MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Volunteer Social of Psychology (Vossil) sukses menggelar pameran hasil karya terapi bermain kriya untuk anak disabilitas di Gedung A1 Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang, Minggu (6/11) lalu. Kegiatan tersebut merupakan acara puncak dari rangkaian kegiatan pengabdian mahasiswa yang dilakukan oleh anggota Vossil dalam program bimbingan terpai kriya untuk anak disabilitas yang dilaksanakan atas kerjasama dengan paguyuban Mutiara Hati.
“Pada acara pameran ini juga sekaligus diadakan lelang dari hasil terapi yang dilakukan, yakni berupa barang-barang kriya yang dibuat oleh anak-anak disabilitas,” ungkap Ketua Umum Vossil 2022, Indri Suryani kepada Malang Posco Media, Selasa (8/11).
Terdapat beberapa jenis barang kriya hasil dari para anak-anak disabilitas seperti gantungan kunci, lukisan di casing HP, lukisan di totebag, pembatas buku serta roncean hingga hasil sulaman. Untuk hasil penjualan lelang karya tersebut akan diberikan kepada Paguyuban Mutiara Kasih.
“Di luar ekspektasi kita ternyata banyak yang mengapresiasi karya-karya dari Anak-anak Disabilitas ini. Bahkan beberapa seperti gantungan kunci sampai sold out waktu itu,” ujarnya.
Para pengunjung bukan tertarik karena rupanya, tapi lebih ke bagaimana proses yang telah dilewati oleh para Anak-anak disabilitas ini dalam menjadikan suatu karya yang bermanfaat bukan hanya bagi dirinya, tapi juga untuk orang yang berada di sekitarnya.
“Dari sini kita dapat belajar bahwasanya anak yang memiliki keterbatasan, namun dalam berkarya dan berekspresi mereka tidak ada batasnya. Mereka sama dan setara seperti kita,” tuturnya.
Sebelum pelaksanaan puncak acara yakni pameran karya, mahasiswa volunteer dari Vossil terlebih dahulu melakukan pengabdian di Paguyuban Mutiara Kasih. Mereka memberikan terapi kriya sebanyak lima sesi. Terdapat kurang lebih 100 anak disabilitas yang mengikuti kegiatan terapi yang dilaksanakan oleh Vossil UM.
“Di setiap sesi ada 20 volunteer dan 20 anak disabilitas, jadi satu volunteer memegang satu anak disabilitas untuk dibimbing. Ada tiga kegiatan terapi yang kita lakukan yakini melukis, membuat pembatas buku serta meronce dan menyulam,” kata Indri.
Kegiatan melukis dan menggambar ditujukan untuk menstimulus motorik dari anak disabilitas serta melatih mereka dalam berkoordinasi. Sedangkan membuat pembatas buku dapat melatih mereka dalam mengolah ide, membangun daya imajinasi serta kreativitas dari anak. Adapun meronce dan menyulam ditujukan untuk menumbuhkan kemampuan anak dalam memecahkan masalah seperti memasukan benang.
” Output yang diharapkan anak-anak disabilitas yang dianggap tidak bisa apa-apa sebenarnya memiliki potensi. Dengan adanya kegiatan terapi seni kriya serta pameran ini menjadi sarana bagi anak disabilitas untuk menunjukan kepada masyarakat umum bahwa mereka mampu,” ungkapnya. (mp1/bua)