Thursday, September 4, 2025
spot_img

‘Echo Chamber’ Demonstrasi

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Demonstrasi (demo) terjadi di sejumlah tempat. Awalnya demo terpusat di depan gedung DPR-MPR Jakarta. Dalam waktu singkat demo juga terjadi di beberapa daerah lain. Awalnya berlangsung damai, ujungnya terjadi anarkisme, bahkan penjarahan. Lewat berbagai platform media sosial (medsos) beragam konten demo dibagikan warganet. Efek gema (echo chamber effect) medsos menjadikan informasi demo menggema secara cepat dan meluas.

          Kekuatan efek gema medsos memang perkasa dalam menggaungkan suatu pesan. Apalagi penetrasi medsos sebagai sumber informasi sangat kuat di masyarakat. Gerakan demo ini muncul sebagai bentuk penyaluran aspirasi atas beragam kekecewaan pada perilaku anggota dewan dan akumulasi kekecewaan yang dipicu oleh sejumlah persoalan lain. Aneka kekecewaan itu ditumpahkan netizen dalam beragam narasi di medsos yang menggelinding meluas dan viral.

          Gerakan yang awalnya ramai di dunia maya tersebut akhirnya mampu menjadi gerakan nyata. Dengan cepat demo yang diikuti ribuan mahasiswa, buruh, driver ojek online, dan berbagai elemen masyarakat tak hanya berlangsung di Jakarta tetapi juga di Yogyakarta, Bandung, Makasar, Surabaya, Semarang, Malang, dan sejumlah tempat lain. Suasana demo tak terkendali dan rusuh di beberapa tempat.

          Keriuhan demo muncul di beragam laman medsos. Aneka narasi berupa gambar dan video demo di beberapa tempat beredar di YouTube, TikTok, Instagram, Twitter (X), Facebook (Meta), dan beberapa platform lain. Tak sedikit pula yang mengunggah konten demo tersebut lewat status di WhatsApp (WA). Suasananya benar-benar gaduh tak hanya di dunia nyata, tapi juga di ruang maya.

Efek Gema Medsos

          Echo chamber dalam penjelasan singkat bisa diartikan sebagai ruang di dunia maya, tempat orang berteriak dengan lantang. Echo chamber, efek gema, atau gaung merupakan deskripsi metafora (metaphorical description) dari situasi yang membuat orang percaya pada sesuatu karena adanya pengulangan yang terus menerus. Informasi yang terus direpetisi berpeluang menimbulkan orang lain ikut meniru.

          Informasi aksi demo terus menggema dan menggelembung karena sistem algoritma di medsos akan terus menyajikan berita dan informasi yang paling sering diklik. Ketika para pengguna medsos itu pernah mengakses informasi tentang kerusuhan aksi demo atau penjarahanmisalnya, maka informasi terkait hal itu akan secara otomatis terus menjejali konten pesan di ruang maya mereka.       

          Sayangnya sistem algoritma tak mampu memilah berita yang terkirim itu valid atau tidak, berdasar fakta atau hanya abal-abal semata. Semua disajikan berdasarkan kata kunci (keyword) tertentu yang sering dicari oleh pengguna internet. Kondisi inilah yang mampu menciptakan ruang gaung dalam interaksi di dunia maya. Seperti halnya suara gaung di dunia nyata, efek gaung bisa mungkin dapat mendistorsi suara aslinya.

          Gelembung informasi yang tercipta karena efek echo chamber dalam aksi demo ini tak semua berdampak buruk. Sisi positif maraknya aksi ini di medsos bisa mencerminkan bagaimana platform digital ini telah menjadi wadah yang kuat sebagai media untuk menyuarakan aspirasi. Melalui berbagai unggahan, foto, dan cerita yang dibagikan, pesan tentang gerakan ini menyebar dengan cepat dan luas. 

Sulit Dibendung

          Dalam aksi demo beberapa pekan ini, beragam pesan repetitif tentang ajakan demo, keriuhan saat demo terjadi, ketika sejumlah mahasiswa berorasi, bentangan poster-poster tuntutan, hingga gambar-gambar aksi bentrok dengan aparat terus disebarluaskan lewat medsos. Bahkan tak jarang tulisan-tulisan yang dibawa pendemo jadi bahan perbincangan para netizen. Semua keriuhan demo itu menggaung di ranah online.

          Kabar bohong (hoaks) seputar demo juga bermunculan lewat medsos. Melalui pesan berantai yang dikirim lewat WA, sejumlah foto dan narasi kebohongan diviralkan. Di medsos santer beredar hoaks berupa berita, foto, dan video hasil editan. Sejumlah narasi kebohongan tersebut sengaja diproduksi oleh pihak-pihak yang anonim demi memperkeruh suasana. Kabar bohong yang tak jelas asal-usulnya itu tak sedikit yang dipercaya sebagai kebenaran.

          Gambar-gambar aksi anarkis banyak disebar lewat akun Facebook, Twitter, Instagram, dan WA. Tak hanya foto, sejumlah video juga bermunculan di medsos. Bahkan beberapa video editan juga ada di laman Youtube. Gambar bergerak aksi perlawanan mahasiswa pada aparat keamanan yang menyemprotkan water cannon dan gas air mata itu jadi adegan yang cukup heroik. Beragam materi visual dan audio visual aksi demonstrasi mampu memicu simpati.

          Semua informasi terkait demo yang beredar lewat medsos menjadi gema yang semakin kuat. Tak sedikit orang tak mampu memilah mana informasi yang rasional dan logis untuk dipercaya. Semua informasi bercampur jadi satu, yang benar dan yang salah menjadi kabur pembedanya. Situasinya menjadi sangat sulit karena suatu rekayasa itu mampu ditampilkan sangat meyakinkan layaknya bersumber fakta.           Demo mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat sulit terbendung karena kuatnya efek echo chamber pesan demo di medsos. Penetrasi medsos yang kuat di masyarakat perlu terus dipantau. Tak hanya itu, kewaspadaan para pengguna media linimasa harus terus dibangun. Melalui kemampuan literasi digital masyarakat bisa jadi kekuatan penting dalam memecah gelembung informasi yang tercipta karena efek echo chamber.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img