Efisiensi dan Maksimalkan Peran BUMD

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Saran DPR RI Hadapi Pengurangan Transfer Pusat ke Daerah

MALANG POSCO MEDIA- Bakal berkurangnya alokasi Transfer Pemerintah Pusat  ke Daerah (TKD) tahun 2026  harus disikapi lebih serius pemerintah daerah. Beberapa hal harus dilakukan oleh Pemda, agar program kegiatan yang dibutuhkan oleh masyarakat bisa tetap dijalankan.(baca grafis)

Beberapa hal itu   saran dan masukan dari Komisi II DPR RI yang berkunjung ke Pemkot Malang, dalam rangka evaluasi TKD, Jumat (22/8) kemarin. Muhammad Khozin, anggota Komisi II DPR RI yang memimpin rombongan tersebut menyebut ada dua hal yang bisa dilakukan menyikapi bakal s berkurangnya TKD. Yakni yang paling utama adalah efisiensi.

“Filosofi efisiensi itu bukan pemotongan anggaran, tapi realokasi anggaran dari pos yang tidak berdampak langsung ke masyarakat, digeser ke pos yang berdampak. Contoh, anggaran mamin, kunker, seremonial, rapat-rapat, dibatasi untuk ke program berdampak. Seperti makan bergizi gratis, sekolah rakyat, dan sebagainya,” tegas Khozin.

Dengan efisiensi seperti itu, dikatakan Khozin akan memperkuat sistem kebijakan bottom-up karena roda perekonomian masyarakat bisa lebih efektif. Ia yakin, tiap daerah punya ke-khas-an masing masing yang bisa diperkuat potensinya.

“Ada satu daerah yang kuat di SDA-nya (Sumber Daya Alam) bisa diperkuat potensi penerimaan dari SDA. Ada juga yang kuat di sektor lain, juga bisa ditingkatkan,” tambah dia.

Selain efisiensi, langkah lain yang bisa dilakukan oleh pemda yakni memperkuat peran BUMD untuk berkontribusi pada keuangan daerah. Sebab, seperti yang disampaikan Presiden RI Prabowo Subianto, semangat didirikannya BUMN dan BUMD adalah memperkuat dan berkontribusi pada pemerintah. Jangan sampai, BUMN atau BUMD justru kontraproduktif, atau hanya mengandalkan suntikan penyertaan modal dari pemerintah.

“Nah di Kota Malang, salah satu BUMD-nya yaitu PDAM (Perumda Tugu Tirta, red) itu salah satu terbaik di Indonesia. Itu bisa menjadi salah satu penguatan fiskal daerah. Termasuk, BUMD lain perlu diperkuat,” sebut dia.

Selain membahas terkait turunnya TKD, kunjungan Komisi II DPR RI juga merespon fenomena yang terjadi di Kabupaten Pati, yang ditengarai juga imbas dari TKD. Tidak ingin fenomena itu menjadi preseden buruk dan merembet ke beberapa daerah lain, ia berharap  kepala daerah agar betul-betul menjaga dan melakukan mitigasi terhadap tiap kebijakan yang akan diterapkan.

“Kami datang ke sini untuk mendapatkan masukan dan curhatan dari daerah. Istilahnya kami belanja masalah untuk menjadi bahan pembahasan bersama mitra kerja kami dengan Kemendagri. Paling tidak, ada salah satu daerah di Jawa timur yang masyarakatnya rukun, pemerintahannya berjalan baik, dan bisa menjadi contoh untuk daerah lain,”  ujar Khozin.

Dalam kunjungan itu, rombongan DPR RI juga berdiskusi dengan seluruh perangkat daerah di Pemkot Malang. Berdasarkan hasil diskusi, Khozin mendapati adanya perlakuan yang ternyata berbeda dari satu daerah dengan yang diterapkan di daerah lain.

Yaitu pemberlakuan skema single tarif untuk PBB-P2 yang ditengarai menjadi penyebab naiknya tarif PBB-P2 di daerah-daerah. Di daerah lain, ada yang sudah menerapkan single tarif, tapi justru diminta untuk menerapkan multi tarif.

“Kalau single tarif itu, kategori masyarakat miskin, perkotaan, pedagang, tani, itu nanti dipukul rata. Kalau ini diterapkan, ini akan ada kenaikan beratus-ratus persen. Itulah kemudian kami mendapatkan pemahaman tadi, yang terjadi kemungkinan besar di daerah lain adalah karena ini,” jelas dia.

Kendati begitu, Khozin mengapresiasi langkah Kota Malang yang tidak menaikkan PBB-P2 meski telah memberlakukan single tarif. Bahkan ada rencana menggratiskan PBB senilai Rp 30 ribu ke bawah. Hal ini disebabkan adanya kewenangan kepala daerah yang akhirnya membuat rumusan khusus sehingga tarif PBB-P2 tidak mengalami kenaikan.

Langkah ini bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain. Sehingga tidak perlu mengambil kebijakan menaikkan pajak. Usai kunker ini, rencananya Komisi II DPR RI akan membahas lebih dalam terkait hal ini bersama dengan Kemendagri dalam waktu dekat.

Sementara itu, Wali Kota Malang Wahyu Hidayat menyampaikan, seperti komitmen sebelumnya, seluruh program prioritas yang telah direncanakan bakal tetap dijalankan. Walaupun diakui juga nantinya diperkirakan ada sedikit penyesuaian atau pergeseran sebagai bentuk efisiensi.

“Dengan efisiensi yang saat ini saja, kami sudah bisa fleksibel. Program prioritas insya Allah tetap berjalan. Hanya masyarakat kami kasih pemahaman bahwa terkait dengan dana transfer berkurang, itu bukan berati bahwa mereka juga tidak berdampak. Tapi berdampak pada program yang lain. Itu kan untuk kesejahteraan mereka juga,” terang dia.

Ia mencontohkan, misalnya seperti program prioritas Rp 50 juta per RT, juga dipastikan tetap berjalan. Sebab, nantinya juga akan diperkuat dengan adanya Perwal. Program itu akan diberlakukan lebih dulu untuk wilayah wilayah yang paling membutuhkan.

“Contoh; yang ada di kawasan eksklusif, mungkin Rp 50 juta ini dianggap belum perlu oleh mereka, karena mereka sudah cukup. Bukan tidak mendapatkan, mungkin tidak di tahun 2026, tetapi mungkin di tahun 2027 tetap ada,” sebut dia.

Sementara menyikapi terkait gejolak di berbagai daerah akibat naiknya PBB, Kota Malang tidak muncul persoalan yang sama, juga karena postur APBD yang mendekati ideal. Yakni PAD sudah hampir mendekati besaran TKD. Yakni rasionya 60 persen TKD dan 40 persen PAD. Pemkot Malang memang tengah menargetkan rasio PAD yang lebih besar dari TKD, sehingga Kota Malang bisa mandiri fiskal dan tidak mengandalkan TKD. “Yang jelas kami sudah menyikapi terkait hal ini tidak ada kenaikan PBB. Bahkan ada beberapa skenario, termasuk juga saya akan membebaskan (kewajiban pajak) PBB yang Rp 30 ribu ke bawah di tahun 2026,” tegas dia. (ian/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img