Friday, October 24, 2025
spot_img

Jihad Peradaban, Resolusi Santri Mengawal Negeri

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Setiap tanggal 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional (HSN). Tema tahun ini “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia.’’ Momentum ini bukan sekadar penanda sejarah, melainkan juga ajakan reflektif untuk mengenang kembali peran besar kaum santri dalam perjuangan kemerdekaan, pembangunan bangsa, dan peneguhan nilai-nilai keislaman yang rahmatan lil ‘alamin.

Banyak tokoh-tokoh bangsa dari kalangan santri yang bukan hanya ahli agama, tetapi juga pemikir kebangsaan. Sejarah telah mencatat jika kaum santri memiliki kontribusi yang sangat besar dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Ada tiga tahapan perjuangan yang telah dilakukan oleh santri. Yaitu perjuangan meraih kemerdekaan, kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan.

-Advertisement- HUT

Dalam perjuangan meraih kemerdekaan, kontribusi santri dibuktikan saat perlawanan di Sumatera Barat pada tahun 1821-1828, Perang Jawa pada 1825-1830, Perlawanan di Barat Laut Jawa pada 1840 dan 1880, Perang Aceh pada 1873-1903 dan Perang Kedongdong Cirebon Jawa Barat pada 1808-1819. Tokoh penggerak pada perjuangan tahap ini di antaranya adalah Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, KH Zainal Mustafa, KH Wahid Hasyim.


HUT

Kaum santri juga berperan dalam perjuangan mempersiapkan proklamasi kemerdekaan dan merumuskan Pancasila sebagai dasar negara. Tokoh santri yang terlibat pada tahap perjuangan ini antara lain KH Wahid Hasyim, KH Ahmad Sanusi, KH Mas Mansoer, dan KH Wahab Chasbullah. Mereka  menjadi anggota BPUPKI dan PPKI, sebagai lembaga yang dibentuk untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan mereka, proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bisa cepat diwujudkan.   

Tidak lama setelah Indonesia merdeka, pasukan Sekutu dan Belanda (NICA) datang dengan maksud untuk menjajah kembali Indonesia. Puncak perlawanan terjadi di Surabaya pada 10 November 1945. Pertempuran ini melibatkan pasukan dalam jumlah yang sangat besar. Mayoritas adalah kalangan santri. Mereka tergabung dalam Laskar Hizbullah dan Sabilillah.

Tokoh santri yang menggerakkannya antara lain KH Zainul Arifin, KH Masjkur, KH Abbas Buntet dan Bung Tomo. Besarnya jumlah santri ini tidak lepas dari resolusi jihad KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Resolusi tersebut menyatakan bahwa membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah kewajiban suci dari agama yang harus dipatuhi.

Resolusi Santri

Kini 80 tahun usia kemerdekaan Indonesia. Perjuangan santri belumlah usai. Bagi Indonesia, santri bukan hanya sekadar bagian dari masa lalu. Santri adalah pilar masa depan bangsa dan negara. Masih ada tahapan perjuangan yang harus dilalui, yaitu mengawal Indonesia merdeka menuju peradaban dunia.  Mengawal Indonesia menuju peradaban dunia berarti menyiapkan generasi santri yang berilmu, berakhlak mulia, dan memiliki daya saing global.

Kita semua menyadari teknologi telah begitu mendominasi kehidupan manusia. Manusia kian bergantung pada notifikasi digital. Semua informasi disampaikan dengan begitu cepat. Sehingga perlahan-lahan manusia kehilangan kepekaan terhadap suara hati dan panggilan ibadah.

Sebenarnya inilah bentuk penjajahan baru, bukan kolonialisme teritorial, melainkan kolonialisme budaya dan algoritma. Bekerjanya secara halus, mengikis nilai-nilai lokal, menukar kearifan dengan kecepatan, dan mengganti kebijaksanaan dengan popularitas. Dunia dilanda krisis nilai, polarisasi sosial, dan disrupsi digital. Menghadapi kondisi dunia yang seperti ini, peran santri justru semakin relevan.

Pesantren dan santri di dalam bilik-biliknya dituntut untuk terus beradaptasi tanpa kehilangan jati dirinya, memperkuat ilmu agama dan membuka diri terhadap sains, teknologi, ekonomi, dan isu-isu lingkungan. Pesantren harus mampu mengintegrasikan keterampilan digital ke dalam literasi.

Pemanfaatan teknologi diarahkan pada semua lini, baik dalam pengembangan infrastruktur, pelatihan literasi, digitalisasi kurikulum, penggunaan media sosial maupun sistem manajemen. Dengan demikian teknologi diharapkan dapat mendukung proses belajar-mengajar yang lebih interaktif dan efisien. Dengan begitu santri tidak hanya menjadi penjaga warisan keilmuan Islam, tetapi juga guardian of civilization, penuntun dunia menuju keseimbangan antara spiritualitas dan kemajuan modern.

Kini, semangat jihad telah bertransformasi, dari perjuangan fisik menjadi perjuangan kultural dan intelektual untuk membangun peradaban. Saatnya santri melahirkan Resolusi Jihad Peradaban. Resolusi jihad peradaban merupakan komitmen bersama untuk menjadikan nilai-nilai pesantren sebagai inspirasi dunia, kesederhanaan di tengah budaya konsumtif, tawadhu’ di tengah ego digital, serta toleransi di tengah politik identitas.

Santri masa kini tidak lagi berjuang di medan perang dengan memegang senjata, namun bertarung dalam medan ilmu pengetahuan dan teknologi. Santri harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta berani berinovasi. Sebab masa depan adalah milik mereka yang berpikiran maju. Jihad santri juga dilakukan dengan cara mengembangkan bakat dan talenta yang dimiliki.

Santri harus mampu mengintegrasikan teknologi dengan nilai-nilai kepesantrenan. Pemanfaatkan teknologi harus dilandasi dengan adab dan etika yang baik. Santri menggunakan teknologi sebagai alat untuk menebar manfaat bagi umat. Santri melakukan sinergi antara tradisi dan modernitas untuk menciptakan solusi. Pada akhirnya memungkinkan para santri menjadi agen perubahan yang relevan.

Santri harus berani bersuara dengan data, karya, dan prestasi. Santri bukan hanya penjaga moral bangsa, tetapi juga pembawa peradaban dunia melalui gagasan, inovasi, dan keteladanan. Demikian resolusi santri dalam mengawal negeri, dengan melakukan jihad peradaban tanpa henti. Jayalah santri, jayalah negeri. Selamat Hari Santri Nasional tahun 2025.(*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img