.
Sunday, December 15, 2024

Al-Qur’an Sumber Penanaman Karakter Unggul di Sekolah

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Era  globalisasi  yang  ditandai  adanya  perubahan  di  segala bidang; politik, ekonomi, ilmu pengetahuan,  teknologi, informasi, sosial, dan budaya telah membawa dampak positif dan negatif bagi kehidupan umat manusia. Kemajuan di bidang teknologi, komunikasi, informasi dan   transportasi membuat segala sesuatu yang terjadi di negeri  yang  jauh  bahkan  di  benua yang  lain  bisa  diketahui  dan  tempat tertentu bisa dicapai dalam waktu yang amat  singkat.

          Pendekatan  Islam  dalam  menumbuh  kembangkan  nilai-nilai akhlak dapat dilihat melalui nas-nas Al-Qur’an dan Hadis yang banyak mengaitkan pembentukan  akhlak  dengan  aqidah  atau  iman, karena  akhlak  merupakan intisari keimanan/ tauhid. Kuat atau lemahnya iman seseorang dapat diukur dan diketahui dari perilaku  akhlaknya. Iman  yang  kuat  akan  mewujudkan akhlak  yang  baik dan mulia, sedangkan iman yang lemah akan  melahirkan akhlak yang buruk dan keji.

          Akhlak merupakan kerangka dasar ajaran Islam yang memiliki kedudukan sangat penting, di samping aqidah. Rasulullah Saw mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi ini membawa misi pokok, yaitu; menyempurnakan akhlak manusia yang mulia.

          Berbagai perilaku destruktif, seperti premature immoralities, alkoholisme, seks bebas, narkoba, aborsi sebagai penyakit sosial yang harus diperangi secara bersama-sama. Sehingga kenyataan ini menjadikan banyak orang yang tidak lagi mempercayai kemampuan pemerintah, untuk menurunkan angka kriminalitas serta berbagai penyakit sosial.

          Pendidikan karakter menurut Al-Qur’an bukan hanya sekadar mengajarkan atau memberikan pengetahuan tentang baik dan buruk, melainkan membiasakan, menyontohkan, melatihkan, menanamkan, dan mendarahdagingkan sifat-sifat yang baik kepada peserta didik, dan menjauhi segala perbuatan yang buruk.      Pendidikan karakter dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah pendidikan pembiasaan, pendarah dagingan, praktik, internalisasi dan transformasi nilai-nilai yang baik ke dalam diri peserta didik.

          Proses pembentukan karakter menurut Al-Qur’an di antaranya adalah adanya pengenalan, pemahaman, penerapan, pembiasaan, pembudayaan, internalisasi menjadi karakter yang baik dan sesuai dengan tuntunan yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw melalui kitab suci Al-Qur’an.

          Hadirnya sekolah sebagai salah satu lingkungan yang juga turut andil dalam memperbaiki dan menselaraskan pola penanaman karakter kepada peserta didiknya harus dan wajib menjadikan Al-Qur’an serta contoh-contoh yang telah Nabi Muhammad Saw berikan sebagai acuan dan tolak ukur dalam memberikan pola asuh yang baik dan disiplin, khususnya dalam adab dan sopan santun.

          Pembentukan karakter juga termanivestasikan dalam ketauladanan Rasulullah Muhammad SAW melalui empat karakter. Pertama, Sidiq yang diartikan benar berbicara, bertindak dan bersikap. Kedua amanah adalah terpercaya baik ucapan dan perilaku. Ketiga Tabligh artinya akuntabel atau menyampaikan dengan baik dan profesional.

          Keempat Fathonah artinya cerdas, yang dimaksud cerdas di sini tidak hanya cerdas secara intelektual akan tetapi mampu mengendalikan emosi dan menjadikan dirinya penyelesai masalah dalam permasalahan pribadi dan berbagai permasalahan umat. Selain itu Rasulullah mampu melewati berbagai permasalahn hidup dengan penuh kesabaran, ketenangan dan keikhlasan.

          Dalam surah Al-Luqman ayat 13, Allah Swt mengabarkan tentang wasiat Luqman kepada anaknya, yaitu Luqman bin ‘Anqa bin Sadun, dan nama anaknya Tsaran, agar anaknya tersebut hanya menyembah Allah semata dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun.

          Ungkapan “la tusyrik billah” dalam ayat ini, memberi makna bahwa ketauhidan merupakan materi pendidikan terpenting yang harus ditanamkan pendidik kepada anak didiknya. Karena hal tersebut merupakan sumber petunjuk ilahi yang akan melahirkan rasa aman.

          Sebagaimana firman Allah: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”

          Penyampaian materi pendidikan dalam ayat ini, diawali dengan penggunaan kata “Ya bunayya” (wahai anakku) merupakan bentuk tashgir (diminutif) dalam arti belas kasih dan rasa cinta, bukan bentuk diminutif penghinaan atau pengecilan.

          Itu artinya bahwa pendidikan harus berlandaskan aqidah dan komunikasi efektif antara pendidik dan anak didik yang didorong oleh rasa kasih sayang serta direalisasikan dalam pemberian bimbingan dan arahan agar anak didiknya terhindar dari perbuatan yang dilarang.

          Oleh karena itu, Al-Ghazali dalam “Ihya ‘Ulumuddin” menyebutkan bahwa salah satu di antara tugas pendidik ialah menyayangi anak didiknya sebagaimana seorang ayah menyayangi anaknya, bahkan lebih. Dan selalu menasehati serta mencegah anak didiknya agar terhindar dari akhlak tercela.

          Penulis berkesimpulan bahwasannya pendidikan tauhid ini akan mencerminkan karakter pengabdian yang kuat dan tertanam dalam diri anak, sehingga akan menciptakan karakter setia, taat, tawadhu, dan tawakal serta akan tetap tertanam sikap kuat bahwa Allah Swt Yang Maha Mengawasi serta apapun yang terjadi dalam ritme serta perjalanan hidup in, semata atas kehendak dan takdir yang sudah ditentukan oleh Allah Swt.

          Melalui pendidikan karakter ini diharapkan dapat dilahirkannya manusia yang memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya, tanpa paksaan, disertai rasa penuh tanggung jawab. Yaitu manusia-manusia yang merdeka, dinamis, kreatif, inovatif dan bertanggung jawab terhadap Tuhan, diri sendiri, manusia, masyarakat, bangsa dan Negara.

          Pendidikan karakter yang diberikan kepada anak-anak sejak dini dapat menciptakan kepribadian dan pembiasaan yang dapat menjadikan anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang soleh secara individu dan soleh secara sosial. Pedidikan tersebut juga dicontohkan oleh Lukmanul Hakim yang diabadikan dalam Surat Luqman/31: 13-19 yang menjelaskan bahwa setiap orang tua dan pendidik harus menjadi contoh, baik itu dalam perkataan, perbuatan dan sikap serta menanamkan pendidikan ketauhidan, akhlak, ibadah, hubungan sosial dan tadzkiyatunnafs kepada setiap anak sebagai dasar kurikulum yang dikembangkan dalam setiap pembelajaran dan aktifitas. Dengan harapan dapat menjadi solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi anak-anak pada saat ini.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img