Ahmad Kautsar Al Ramadani, Sang Peracik Prestasi dari MAN 2 Kota Malang
Berawal dari mencampur larutan tabung reaksi di laboratorium sekolah, Ahmad Kautsar Al Ramadani akan membawa nama Indonesia di level internasional. Setelah prestasinya mendapatkan medali emas di Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2025, ia akan mengikuti Pelatihan Nasional (Pelatnas), seleksi menuju International Chemistry Olympiad (IChO) 2026 di Uzbekistan.
MALANG POSCO MEDIA-“Ini OSN pertama saya. Awalnya ikut klub olimpiade Kimia di kelas 10 MAN, tanpa seleksi apa pun. Saya cuma ingin belajar lebih dalam,” katanya. Dari sinilah kisahnya, dengan masuk klub olimpiade Kimia MAN 2 Kota Malang menjadi tempat ia menimba ilmu sekaligus mengasah ketekunan. Menjelang kompetisi OKTAN ITB, yang sekaligus menjadi seleksi tim untuk Olimpiade Sains Kota (OSK), ia harus bersaing dengan lebih dari 20 anggota klub lainnya. Hanya lima yang terpilih. Salah satunya, Kautsar.
“Setelah terpilih, kami dikarantina penuh. Dapat dispensasi dari sekolah, jadi tidak ikut pelajaran reguler. Dari pagi sampai sore kami di lab, bahkan kadang lanjut malam sampai jam 10,” ungkapnya.
Rutinitas padat itu bukan hal mudah bagi siswa seusianya. Tapi bagi Kausar, semua pengorbanan itu terasa sepadan. Dari OSK, ia melangkah ke Olimpiade Sains Provinsi (OSP), dan kemudian menembus Semifinal OSN. Tahapan yang menyeleksi 100 siswa terbaik se-Indonesia menjadi 60 finalis nasional.
“Finalnya, beberapa waktu lalu di UMM. Dari 60 finalis, hanya 5 yang dapat emas. Alhamdulillah, saya salah satunya,” ujarnya dengan senyum bangga.
Menurut Kausar, tantangan terbesar justru datang di tahap akhir. Pasalnya level yang dikompetisikan naik drastis dibandingkan saat dilevel kota/kabupaten maupun provinsi.
“Kalau OSK cuma pilihan ganda, OSP sudah mulai isian singkat. Nah, semifinal dan final ada soal esai dan praktikum. Itu berat sekali,” katanya.
Salah satu bagian paling menegangkan baginya adalah praktikum sintesis organik. Peserta diminta membuat senyawa organik sesuai petunjuk modul.
“Kelihatannya mudah, cuma mencampur senyawa. Tapi suhu pengadukan harus pas. Waktu itu pengawas sempat nawarin es batu buat bantu suhu, tapi di modul nggak ada, jadi saya tidak pakai,” ceritanya.
Meski begitu, hasilnya tetap memuaskan. Ia menjelaskan, bahwa yang dinilai itu ketepatan produk dibanding teori.
“Kalau hasilnya terlalu sedikit atau terlalu banyak, nilainya bisa turun. Alhamdulillah, produk saya masih sesuai,” tambahnya.
Kesuksesan Kausar tak lepas dari dukungan penuh pihak sekolah. Pembinaan intensif dan fasilitas lengkap diberikan tanpa biaya.
“Dukungan sekolah luar biasa. Semua pembinaan gratis dan intensif. Dispensasi belajar juga sangat membantu,” ungkapnya.
Meski meraih emas, Kausar tak ingin cepat puas. Setelah OSN, ia langsung bersiap menuju Olimpiade Madrasah Indonesia di Banten, 10 November mendatang. Ia juga termasuk dalam 30 medalis OSN Kimia yang akan mengikuti Pelatihan Nasional (Pelatnas), seleksi menuju International Chemistry Olympiad (IChO) 2026 di Uzbekistan.
“Soal internasional beda jauh. Harus lebih kreatif, bukan sekadar hafal rumus. Saya harus banyak latihan dan belajar lagi,” tegasnya.
Ia turut mendapatkan berbagai apresiasi termasuk pimpinan tertinggi di almamternya, yakni kepala MAN 2 Kota Malang dan pembina olimpiade Kimia. Kausar menjadi bukti konsistensi sekolah dalam membina siswa berprestasi. “Kami bangga karena ini emas pertama dari bidang Kimia dalam lima tahun terakhir,” ujarnya. (rex/jon)









