Kematangan sebuah kota ketika ia berhasil memenuhi kebutuhan seluruh warganya. Sebab sepanjang kehidupan warga masih berlangsung, pemenuhan kebutuhan tidak akan terhenti dan selalu diperbaiki terus menerus. Bahkan, era hari ini warga tidak hanya menuntut kebutuhan saja, tetapi juga keinginan-keinginan yang tidak hanya material tetapi juga sosial, spiritual dan kultural. Memang, kalimat ini menjadi klise karena analisa normatif, yang penulis yakin semua pengambil kebijakan memahami itikad baik semacam itu.
Terkait perkembangan Kota Batu menarik karena di ulang tahun ke-24 ini. Belum setahun Kota Batu memiliki visi misi baru dengan cita-cita Madani, Berkelanjutan, Agrokreatif, Terpadu, Unggul, Sinergi, Akomodatif, dan Ekologis Menuju Generasi Emas 2045.
Dari sosiologi agensi, ada sisi menarik lain. Latar belakang, kepala daerah baru tidak sama dengan kepala daerah sebelumnya. Keduanya merupakan warga asli Batu dan orang yang lama berkutat pada pengambilan kebijakan, maka seharusnya mampu mendorong implementasi kebijakan yang mengakar, berkarakter lokal yang mengakomodir dan membela kebutuhan warga paling bawah (grassroots).
Dari sisi struktur, kepala daerah didukung dengan birokrasi dengan banyak sumber daya, maka realisasi program bisa dipercepat. Melalui dukungan aturan-aturan (rules) dan bermacam-macam sumber daya (resources), kepala daerah mampu melakukan perencanaan, implementasi sampai evaluasi dampak kebijakan.
Penulis berharap pengambil kebijakan ini berhasil merealisasikan pembangunan untuk kepentingan masyarakat tersebut. Perubahan-perubahan besar pada kota tertentu ditentukan oleh pemerintah, seperti studi Lea Jelinek, (1995), Selo Soemardjan (2009) Aiko Kurusawa (2015) Clifford Geertz (2016). Terlebih berbagai persoalan masih menghadang di Kota Batu. Kita belum menyaksikan badan usaha milik daerah bidang pariwisata tangguh. Selain itu pariwisata di kota ini belum beranjak dari praktik mainstream, belum banyak destinasi wisata desa yang baru.
Pada dunia pertanian, belum lahir petani modern yang bekerja dengan teknologi dan jejaring sosial. Belum lagi pemerintah belum memiliki “blue print” inovatif penanganan mitigasi bencana menyeluruh baik berkenaan lingkungan alamiah maupun lingkungan buatan (pengelolaan sampah).
Tidak heran, upaya pengurangan sampah melalui pembatasan timbulan, pemanfaatan kembali, dan daur ulang masih mengurangi sebanyak 13.590,27 ton, atau sekitar 25,69 persen dari total timbulan sampah.(RPJMD 2025-2029). Belum lagi masalah yang terkait dengan peningkatan SDM warga dan masalah-masalah lain
Untuk itu pada momen ulang tahun Kota Batu yang ke 24 ini, pemerintah dituntut kerja keras dalam merealisasikan cita-cita kota. Untuk itu butuh perbaikan-perbaikan organisasional, baik pada organisasi birokrasi pemerintah maupun organisasi sukarela (voluntary association) yang tumbuh di masyarakat.
Perubahan Organisasional
Dalam Designing Your Organization: Using The STAR Model to Solve 5 Critical Design Challenges, Kates, A., & Galbraith, J. R. (2010) menyatakan lima komponen penting untuk melakukan perubahan organisasi yang dijabarkan dalam strategi, struktur, proses, penghargaan dan orang (SDM).
Pertama, strategi. Strategi dipilih pemerintah Kota Batu bertujuan memberikan nilai tambah pariwisata dan pertanian. Kritik selama ini perencanaan dan program pembangunan masih kaku tanpa mengakomodir perubahan-perubahan lapangan.
Kedua, struktur. Melalui kekuasaan, pemerintah diharapkan mengelola kelas pengatur (ruling class) baik aktor yang menguasai sumber daya politik, ekonomi, sosial dan kultural. Pemimpin bisa melakukan pemaksaan dan kompromi demi mendorong visi dan misi kota. Maka, tidak hanya lembaga eksekutif terlibat, lembaga legislatif didorong dalam realisasi visi dan misi.
Ketiga, proses. Penyampaian informasi kepada para pelaksana organisasi menjadi ciri khas proses pengelolaan organisasi, maka proses ini diimbangi dengan pengalihan posisi dari aktor-aktor organisasi dan penambahan keterampilan. Kita menyadari, setiap lima tahun terjadi suksesi walikota dan wakil walikota, tetapi ASN dalam birokrasi tidak berubah, maka kejumudan sering menjadi persoalan. Untuk itu dibutuhkan penyegaran SDM yang diimbangi strategi-strategi “out of the box.”
Keempat, penghargaan (reward). Di era disrupsi seperti hari ini, sulit mencari aktor-aktor pelaksana kebijakan yang berbasis kerelawanan, maka mau tidak mau kinerja didorong dengan reward. Penghargaan telah menjadi bahasan umum pada sistem dan pengelolaan birokrasi formal, tetapi pemberian reward sering kurang berimplikasi pada perbaikan kinerja. Hubungan politis personal minim capaian yang terukur sebagai salah satu penyebab. Dengan demikian, kebijakan reward perlu dibuat dengan sebaik-baiknya.
Kelima, SDM. Ketepatan memilih dan menempatkan orang-orang sesuai karakter kebijakan/ program merupakan strategi organisasional kepala daerah. Di sini kepala daerah harus tepat memilih aktor dengan kapasitas dan kapabilitas untuk membangun dream team. Oleh karena itu, mutasi dan perubahan posisi organisasi birokrasi jangan terpasung oleh aturan-aturan baku.
Peluang melaksanakan strategi birokratik di atas terbuka lebar mengingat otonomi daerah membuka inovasi dan lompatan-lompatan di luar rutinitas. Di tengah “intervensi” kebijakan pemerintah pusat dan pemotongan anggaran menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah. Namun manunggaling negara dan masyarakat sebagai karakter Kota Batu yang menunjukkan menjadi modal yang mendorong ke arah sana.(*)