalan ini salah satu alasan untuk dilakukan normalisasi. Sehingga saat musim hujan datang, air yang mengalir tidak meluap,’’ kata Kepala Dinas PU Sumber Daya Air (SDA) Kabupaten Malang Farid Habibah. S.T., M.T.
Habibah menyebutkan pekerjaan normalisasi ini dilakukan hingga sepekan ke depan. Selain menggunakan tenaga manusia, normasilisasi ini juga menggunakan alat berat.
“Sedimen yang mengakibatkan pendangkalan aliran air ini dikeruk semuanya. Sehingga aliran air pun normal,’’ urainya.
Dia menyebutkan, sedimen yang tertimbun di area Dam cukup banyak. Jika tidak dilakukan pegerukan, maka semakin tinggi, akibatnya terjadi pendangkalan.
“Saat kondisinya dangkal, maka rentan terjadi banjir saat musim penghujan,’’ urainya.
Selain dam, saluran irigasi juga menjadi target Dinas PU SDA untuk dinormalisasi. Menurut Habibah normalisasi saluran irigasi dilakukan agar air yang mengalir ke sawah normal.
“Saat airnya lancar, maka tidak ada istilah gilir untuk mengaliri sawah. Tapi kalau sudah ada pendangkalan, potensi kering pun tinggi. Hal ini tidal boleh terjadi,’’ tambahnya.
Untuk melakukan normalisasi pihaknya memang tidak bisa serentak. Namun bertahap karena alat berat yang digunakan mengeruk milik Dinas PU SDA tidak semuanya kondisinya sehat. Dari tujuh alat yang dimiliki hanya sekitar empat saja yang bisa beroperasi. Itupun tidak maksimal, lantaran usia alat berat itu sudah tua.
“Efektifitas dan efisiensi alat berat kami sudah jauh berkurang. Tapi itu tidak menyurutkan semangat teman-teman di lapangan. Saat ada jadwal kegiatan normalisasi, maka langsung dilakukan,’’ tambah wanita berjilbab ini.
Kecuali menurut dia normalisasi saluran irigasi di wilayah Desa Pujiharjo, Kecamatan Tirtoyudo. Menurut Habibah tidak bisa ditangani lantaran aliran tersebut berada dibawa Balai Besar Wilayah Sungai Brantas.
“Saat pendangkalan terjadi di wilayah itu, kami tidak bisa berbuat banyak. Selain itu bukan kewenangan kami, juga alat kami tidak mumpuni,’’ tambahnya.
Ia menyebutkan pihaknya tidak memiliki alat berat yang kuat dengan ‘tangan panjang’.
“Tapi kami bukan berarti diam ya. Saat normalisasi tidak bisa, kami langsung mengusulkan bronjong ke BBWS. Usulan sudah kami sampaikan, sudah diberi signal hijau, ya semoga tidak lama lagi bronjong sudah terpasang, sehingga potensi air meluap di jalan dan rumah warga pun dapat ditekan,’’ ungkapnya.
Dia menyebutkan saat saluran air mengalami pendangkalan, maka potensi air meluap dari saluran irigasi, maupun sungai sangat tingga. Terutama saat musim penghujan. “Makanya itu, harus dikeruk sedimennya untuk normalisasi,’’ pungkasnya.(ira/jon)