MALANG POSCO MEDIA– Wabah pada hewan ternak seperti Anthrax dan Penyakit Mulut dan Kuku sudah melanda Kota Malang sejak kolonial berkuasa. Berbagai upaya pun dilakukan. Di antaranya pemerintah kolonial saat itu mengedukasi warga pribumi untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Juga termasuk penanganannya. Seperti sterilisasi hewan ternak yang akan dipotong. Karena itulah bangun Abbatoir atau rumah potong hewan (RPH) pada tahun 1937. Meskipun dipimpin dokter hewan berkebangsaan Belanda, saat itu tidak sedikit warga pribumi yang terlibat. Terutama ditugaskan mengajarkan cara sterilisasi daging sejak dari proses pemotongannya.
Sejarawan Kota Malang Arief Wibisono S.Sos menjelaskan tahun 1937 lokasi rumah potong hewan atau disebut Abbatoir bukanlah di Sukun, seperti saat ini. Lokasinya saat itu di kawasan belakang Stasiun Kotabaru Malang.
“Karena ada wabah penyakit dari sapi, penduduk Belanda akhirnya bangun Abattoir. Awalnya hanya bisa potong 20 hewan ternak seperti sapi, babi, kambing tiap harinya,” cerita Arief kepada Malang Posco Media kemarin.
Guna menjaga higenitas produk daging, warga sekitar diajarkan memotong hewan. Menggunakan beberapa peralatan yang saat itu sudah modern.
“Peralatan diangkut dari Belanda dibawa ke Abbatoir saat itu. Dari tempat menggantung daging, tempat cuci daging dan lainnya. Banyak warga pribumi yang diajarkan. Tujuannya agar mereka bisa mengajarkan juga ke warga di kampung-kampung,” kata penulis buku “Kilas Balik Sejarah Rumah Potong Hewan” ini.
Karena penting, beberapa warga pribumi juga disekolahkan di Sekolah Mantri Hewan. Lokasi sekolahnya saat itu di Jalan Veteran. Lokasinya sekarang di sekitar Matos. Di sini, sudah banyak warga pribumi mengetahui bagaiamana memotong hewan ternak dengan benar agar terhindari dari penyakit berbahaya.
Para mantri hewan saat itu disebut Kreumaster. Perannya pergi ke lingkungan masyarakat pribumi di kampung-kampung. Khususnya saat Idul Qurban.
Pada akhirnya pada tahun 1938, Abbatoir dibangun lebih luas di sekitar Gadang. Saat ini gedungnya masih ada. Pernah jadi kantor RPH, kini menjadi kantor Perumda Tugu Aneka Usaha Kota Malang.
Pada masa agresi militer pertama dan kedua, Abbatoir tidak bisa digunakan karena situasi tidak mendukung. Barulah pada tahun 1950-1960-an, Abbatoir dibangun kembali dengan lebih baik. Lalu diganti namanya menjadi Rumah Potong Hewan (RPH).
“Karena di zaman penjajahan dulu Abbatoir tidak ada stuktural resminya, jadi tidak ada kepalanya. Baru ditata lagi di sekitar tahun 1960-an. Kepala pertamanya drh Slamet namanya,” jelas Arief. (ica/van)