Friday, October 17, 2025
spot_img

Hariyono dari Rasa Penasaran Jadi Rezeki, Breeder Perkutut Bangkok Langganan Juara Level Nasional

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Siapa sangka, rasa penasaran justru membawa Hariyono menuju ke sebuah dunia yang tak disangka sebelumnya. Berangkat dari seorang tenaga pemasaran alias marketing, ia kini dikenal luas sebagai breeder (pembudidaya) burung perkutut Bangkok khusus lomba. Kini namanya   dikenal di kancah nasional.

=======

-Advertisement- HUT

MALANG POSCO MEDIA– Burung yang dibudidaya Hariyono kerap meraih juara di berbagai kompetisi bergengsi. Jadi incaran kolektor dengan harga fantastis.

Di rumahnya yang juga berfungsi sebagai kandang ternak bernama Balqist Bird Farm, di Jalan Urahasura Kecamatan Pakis Kabupaten Malang, deretan piala-piala terpajang rapi di ruang tamu.

Di halaman belakang, 12 kandang besar dan 30-an sangkar berisi perkutut Bangkok berdiri berjejer. Kicau merdu dari ratusan burung terdengar bersahut-sahutan bak orkestra alami yang tak pernah berhenti.

“Awalnya cuma penasaran, kok burung bisa dijual sampai ratusan juta. Akhirnya saya  mencari tahu. Dan mulai ada ketertarikan,” kenangnya.

Rasa ingin tahu itu muncul sekitar tahun 2000-an, saat dirinya masih bekerja sebagai tenaga pemasaran. Salah satu pelanggannya kala itu ternyata seorang breeder perkutut lomba sukses. Dari situlah Hariyono mulai belajar, berguru, dan memahami bahwa dunia perkutut bukan sekadar hobi. Namun juga seni, kesabaran, dan naluri tajam mendengar irama suara.

“Dalam lomba, yang dinilai itu suara dan iramanya. Kalau bahasa awamnya, ya seperti orang nyanyi. Setiap burung punya karakter suaranya sendiri,” jelasnya.

Setelah bertahun-tahun belajar dan berlatih mengenali ‘nada’ indah seekor burung, tahun 2010 menjadi titik balik penting. Burung miliknya yang dinamai Fatin berhasil menjadi juara dan mengantarnya dikenal di kalangan penghobi perkutut lomba.

Dari situ, semangatnya kian berkobar dari satu lomba ke lomba lain, dari sekadar hobi menjadi profesi yang menghasilkan.

Meski begitu, Hariyono tak menutupi bahwa beternak burung perkutut lomba tidak semudah kelihatannya. Bahkan seekor burung juara pun belum tentu bisa menghasilkan anakan dengan kualitas yang sama.

“Sepasang burung harus benar-benar berjodoh dulu. Setelah bertelur, dierami selama dua minggu. Setelah menetas, baru delapan hari kemudian dipindah ke indukan puter untuk dibesarkan sekitar satu setengah bulan,” ujar pria berusia 55 tahun, itu.

Setiap anakan yang lahir diberi ring merek dan kode kandang resmi dari Persatuan Pelestari Perkutut Seluruh Indonesia (P3SI). Ring itu ibarat akta lahir sekaligus sertifikat keaslian. Sehingga, apabila nantinya burung  tersebut juara, bisa langsung dilacak asal-usulnya.

Bagi Hariyono, proses ini bukan sekadar rutinitas. Ia menyebutnya ‘ritual kesabaran’, sebab untuk melatih satu burung agar siap lomba bisa memakan waktu berbulan-bulan. Dalam dunia lomba perkutut, ia menyebutkan ada tiga kelas utama. Yakni kelas dewasa, usia delapan bulan ke atas dengan ketinggian kerek tujuh meter,

Kelas Piyik Junior, di bawah tujuh bulan dengan kerek setengah. Serta, Kelas Piyik Hanging, di bawah lima bulan dengan posisi sangkar digantung rendah.

“Kalau betinanya bunyi, biasanya jantan ikut terpancing. Dari situlah juri bisa menilai kemerduan dan iramanya,” tutur Hariyono.

Dari keuletan dan kepekaannya mendengar nada, kini burung-burung hasil ternakHariyonotak hanya berprestasi, tapi juga bernilai tinggi. Burung Fatin sempat laku hingga Rp 50 juta, sementara pasangan burung bernama Bangga Agung bahkan pernah ditawar Rp 160 juta oleh pengusaha asal Kalimantan.

“Tapi yang itu (Bangga Agung, red) belum saya lepas. Karena banyak pertimbangannya. Selain berprestasi, juga untuk pemantik burung lain,” ujarnya tersenyum.

Meski bisa disebut telah sukses di dunia breeding dan kompetisi, Hariyono tetap rendah hati dan rajin berbagi ilmu kepada para pemula. Ia selalu menekankan bahwa kunci utama adalah sabar dan cinta. Sabar mendengar, sabar merawat, dan cinta pada proses.

“Pemula biasanya belum bisa membedakan suara yang bagus, jadi jangan terburu-buru. Nikmati saja prosesnya,” pesannya.

Meskipun dikatakannya perawatan cukup sederhana, seperti burung cukup diberi milet, padi bangkok, dan sesekali ketan hitam, serta air minum cukup air biasa. Akan tetapi, Hariyono mengatakan, tantangan terbesarnya adalah konsistensi perhatian dan ketelatenan. Itu  adalah vitamin terbaik.

“Dulu cuma ingin tahu. Sekarang, burung-burung ini bukan cuma sumber rezeki, tapi juga sumber bahagia,” pungkasnya. (rex/van)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img