spot_img
Wednesday, July 23, 2025
spot_img

Gaya Elektromagnetik Bikin Pengelasan Presisi, Kuat dan Efisien

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Dunia pengelasan kini menghadapi terobosan baru dengan kehadiran teknologi Electromagnetic Force (EMF) yang dikembangkan oleh Prof. Dr. Ir. Sugiarto, S.T., M.T., Guru Besar ke-32 Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB).

Inovasinya tersebut dinilai mampu menjawab persoalan cacat las yang selama ini menjadi tantangan di industri manufaktur dan konstruksi. Dalam pemaparannya, Prof. Sugiarto menjelaskan bahwa meskipun prosedur pengelasan telah dilakukan sesuai standar, cacat seperti porositas, heterogenitas struktur, dan zona tidak tercampur (Unmixed Zone/UMZ) masih sering muncul.

“EMF hadir sebagai solusi dengan memanfaatkan gaya elektromagnetik untuk mengoptimalkan aliran logam cair, menghasilkan sambungan yang lebih kuat dan presisi,” ujarnya, Selasa, (22/7)

Menurutnya, teknologi tersebut menawarkan sejumlah kelebihan. Yakni penurunan suhu puncak dan laju pendinginan, mengurangi risiko retak, pengurangan porositas dan cacat mikro lainnya, struktur las lebih homogen dengan UMZ yang lebih sempit, peningkatan kekuatan mekanik sambungan serta efisiensi energi karena kampuh las bisa dibuat lebih sempit dan dalam. 

“Dengan EMF, logam cair bergerak lebih dinamis, sehingga pengadukan lebih merata. Ini juga memungkinkan pengelasan lebih efisien tanpa perlu menambah arus atau panas,” tambah Prof. Sugiarto, yang juga dikenal dengan risetnya di bidang rekayasa material. 

Ia menambahkan, meski menjanjikan, teknologi ini masih memiliki beberapa keterbatasan. Seperti hanya efektif untuk logam feromagnetik seperti baja dan berpotensi menyebabkan pembelokan arah busur las. Namun, Prof. Sugiarto optimis bahwa dengan pengembangan lebih lanjut, kendala tersebut dapat diatasi. “Kami terus melakukan riset untuk memperluas aplikasi EMF, termasuk pada material non-feromagnetik,” jelasnya. 

Ia berharap, inovasi ini dapat menjadi solusi bagi industri pengelasan di Indonesia maupun global, mengurangi kegagalan struktural, dan meningkatkan daya saing produk manufaktur. “Ini adalah langkah menuju pengelasan yang lebih presisi, kuat, dan efisien,” pungkas profesor ke-432 UB tersebut.(hud/lim)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img