Marilah wujudkan Kota Malang menjadi kota yang bersih dari kegaduhan, bersih dari kerusakan dan pengrusakan seraya menciptakan tatanan Malang yang berdimensi ecopolis. Membangun Kota Malang secara ecopolis artinya menciptakan kota yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Caranya dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip ekologi dan pembangunan berkelanjutan dalam perencanaan dan pengelolaan kota.
Ecopolis bertujuan untuk menciptakan kota yang seimbang antara kebutuhan manusia dan lingkungan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup warga kota dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Gagasan tentang pembangunan Kota Malang secara ecopolis dengan tajuk “Kembalikan Paris van Java” memang memukau berbagai kalangan untuk pro aktif di dalamnya. Pertama, ibarat menanam pohon yang direncanakan berbeda dengan pohon yang tumbuh dengan sendirinya secara organik, terbuka peluang untuk mencipta dan mengatur segala sesuatunya sejak awal secara holistik.
Kedua, membangun hutan ibarat suatu tatanan kota baru merupakan salah satu hasil penjelajahan metode komprehensif kebijakan pemerintah dan tentunya “butuh” kepedulian kolektif dari masyarakat dan investor guna mengembalikan hutan kota pada khitahnya.
Berdasarkan kriteria sasaran dan fungsi penting vegetasi, intensitas manajemen serta statusnya, maka hutan kota dapat dikelompokkan ke dalam 4 bentuk, yakni taman, kebun, pekarangan, jalur hijau serta hutan konservasi (Anonymous, 1987). Sedangkan menurut UUPK No. 5 Tahun 1967, hutan adalah lapangan yang ditumbuhi oleh pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup dengan alam lingkungannya dan mempunyai luas paling sedikit 0,25 hektar.
Keberadaan lain yang menunjang perlunya pengembangan hutan di kawasan Malang Raya adalah adanya kecenderungan penduduk Kota Malang yang mendambakan suasana alami seperti tempo dulu. Hal ini ditunjukkan juga dengan semakin banyaknya penduduk kota lain yang sasarannya berlibur di kawasan Kota Malang, dampaknya ketika liburan panjang Kota Malang menjadi langganan macet.
Menjaga Kenyamanan Kota
Begitu juga Kota Malang yang pernah menyandang predikat sebagai Kota Paris van Java pada masa Kolonial Belanda, saat ini kelihatannya telah hilang “nyawanya.” Sehingga tidak heran, adanya efek yang muncul dari pelanggaran tata ruang kota itu sendiri. Doxiadis (1986) telah meramalkan bahwa kota-kota yang ada di dunia ini, termasuk di Malang akan tumbuh dan bengkak semakin besar, semakin kuat dan sulit dikendalikan.
Peringatan itu, kelihatannya sejalan dengan apa yang diinginkan oleh John Ormsbee (1986), bahwa kita agar lebih berhati-hati dalam mengelola kota dan lingkungan binaan manusia. Selain itu, yang terpenting adalah kita berharap jangan sampai terjadi “ecological suicide” (bunuh diri ekologi) oleh pihak-pihak tertentu terhadap pembangunan kota ini. Hal ini bisa terjadi secara sadar maupun tidak sadar.
Diharapkan intervensi pemerintah dan kepedulian kolektif publik akan tetap mempertahankan keadaan kota sebagai kota yang lestari dengan tetap mengupayakan dan menyediakan hutan di tengah kota dengan hutan kota tetapi aman dari banjir. Hal ini juga diperkuat konsepsi Fokura (1987) bahwa hutan kota adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan proteksi, estetika, rekreasi, dan kegunaan khusus lainnya.
Dalam rangka menjaga kenyamanan kota, seperti halnya merawat fungsi sungai dan selokan dapat bekerja dengan baik dan lancar. Kita ketahui bahwa sungai dan selokan adalah tempat aliran air sehingga jangan sampai tercemari dengan sampah atau menjadi tempat pembuangan sampah yang akhirnya menyebabkan sungai dan selokan menjadi tersumbat.
Gerakan penghijauan melalui reboisasi tanaman khususnya jenis tanaman dan pepohonan yang dapat menyerap air dengan cepat. Perlunya pengaturan dan ketersediaan lahan terbuka untuk membuat lahan hijau dengan tujuan untuk penyerapan air. Larangan keras terhadap warga yang membangun perumahan di tepi sungai. Karena akan mempersempit sungai dan sampah rumah juga akan masuk sungai sehingga mengakibatkan luapan banjir yang bisa menenggelamkan rumah di sekitarnya. Hal ini pentingnya audit kawasan banjir di kota-kota besar seperti di Kota Malang dalam membangun gedung-gedung tinggi dan area pusat bisnis.
Dalam rangka keamanan, untuk menghindari penebangan pohon di bantaran sungai, karena pohon berperan penting untuk pencegahan banjir. Sebenarnya menebang pohon tidak dilarang bila kita akan menanam kembali pohon tersebut dan tidak membiarkan hutan menjadi gundul.
Dengan melakukan cara penanggulangan banjir tersebut kita dapat mencegah bencana banjir. Karena selama ini pemerintah pun telah bekerja keras untuk mencegah terjadinya banjir, tetapi semua masyarakat pun harus mendukung agar semua bisa teratasi dengan baik. Normalisasi drainase, sungai, dan mengurai kemacetan adalah langkah jitu yang harus diimplementasikan.
Oleh karena itu, diharapkan masyarakat yang ada di Kota Malang harus bahu-membahu terlibat dalam proses menjaga dan melestarikan lingkungan yang dihuninya. Saat ini, bukan zamannya lagi pemerintah “bekerja sendirian“ dalam membangun kota dengan mengabaikan peran serta nyata dari semua elemen masyarakatnya. Sehingga dalam konteks kekinian, menyikapi apa yang terjadi dalam perkembangan Kota Malang ini, setidaknya ada satu pertanyaan yang mesti disikapi dan dijawab sebagai solusi terhadap fenomena tersebut. Di sinilah kelihatannya kita perlu menerapkan sistem pembangunan berkelanjutan dengan membangun penghijauan tanpa merusak. Dengan demikian akan terwujud harapan kota Malang sebagai kota yang indah, nyaman dan aman.(*)