Friday, September 19, 2025
spot_img

Janji ‘Surga’, Jalan ke ‘Neraka’

Berita Lainnya

Berita Terbaru

“Orang yang berkuasa jarang mencintai kebenaran; kebenaran jarang mencintai orang yang berkuasa.” Ini adalah hukum besi sejarah, sebuah tarian abadi antara dua kekuatan yang saling memandang curiga. Di satu sisi, kekuasaan, berdiri megah di istananya yang dibangun dari retorika. Di sisi lain, kebenaran, telanjang dan tanpa perhiasan, namun bersinar dengan cahayanya sendiri, tak lekang oleh waktu.

          Hubungan mereka bagai dua kutub magnet yang tak mau bersatu. Kekuasaan membisikkan mantra tentang real politik dan perlunya kerahasiaan. Ia adalah aktor utama dalam “seni berjanji di ‘surga’, lalu mengantarkan kita ke ‘neraka’, sambil mengklaim diri sebagai pahlawan yang menyelamatkan negara.”

          Inilah inti dari manipulasi itu: menciptakan ilusi surga untuk dibayarkan dengan kenyataan pahit. Kekuasaan selalu memotong-motong kebenaran, membungkusnya dalam kemasan janji fantastis, dan menyajikannya sebagai hidangan yang memabukkan bagi rakyat yang haus akan harapan.

          Namun, setelah pesta kampanye usai dan tahta telah direngkuh, hangover-nya pun tiba. Janji surga itu menguap, yang tersisa adalah bau nasionalisme sempit dan kebijakan yang menusuk dari belakang. Inilah titik di mana fondasi paling vital sebuah bangsa mulai retak: kepercayaan!. “Ketika politikus berbohong, rakyat percaya pada siapa?”

          Pertanyaan retoris ini adalah jeritan hati yang terperdaya. Ia adalah luka yang dalam. Ketika pemimpin memilih untuk memanipulasi, ia tidak hanya mengkhianati rakyatnya, tetapi juga meruntuhkan tiang penyangga peradaban. Masyarakat pun dibiarkan terombang-ambing dalam lautan kebingungan, tidak lagi mampu membedakan mana yang nyata dan mana yang ilusi ciptaan mesin propaganda dan buzeer keparat.

          Di sinilah ironi terbesar terungkap. Kekuasaan yang dibangun di atas panggung sandiwara ini seringkali dianggap sebagai puncak kejayaan. Mereka menumpuk kekayaan, membangun monumen, dan menyempurnakan seni manipulasi, yakin bahwa itu akan mengabadikan nama mereka.

          Tetapi sejarah adalah hakim yang puitis dan kejam. Apa yang hari ini terpahat megah, esok akan dibaca sebagai peringatan tentang kesombongan. Monumen kenistaan yang tidak pernah hilang dari ingatan. Lihatlah pada lembaran waktu: para Firaun, Kaisar Romawi, dan para diktator modern. Mereka semua adalah maestro dalam “seni berjanji di surga.” Tetapi di mana mereka sekarang?          Kekayaan mereka menjadi artefak, kekuasaan mereka menjadi babasan, dan manipulasi mereka terungkap sebagai kebodohan yang tragis. Mereka jatuh bukan karena pedang musuh, tetapi karena ditinggalkan oleh kebenaran yang mereka injak-injak.

          Oleh karena itu, esai ini adalah peringatan yang nyaring bagi para gangster kekuasaan, para oligark yang menyembunyikan diri di balik layar kebijakan. Peringatan bahwa kenistaan sejarah bukanlah abstraksi, melainkan takdir yang sudah menanti.

          Mereka mungkin bisa membeli hukum hari ini, memonopoli kekayaan, dan meredam suara dengan tangan besi. Namun mereka lupa pada satu hukum alam yang tak terbantahkan: bahwa kesabaran rakyat yang bersahaja itu ada batasnya.

          Di balik diam yang patuh, tersimpan gemuruh yang tertahan. Di balik mata yang lelah, tersimpan api kemarahan yang siap berkobar. Mereka, rakyat yang selama ini dipandang sebelah mata, suatu saat akan mengepalkan tangan dan berteriak cukup sudah!.

          Sejarah bukan hanya ditulis oleh para pemenang, tetapi juga oleh perlawanan rakyat yang bangkit. Seperti api yang membara di Nepal, di mana kaum muda yang sudah jengah dengan penindasan oligarki dan monarki yang korup akhirnya bangkit dan menulis ulang takdir bangsa mereka dengan darah dan tekad.

          Itu adalah pengingat yang abadi: tidak ada kekuasaan yang terlalu kokoh, tidak ada oligarki yang terlalu kaya, untuk bisa selamat dari amarah rakyat yang telah sampai pada titik nadir. Kebenaran mungkin bisa disingkirkan untuk sementara. Tetapi ia selalu memiliki sekutu terhebat: suara rakyat yang terbungkam yang suatu hari nanti akan menemukan nyalinya.

          Dan ketika nyali itu telah ditemukan, sejarah akan kembali berputar. Menggilas segala sesuatu yang dibangun di atas dusta, dan meninggalkannya sebagai peringatan yang terpahat dalam kenistaan.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img