Saturday, August 23, 2025

Adaptasi Digitalisasi, Buku untuk Healing

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA-Di tengah gempuran internet, digitalisasi makin kuat, para pegiat komunitas lapak baca justru memanfaatkannya sebagai ruang menyajikan gagasan. Misalnya, hasil kegiatan dipublikasikan ke media sosial. Sementara itu, buku dijadikan sebagai pemulihan atau healing.   

Pesatnya perkembangan teknologi informasi tak bisa terelakkan. Hal ini menjadi tantangan para pegiat komunitas lapak baca. Sebab, berpengaruh pada tingkat minat baca pada buku fisik.

“Kita tidak bisa menghindar dari adanya teknologi, ya. Apalagi muncul pdf, e-book, dan lain-lain. Tapi masih ada yang suka buku fisik. Ada mahasiswa yang suka aroma pada  buku, sehingga buku itu tetap dibaca,” jelas Hari Pendek, Penggerak Sabtu Membaca, ditemui pada Kamis (21/8).

Di sisi lain banyak cara yang dilakukan para pegiat literasi ini memanfaatkan kehadiran teknologi internet. Misalnya membuat Medan Membaca.

Kegiatan Medan Membaca ini adalah berdiskusi melalui Grup WhatsApp (GWA). Anggotanya 25 orang. Tema diskusinya pun beragam, baik tentang buku maupun isu-isu yang sedang hangat di media sosial.

“Kami biasakan di grup untuk saling berdiskusi tentang buku dan isu-isu hari ini,” kata Cak Pendek, sapaan akrab Hari Pendek. Ia menegaskan hal itu juga sebagai salah satu penyesuaian adanya kehadiran teknologi.

Komunitas lapak baca lainnya,   Gelap Terang Pustaka Jalanan setiap Minggu menggelar lapak buku di Taman Singha Kota Malang. Pengurusnya memilih tempat di sana karena ramai, termasuk anak-anak.

“Kami melapak buku setiap hari Minggu karena ramai, termasuk anak-anak,” kata I i,salah satu pengurus Gelap Terang Pustaka Jalanan.

Ia pun tidak bisa memungkiri kehadiran teknologi memengaruhi minat baca buku fisik. Namun di samping itu, informasi bisa cepat dan mudah didapatkan.

“Digitalisasi menjadi suatu sarana untuk mencari isu atau pengetahuan. Dan juga sebagai saran untuk teman-teman mempublikasikan kegiatan maupun karya di media sosial,” jelas I i.

Pria berusia 26 tahun itu menambahkan, isu-isu yang sedang hangat di media sosial pun dapat menjadi bahan diskusi ketika kegiatan lapak baca buku.

Co -founder Kanjuruhan Membaca Aisyah Nawangsari Putri juga merasakan dampak dari digitalisasi pada minat membaca buku. Ia mengaku menonton video, melihat gambar, atau membaca utas singkat lebih menarik daripada membaca buku.

Lalu bagaimana bertahan dan beradaptasi di tengah perubahan teknologi? Sasa   sapaannya Aisyah Nawangsari Putri, menganggap membaca buku sebagai satu bentuk healing.

“Menjauh dari teknologi, dari pesan-pesan Whatsapp, bisa membuat pikiran jernih. Saya rasa buku bisa dipromosikan sebagai sarana untuk healing,” kata Sasa. Selain itu, lanjutnya, mengadaptasi teknologi juga penting untuk menjaga dan meningkatkan minat baca. Misalnya dengan perpustakaan online. Melalui aplikasi atau website, pembaca bisa dengan mudah meminjam buku di perpustakaan. “Kemudahan ini membuat mereka tak lagi malas membaca buku,” pungkasnya. (den/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img