Oleh: Sugeng Winarno
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP
Universitas Muhammadiyah Malang
Jenama itu istilah lain dari brand atau merek. Jenama biasanya melekat pada produk, layanan, perusahaan, atau individu. Dalam politik, jenama bisa berarti identitas atau citra diri sang politisi. Dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), jenama bisa bermakna bagaimana citra diri para kandidat atau pasangan calon (paslon) yang ditampilkan di mata rakyat dalam kontestasi Pilkada serentak 2024 ini.
Seperti halnya jenama sebuah produk, jenama paslon dibentuk lewat nilai-nilai tertentu. Sejumlah elemen pendukung dalam membangun jenama seperti nama, logo, slogan, tagline, warna merek, dan sejumlah unsur lain. Jenama sang paslon merupakan hal yang penting karena dapat mencerminkan citra diri, nilai, dan reputasi mereka di mata publik. Melalui pengelolaan jenama yang baik juga dapat mendongkrak elektabilitas paslon.
Melalui jenama dapat membantu paslon dan partai politik menonjol di antara para kompetitornya. Masing-masing paslon dapat menonjolkan nilai, visi, dan misi masing-masing pasangan yang berbeda dengan pasangan calon yang lain. Sebuah jenama paslon yang kuat akan membantu publik dalam mengenali dan membedakan seorang paslon satu dari paslon yang lain. Lewat jenama yang kuat sejatinya bisa digunakan untuk membangun identitas dan diferensiasi.
Mengutip David A. Aaker (1996) dalam bukunya bertajuk “Building Strong Brands” menjelaskan pentingnya strategi membangun jenama yang kuat dan mengelola aset-aset merek yang relevan dalam memahami cara menciptakan citra yang kuat dan bertahan lama. Hal ini penting dilakukan tak hanya dalam dunia bisnis, namun juga dalam politik lewat personal branding para politisi.
Branding Paslon
Dalam kontestasi Pilkada, branding paslon adalah proses dan strategi komunikasi yang digunakan untuk membentuk, memperkuat, dan memperkenalkan jenama serta positioning kandidat kepada calon pemilih. Ini mencakup semua tindakan dan saluran yang digunakan kandidat untuk menyampaikan pesan politiknya, seperti desain visual, slogan, media sosial, iklan, dan acara kampanye.
Branding yang konsisten membantu memastikan bahwa publik melihat kandidat sesuai dengan citra dan nilai yang disampaikan. Branding sangat berperan dalam membentuk persepsi publik tentang sang paslon. Jenama dalam Pilkada juga dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengomunikasikan pesan dan nilai-nilai kepada calon pemilih. Misalnya, logo, slogan, dan gaya komunikasi sang kandidat yang mencerminkan visi dan misi yang diusungnya.
Tak jarang calon pemilih menggunakan keputusan berdasarkan faktor emosional. Jenama yang kuat dan autentik memungkinkan paslon dapat membangun hubungan emosional dengan masyarakat, sehingga calon pemilih merasa terhubung secara personal dengan visi dan misi yang diusung paslon. Jenama yang konsisten dapat menciptakan kepercayaan dan loyalitas dari calon pemilih.
Di era digital dan media sosial, jenama dalam politik semakin penting. Kemampuan untuk mengelola jenama secara efektif di berbagai platform digital dapat meningkatkan visibilitas dan dampak paslon Pilkada di mata publik. Lewat jenama yang kuat dapat menjadi identitas, positioning yang kuat di benak calon pemilih, dan branding sang paslon yang melekat di hati calon pemilih.
Adu Jenama
Dalam kontestasi Pilkada, telah terjadi adu jenama antar paslon. Hal ini wajar karena dalam kontestasi politik masing-masing kandidat berusaha dapat merebut simpati dan dukungan calon pemilih. Tak jarang segala cara ditempuh sang kandidat demi jenama yang dimilikinya mampu merebut simpati dan dukungan calon pemilih.
Dalam mencermati adu jenama antar paslon Pilkada, masyarakat perlu waspada dalam menilai kandidat dan tidak terpengaruh oleh manipulasi atau pencitraan semata. Tak sedikit kandidat membangun citra yang tampak ideal namun tak mencerminkan karakter asli atau rekam jejak mereka. Tak jarang jenama yang dibangun sesungguhnya tak menjawab apa yang menjadi kebutuhan dan ekspektasi publik.
Masyarakat perlu mewaspadai kandidat yang terlalu fokus pada personal branding tanpa menawarkan program yang konkret dan relevan. Branding yang kuat memang bisa menjadi daya tarik, namun yang lebih penting adalah substansi dalam visi, misi, dan program yang dijanjikan kandidat. Sang kandidat yang baik perlu memperhatikan sejauh mana program yang dijanjikan dapat direalisasikan dan berdampak pada kepentingan publik.
Sesungguhnya para paslon Pilkada yang menjalankan program dengan konkret dan berdampak, terutama yang sesuai dengan janji kampanyenya, dapat memperkuat jenamanya sebagai sosok yang “walks the talk.” Para calon pemilih cenderung mengingat kandidat yang tak hanya menyampaikan janji, tetapi juga menunjukkan aksi nyata yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat langsung.
Mencermati adu jenama yang sedang terjadi di antara pasangan paslon Pilkada maka masyarakat perlu sikap kritis dan bijak. Para calon pemilih dapat menilai adu jenama antara kandidat dengan lebih objektif, memilih berdasarkan kualitas dan kompetensi, bukan hanya lewat pencitraan semata. Masyarakat harus jeli melihat jenama paslon yang solid, realistis, dan dapat dipercaya.
Meskipun jenama yang kuat adalah aset berharga bagi paslon Pilkada, kemenangan tetap bergantung pada kombinasi dari berbagai faktor, termasuk relevansi jenama dengan harapan masyarakat, strategi kampanye yang efektif, kepercayaan publik, dan adaptasi pada dinamika politik yang terus berubah. Jadi, meskipun jenama yang baik sangat membantu, ia bukanlah jaminan otomatis untuk memenangkan kontestasi Pilkada. (*)