Pemilu Februari lalu, harus menjadi pelajaran yang berharga bagi semua pihak. Sebab, tidak selalu uang adalah faktor utama dan segala-galanya, yang bisa meloloskan dan terpilih menjadi anggota dewan. Hal itu, seperti dirasakan dan dialami langsung oleh caleg terpilih, yakni Abdurrochman atau akrab disapa Abah Dur, politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Pada Pemilu lalu, Abah Dur mengakui masih ada fenomena yang semestinya tidak perlu terjadi, sementara dirinya sendiri memegang erat prinsip tauhid.
“Ada yang berusaha mati matian, ada lagi yang menghalalkan segala cara agar jadi. Tapi ada juga yang seperti saya. Mohon maaf ini harus saya ungkap, saya sebagai orang Islam, mendahulukan tauhid dulu. Kuncinya orang hidup itu tauhid, kepercayaan terhadap Allah. Jadi apapun harus ditanamkan pada tauhid. Kalau tidak ditakdirkan, tidak akan jadi,” ungkap Abah Dur.
Menurut Abah Dur, ada teknik dan kuat khusus yang dilakoninya selama ia menjabat sebagai wakil rakyat kemarin. Sejak awal, ia menempatkan dirinya sebagai mitra untuk pembinaan, pengayoman, pelatihan hingga pemberian fasilitas kepada masyarakat.
Walaupun ada yang berasal dari pokir dan reses, tapi banyak juga yang melalui silaturahmi. Tiap ada perkumpulan di masyarakat, ia selalu hadir pada undangan tersebut.
“Disitulah yang saya tanamkan fungsi kedewanan agar masyarakat tahu. Akhirnya aspirasinya itu sesuai dengan yang diajukan pada saya. Bagaimana saya tanamkan kelompok harus makmur, segar dan berimbas pada lingkungannya,” beber dia.
Caranya, ia membuat Pokmas (Pokok Pikiran Masyarakat) di tingkat kelurahan yang ada di Kecamatan Blimbing. Dari awalnya hanya beberapa saja, kini sudah ada 120 Pokmas yang ia bina untuk menampung aspirasi masyarakat setempat.
“Misalnya minta ada pelatihan kecantikan, menjahit, ini yang menjadi motor penggerak ya pokmas tadi. Tapi itu perempuan semua karena saya memandang, dalam kelompok yang paling solid, kekeuh, rajin, itu ibu ibu. Hampir 95 persen perempuan semua,” sebut dia.
Beberapa Pokmas yang ia bentuk pun ada yang sudah berhasil. Dari awalnya ia bantu secara swadaya dengan dana Rp 10 juta, kini sudah berhasil dikembangkan hingga mencapai Rp 85 juta. Ini seperti terjadi di Pokmas Anggrek.
Begitu juga dengan Pokmas lain, yang mengalami hal serupa sehingga program ini benar benar dirasakan masyarakat. Dari situ, ia menilai banyak dukungan dari masyarakat secara sukarela.
“Bukan kami mengada ada. Bisa tanya ketua saya, yang tidak menggunakan uang sama sekali pada Pemilu kemarin adalah saya, Abah Dur. Pendidikan seperti itu, kalau dilakukan yang lain juga akan bagus sekali sebenarnya. Kiprah, cipta, karya dan karsa dinikmati masyarakat. Bukan seperti orang memilih kucing dalam karung,” tegas dia. (ian/jon)