Monday, September 29, 2025
spot_img

Pajeon: Telur Dadar yang Naik Kelas

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Di salah satu adegan paling populer dalam Bon Appétit, Your Majesty, penonton dibuat lapar ketika tokoh utama menyajikan Dongrae Pajeon. Yaitu pancake gurih Korea dengan daun bawang yang menonjol di permukaannya, digoreng hingga keemasan, lalu dicocol ke saus pedas manis. Adegan sederhana itu mendadak viral di media sosial dengan berbagai versi recook-nya, membuat banyak penonton bertanya-tanya: seperti apa sih rasanya makanan ini?

Bagi orang Indonesia sebenarnya tidak sulit membayangkan. Pajeon pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan telur dadar yang bisa ditemui di hampir semua warung makan. Bedanya, Pajeon menggunakan lebih banyak sayuran (terutama daun bawang) dan teksturnya cenderung lebih renyah di pinggir.

Sementara telur dadar lokal sering kali sederhana: telur, garam, kadang sedikit bawang atau cabai. Kesamaannya inilah yang membuat Pajeon terasa akrab bagi lidah Indonesia, meski namanya berasal dari Korea.

Kenapa Pajeon Bisa Viral?

Daya tarik utamanya ada pada visual. Proses menuang adonan ke wajan panas hingga mengeluarkan bunyi mendesis sangat menggugah selera, apalagi jika direkam dalam format video pendek. Ditambah lagi, drama Korea sering menampilkan adegan makan bersama, membuat Pajeon bukan sekadar makanan, tapi juga simbol kehangatan.

Alasan lainnya adalah karena rasa gurihnya netral dan mudah diterima. Orang yang terbiasa menyantap telur dadar tidak akan kesulitan menerima Pajeon. Bahkan, bisa jadi mereka merasa Pajeon hanyalah “versi lain” dari telur dadar yang lebih tebal, berisi banyak sayuran, dan disajikan dengan gaya berbeda.

Peluang di Balik Kemiripan

Pajeon vs Telur Dadar. Perbandingan ini menarik dari sisi bisnis. Telur dadar adalah menu rakyat, murah, dan bisa ditemukan di hampir semua warung. Namun, karena posisinya dianggap biasa, jarang ada yang mem-branding telur dadar sebagai menu utama. Pajeon justru membuka ruang itu. Makanan sederhana bisa naik kelas jika dikemas dengan cerita, gaya penyajian, dan sedikit sentuhan baru.

Dengan kata lain, fenomena Pajeon mengajarkan bahwa makanan sejenis telur dadar pun bisa jadi produk premium bila dibalut narasi budaya. Inilah peluang besar bagi pengusaha kuliner Indonesia yaitu menjual sesuatu yang akrab, tapi dengan nilai tambah dari tren global.

Ada beberapamodel bisnis Pajeon di Indonesia. Mulai dari Street Food Modern, Kafe dan restoran tematik, dan frozen food. Pertama, street food modern. Sama seperti martabak mini atau corndog, Pajeon bisa dijual di booth kecil dengan harga terjangkau. Target utamanya anak muda dan mahasiswa yang ingin mencoba “makanan drakor” tanpa harus ke restoran mahal.

Kedua, Kafe dan Restoran Tematik. Pajeon bisa masuk ke segmen menengah atas dengan kemasan lebih estetik. Disajikan bersama saus spesial, topping keju, atau varian seafood, pajeon bisa menjadi camilan premium yang instagramable. Ketiga, Frozen Food. Bagi konsumen yang ingin praktis, Pajeon beku siap goreng bisa menjadi pilihan. Ini membuka jalur distribusi yang lebih luas, termasuk lewat marketplace dan minimarket.

Tren Drakor dan Kearifan Lokal

Ada dua jalur promosi yang bisa dipadukan untuk memasarkan Pajeon. Yang pertama adalah mengaitkan dengan drakor. Menjual Pajeon sebagai menu “ala drama” akan langsung menarik fans K-pop dan drakor. Nama seperti “Dongrae Pajeon” atau “Pajeon Istana” bisa menjadi gimmick yang efektif.

Berikutnya adalah menghubungkan Pajeon dengan telur dadar. Strategi ini bisa menembus segmen konsumen yang lebih luas. Misalnya dengan tagline “Telur dadar naik kelas ala Korea.” Dengan begitu, orang yang awalnya merasa asing dengan kata Pajeon akan langsung punya gambaran.

Alih-alih bergantung pada bahan impor, Pajeon bisa dikreasikan dengan bahan Nusantara. Bayangkan Pajeon sambal matah, Pajeon rendang, atau Pajeon jagung manis ala Jawa. Kolaborasi dengan petani sayuran, nelayan, dan produsen lokal tidak hanya menjaga biaya tetap rendah, tapi juga membuat produk terasa lebih membumi.

Namun demikian, meski potensial, tren kuliner bisa cepat pudar. Apa yang viral hari ini belum tentu populer enam bulan lagi. Karena itu, pengusaha harus siap dengan strategi. Bisa dimulai dengan membangun brand lebih dulu agar Pajeon tidak sekadar menempel pada hype drama. Kemudian melakukan diversifikasi menu supaya tidak terpukul jika tren meredup. Selain itu pengusaha juga harus mengontrol harga dan bahan baku agar harga pajeon tetap sesuai pangsa pasar awal.

Fenomena Pajeon memperlihatkan betapa tipis batas antara makanan sederhana dengan makanan premium. Telur dadar yang biasa kita santap di warteg, ketika berganti nama, dikemas dengan apik, dan didukung narasi drama, bisa menjelma menjadi tren kuliner global.

Bagi pengusaha kuliner, ini bukan hanya soal menyalin resep Korea, tapi soal membaca pola bahwa yang sederhana bisa jadi istimewa jika diolah dengan kreativitas. Dari dapur drama ke meja makan, Pajeon mengajarkan bahwa peluang bisnis bisa lahir dari hal yang paling biasa.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img