MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Wacana konversi bus sekolah menjadi armada feeder Trans Jatim menuai respons beragam. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang, Suwarjana, menyebut masih perlu pembahasan mendalam sebelum keputusan diambil. Ia menilai, bus sekolah masih sangat dibutuhkan siswa di Kota Malang.
“Memang sudah ada pembahasan, tapi belum ditentukan apakah bus sekolah akan dikonversi menjadi feeder atau malah dijadikan armada bus Trans Jatim,” ujarnya, Selasa (21/10).
Suwarjana menegaskan, dirinya belum dapat memastikan arah kebijakan karena rapat baru dilakukan satu kali dan dirinya tidak hadir langsung. Namun ia menilai, bila wacana tersebut terealisasi, pihaknya menyayangkan karena bus sekolah berperan penting dalam menunjang mobilitas pelajar setiap hari.
“Kalau benar dikonversi, tentu disayangkan. Karena bus sekolah sangat dibutuhkan siswa, terutama soal ketepatan waktu. Mulai jam lima pagi armada sudah menjemput siswa di berbagai wilayah,” jelasnya.
Bus sekolah milik Pemkot Malang selama ini dikenal aktif mengantar dan menjemput pelajar menggunakan bus sedang dan elf. Pengemudi juga memiliki kewajiban memberi laporan ke sekolah bila terjadi keterlambatan akibat macet atau kendala teknis di jalan.
Meski begitu, Suwarjana tetap membuka ruang diskusi dengan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang untuk membahas skema terbaik. Ia berharap solusi yang diambil nantinya tidak mengorbankan kepentingan siswa.
“Nanti akan dibahas lebih lanjut bersama Dishub. Harapan saya, kalaupun ada perubahan, sektor transportasi siswa tetap diperhatikan. Termasuk mungkin nanti ada peremajaan angkot agar bisa turut membantu antar jemput siswa,” imbuhnya.
Sementara itu, Anggota Komisi D DPRD Kota Malang, Ginanjar Yoni Wardoyo, menegaskan agar Dishub dan Disdikbud berkoordinasi intens sebelum mengambil keputusan. Menurutnya, perlu ada data jelas terkait efektivitas bus sekolah dan dampaknya terhadap siswa bila konversi benar dilakukan.
“Kalau dikonversi, harus jelas bagaimana nasib siswa ke depan. Berapa yang terdampak, dan apakah ada armada pengganti. Jangan sampai mengganggu pelayanan untuk siswa,” tegas Ginanjar.
Ia mengakui ada keluhan bahwa bus sekolah belum bisa menjangkau kawasan jalan sempit. Namun secara umum, program ini terbukti sangat membantu pelajar di Kota Malang.
Selain dampak pelayanan, Ginanjar juga menyoroti potensi implikasi anggaran jika konversi dilakukan. Saat ini, DPRD dan Pemkot tengah membahas rancangan anggaran serta program untuk tahun 2026.
“Kalau dikonversi, pasti butuh pengganti. Itu berarti butuh anggaran baru. Kami mendukung Trans Jatim karena dibutuhkan masyarakat, tapi bus sekolah juga harus tetap didukung. Jadi wacana ini perlu dikaji matang,” tandasnya. (ian/aim)