Di tengah hiruk-pikuk kota yang terus berkembang, segelintir perempuan tangguh di Kota Malang memilih menempuh jalan berbeda. Mereka bukan sekadar memperjuangkan ruang setara bagi penyandang disabilitas, tapi juga menjadi bukti nyata bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk berdaya.
MALANG POSCO MEDIA – Mereka tergabung dalam Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Kota Malang, komunitas yang kini menjadi salah satu motor penggerak inklusi di Malang Raya. Dari ruang sederhana tempat mereka biasa berkumpul, berbagai inisiatif besar lahir, mulai dari pemberdayaan ekonomi, pendidikan, hingga advokasi hukum bagi kaum difabel.
“Kami juga tetap berinovasi dalam pemberdayaan ekonomi, sosial, dan pendidikan. Saat ini terdapat lebih dari 10 komunitas dan organisasi disabilitas yang digerakkan langsung oleh kelompok disabilitas di Kota Malang,” tutur Siska Budianti, Wakil Ketua HWDI Kota Malang.
HWDI menjadi rumah bagi beragam ragam disabilitas fisik, sensorik seperti tuli dan netra, hingga intelektual dan mental. Semua disatukan dalam semangat yang sama memperjuangkan hak, kesempatan, dan perlindungan bagi perempuan difabel.
“Kami berupaya mempersatukan serta memberdayakan perempuan disabilitas agar bisa memperjuangkan hak dan perlindungannya,” lanjut Siska dengan senyum hangat.
Langkah HWDI tak berhenti di ranah advokasi. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka menggandeng berbagai pihak untuk melahirkan program nyata. Di antaranya percepatan vaksinasi Covid-19 bagi disabilitas bersama Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, hingga pelatihan digital marketing inklusif bersama PT Telkom Indonesia yang dijadikan proyek percontohan nasional.
Tak hanya itu, HWDI juga aktif meningkatkan kesadaran hukum bagi penyandang disabilitas. Melalui sosialisasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Nomor 2 Tahun 2022 bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, mereka membekali kaum difabel agar mampu melindungi diri dan sesamanya.
“Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya kami untuk meningkatkan kapasitas dan kesadaran hukum penyandang disabilitas,” terang Siska.
Di bidang sosial, HWDI juga rutin memberikan pelatihan terkait perspektif disabilitas dan etika berinteraksi dengan difabel kepada masyarakat maupun lembaga. Pelatihan tersebut telah diikuti sejumlah instansi seperti GRAB Indonesia, BPBD Jatim, Lembaga Coaching Indonesia, hingga Universitas Ciputra.
“Kami ingin menghapus stigma dan membangun cara pandang yang setara terhadap disabilitas. Bahwa mereka punya hak yang sama sebagai manusia dan warga negara,” pungkas Siska.
Dari tangan-tangan penuh semangat para perempuan ini, gerakan inklusi di Kota Malang terus tumbuh. Tak hanya menjadi ruang bagi difabel untuk berdiri sejajar, tapi juga menjadi pengingat bahwa keberanian untuk memperjuangkan kesetaraan selalu dimulai dari hati yang tulus. (rex/aim)








