MALANG POSCO MEDIA – Mengobarkan semangat kebangsaan dalam bingkai keislaman, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang menggelar Mubahatsah Ilmiah Ekosufisme atau pertemuan ilmiah seputar Ekosufisme di Aula lantai 5 Gedung Ir. Soekarno, Senin (22/9).
Tamu kehormatan yang hadir sebagai pembicara dalam Mubahatsah Ilmiah Ekosufisme adalah Prof. Dr. K.H. Said Aqil Sirodj, M.A., mantan Ketua Umum PBNU periode 2010-2021 sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah.
Kedatangan Kiai Said disambut hangat oleh Wakil Rektor Bidang Akademik Drs. H. Bisri, M.A., Ph.D., Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Prof. Dr. H. Triyo Supriyanto, M.Ag., serta Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Pengembangan Lembaga Prof. Dr. H.M. Abdul Hamid, S.Ag., M.A.
Turut hadir pula Ketua L2PM Dr. Isroqunnajah, para kepala biro, hingga Direktur Pascasarjana. Kehadiran para tokoh kampus ini menambah khidmat suasana penyambutan Kiai Said di Kampus UIN Malang.
Dengan tutur khasnya yang tenang namun penuh penekanan, Kiai Said membawakan pesan kebangsaan yang dikemas dalam cerita. Satu ungkapan yang ia tekankan adalah hubbul waton minal iman—cinta tanah air sebagian dari iman.

Baginya, nasionalisme bukan sekedar jargon, melainkan bagian dari iman yang harus ditanamkan dalam diri setiap Muslim. “Jangan sampai Indonesia menjadi negara yang sekuler, negara yang memisahkan agama dari kehidupan bernegara,” ujarnya tegas.
Bagi Kiai Said, menjaga nasionalisme tidak berarti menanggalkan nilai-nilai agama. Justru, keduanya harus berjalan seiring, saling menguatkan. Ia pun menitipkan pesan khusus kepada jajaran pimpinan UIN Malang agar serius menyiapkan generasi intelektual Muslim yang kokoh.
“Carilah mahasiswa yang cerdas, kitab, tegakkan agar mereka faham matik (logika), ushul fiqh, ushul hadits, dan syariah. InsyaAllah output-nya akan menjadi ulama yang cerdas,” pesannya.
Lebih dari sekadar pertemuan ilmiah, acara Mubahatsah Ekosufisme ini menjadi momen reflektif. Bagi civitas akademika UIN Malang, kehadiran Kiai Said bukan hanya membawa ilmu, melainkan juga mengobarkan semangat kebangsaan dalam bingkai keislaman. Khususnya di tengah arus globalisasi, pesan itu terasa relevan, menjaga Indonesia tetap berdiri kokoh dengan fondasi iman dan cinta tanah air. (adv/bua)