MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen. Kebijakan ini diperkirakan akan memberikan dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat, khususnya di daerah yang mengandalkan sektor perdagangan, termasuk Kota Malang.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Malang Febrina mengatakan bahwa penurunan suku bunga acuan ini akan berdampak pada sejumlah aspek di sektor aktivitas keuangan. Salah satunya adalah penurunan suku bunga kredit yang dapat memberikan ruang gerak bagi masyarakat dan pelaku usaha.
“BI memang secara gradual dari awal tahun melihat situasi perkembangan global menurunkan BI Rate. Ini sudah yang ketiga kalinya dan terakhir di 2025 ini menjadi 5.25 persen. Ini akan memberikan ruang lebih banyak untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui transmisi suku bunga,” papar Febrina saat dimintai keterangan, Kamis (24/7) kemarin.
Febrina menyebut, kebijakan ini menjadi sinyal kuat bahwa BI mulai melonggarkan likuiditas. Dengan biaya pinjaman yang lebih rendah, diharapkan dunia usaha maupun rumah tangga akan terdorong untuk lebih aktif dalam konsumsi maupun investasi.
“Ini kebijakan penurunannya baru bulan ini dikeluarkan. Baru nanti akan terlihat di rentang 3 bulan ke depan hingga akhir tahun. Harapannya memang memberikan efek positif bagi pertumbuhan ekonomi. Sektor-sektor seperti padat karya, pertanian dan perumahan itu ada kelonggaran,” pungkasnya.
Sebagai informasi, BI Rate adalah suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai instrumen kebijakan moneter. Suku bunga ini menjadi dasar bagi lembaga keuangan untuk menentukan suku bunga pinjaman dan simpanan mereka. BI Malang memprediksi, dampak nyata dari penurunan BI Rate ini akan mulai terasa dalam tiga bulan ke depan. Efeknya, pertumbuhan ekonomi di Kota Malang diperkirakan akan lebih positif, seiring dengan penyesuaian suku bunga kredit yang lebih terjangkau dan memberi kelonggaran pembiayaan kepada masyarakat.
“Kebijakan BI Rate ini memang salah satu kebijakan agar di lingkup masyarakat perputaran ekonomi terjaga. BI Rate yang tinggi juga sinyal untuk mengerem uang yang beredar. Tetapi di sisi lain ramuannya tetap mendorong KLM (Kebijakan Likuiditas Makroprudensial) itu sendiri,” tambah Febrina. (ica/aim)