Thursday, September 4, 2025
spot_img

TPS3R Mojorejo yang Ditolak Warga, DLH Beri Pendampingan Pengelolaan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batu merespon penolakan warga Perumahan Mountain View Residence (MVR) Desa Mojorejo Kecamatan Junrejo Kota Batu terkait keberadaan TPS3R Desa Mojorejo. Penolakan tersebut disampaikan warga karena lokasi TPS dinilai tidak sesuai teknis dan hukum.

Kepala DLH Kota Batu Dian Fachroni menegaskan pihaknya telah menindaklanjuti keluhan warga Mojorejo dengan melakukan pendampingan secara intens. Meskipun DLH secara langsung belum bertemu dengan warga terdampak, namun upaya komunikasi telah dilakukan dengan Pemdes Mojorejo.

“Kami sudah tindaklanjuti keluhan warga di Mojorejo dengan pendampingan pengelolaan secara intens. Tidak dipungkiri bahwa permasalahan ada di tata kelola pengolahan sampahnya,” ujar Dian kepada Malang Posco Media, Rabu (3/9) kemarin.

Pendampingan yang dilakukan terhadap KSM pengelola TPS3R Mojorejo adalah pengolahan mandiri terintegrasi. Yakni sistem pengelolaan sampah mandiri di tingkat masyarakat atau daerah yang menggabungkan berbagai metode seperti kompos, ecobrick, bank sampah dan daur ulang secara terpadu.

Tidak hanya itu, pihaknya juga mendorong agar Kelurahan Mojorejo untuk melakukan sister village atau melakukan pengelolaan sampah dengan Kelurahan Dadaprejo dan desa sekitar. “Selain itu tahun ini kami juga akan membangunkan rumah kompos yang lebih standar seperti yang dilaksanakan di TPA Tlekung. Semoga proses-proses ini dapat berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan dampak teknis maupun sosial di masyarakat,” bebernya.

Sebelumnya warga menolak TPS3R di Mojorejo karena lokasi TPS yang hanya berjarak 50 meter dengan permukiman warga. Sehingga menimbulkan bau, polusi asap hingga lalat yang kerap menyerbu rumah warga perumahan MVR. 

“Jadi keberatan dan penolakan warga dengan adanya TPS3R yang berdekatan dengan permukiman bukan tanpa alasan. Pertama sesuai dengan Permen Pekerjaan Umum No. 03/PRT/M/2013 menyebutkan bahwa jarak minimal TPS3R dengan permukiman adalah 50 meter,” ujar warga yang enggan disebutkan namanya.

Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama Pasal 35 dan Pasal 69, bahwa kegiatan yang menimbulkan pencemaran udara, gangguan kesehatan dan baj menyengat adalah bentuk pelanggaran hukum lingkungan.

“Tak hanya itu, berdasarkan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Pasal 21 dan Pasal 40, menyatakan bahwa pengelolaan sampah wajib menjaga kesehatan masyarakat dan masyarakat berhak atas lingkungan bersih dan sehat,” ungkapnya.

Bahkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Lingkungan mensyaratkan bahwa kegiatan yang berpotensi menimbulkan dempak lingkungan wajib memiliki dokumen UKL-UPL atau AMDAL. Namun sayangnya sampai saat ini tidak ada transparansi kepada warga terkait keberadaan dokumen tersebut.

“Dan yang kami sayangkan tindakan ini tidak pernah sama sekali melibatkan persetujuan dari warga. Sehingga hal ini bertentangan dengan semangat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 33 Tahun 2009,” imbuhnya.(eri/lim)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img