.
Thursday, December 12, 2024

Amankan Aset Siber, Perang Lawan Judol Paling Merepotkan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

White Hat Hacker Bersertifikat Internasional dari Malang

Keamanan siber saat ini menjadi isu utama yang sudah tidak bisa dianggap sepele. Tidak hanya bagi industri perbankan, tapi juga bagi dunia pendidikan, kesehatan, dan perdagangan. Ancaman peretasan dari seorang hacker menjadi momok tersendiri karena sulitnya menjaga keamanan siber.

MALANG POSCO MEDIA-Melawan ancaman itu, saat ini mulai bermunculan hacker topi putih atau ‘white hat hacker’ yang bertugas menjaga keamanan siber dari berbagai kemunginkan serangan online. Profesi yang cukup jarang ditekuni ini ternyata dilakukan oleh salah satu Arek Malang, yakni Vipkas Al Hadid Firdaus yang bahkan keahliannya sudah diakui dan mengantongi sertifikat internasional. Ia dipercaya oleh sejumlah lembaga negara untuk mengamankan aset sibernya.

Vipkas pernah terlibat dalam proyek lokalisasi dokumen dan kebijakan keamanan siber sebagai bagian dari tim Prof. Suhardi di ITB, dalam kerja sama dengan Kominfo dan KOICA (Korea International Cooperation Agency).

Ia pun kini dipercaya sebagai Wakil Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan di Asosiasi Forensik Digital Indonesia (AFDI), yang terlibat dalam berbagai proyek penelitian terkait keamanan digital dan forensik di Indonesia.

“Kalau saya memang lebih ke arah passion. Ada ketertarikan di proyek yang terkait komputer, kemudian memang didukung saya kuliahnya di arah kesitu, yaitu Magister Rekayasa Management Informasi. Jadi selama ini saya mengasah kemampuan terkait digital forensik, pentes (penetrating test), audit security dan sebagainya,” ucap Vipkas, sapaannya kepada Malang Posco Media.

Ketertarikannya pada dunia keamanan siber, bermula pada sekitar 2011 saat ia lulus Sarjana Teknik Elektro. Meski tidak sepenuhnya diajarkan mengenai keamanan siber, Vipkas mulai tertarik dengan komputer dan seluk beluknya. Akhirnya sekitar 2014, ia memutuskan untuk mendalami terkait siber sekuriti dengan mendaftar program magister di ITB. 

“Saat itu, kampus yang buka program yang kearah siber sekuriti, itu hanya tiga. Salah satunya ITB, jadi saya mendaftar kesana untuk memperdalam tentang ilmu ini. Dari program itu, biasanya lulusannya ada yang menjadi konsultan keamanan di perbankan untuk handling sekuriti, ada juga yang jadi Pentester atau penguji kemanan. Juga ada yang menjadi akademisi di ITB dan Polinema saya,” bebernya.

Setelah lulus dari program magister, Vipkas langsung tertarik untuk bidang akademis. Biasanya untuk riset dan pengembangan yang mengarah ke digital forensik.

Dari situlah ia kemudian dipercaya untuk beragam project bersama pemerintah, seperti proyek lokalisasi dokumen antara Kominfo bersama Korea. Tidak hanya itu, ia juga bekerja menjadi Pentester yang menginduk kepada salah satu perusahaan digital di Malang dan menangani beragam proyek keamanan siber.

Praktis, ia pun kemudian dikatakan menjadi seorang konsultan siber sekuriti untuk keamanan digital. Sekaligus juga sebagai white hat hacker atau ethical hacker.

“Siber sekuriti itu lebih luas dibandingkan ethical hacker. Kalau siber sekuriti bisa sebagai konsultan keamanan sistem website, HP atau laptop, dan aplikasi. Kalau ethical hacker, menyerang secara legal. Memang sengaja untuk menguji, biasanya disebut Pentest. Setelah kami coba serang, ternyata ada celah, itu yang akan ditutup dengan perbaikan sistem,” jelas pria kelahiran Jombang ini.

Selang beberapa tahun, Vipkas sukses mengantongi sertifikat internasional pada tahun 2022, yaitu dari Certified Ethical Hacker (CEH) yang dikeluarkan EC-Council yang berbasis di Amerika Serikat. Adanya sertifikat yang cukup istimewa dan tidak sembarang orang bisa mendapatkannya ini menjadi modal berharga baginya.

Ini memperkuat posisinya sebagai konsultan siber sekuriti di perusahaanya, yakni Digital Solusi Grup. Sejumlah perusahaan swasta level nasional hingga lembaga pemerintah menjadi langganannya.

Dengan segudang pengalaman yang sudah ia lakoni, Vipkas menilai di Indonesia ini masih cukup rawan oleh serangan siber. Sebab, bukan masalah infrastrukturnya saja, tapi dari segi SDM juga belum mumpuni.

“Celah keamanan terbesar, itu adalah SDM-nya. Dipasang teknologi dan proteksi macam macam, manusianya tidak aware, tetap bisa diserang. Kalau company besar, mereka pasti sudah diseleksi awal dengan prosedur ketat. Kalau di pemerintahan dan pendidikan, mereka tidak aware dan menjadi PR yang cukup melelahkan bagi profesi seperti kami,” curhat Vipkas yang saat ini juga merupakan dosen Teknik Informatika di Polinema itu.

Selama menjadi white hat hacker ini pula, pria berusia 33 tahun ini merasa yang paling susah ditangani adalah mengamankan sektor perbankan yang rentan diserang malware dan phising. Lengah sedikit saja, uang ratusan juta bahkan miliaran atau lebih, bisa berpindah tangan dalam sekejap.

Ia pun pernah menyelamatkan sejumlah akun e-wallet berisi uang nontunai milik kliennya yang sempat hilang. Vipkas berhasil mengembalikan akun e-wallet setelah beberapa lama hilang dengan keahliannya.

Meski begitu, bagi Vipkas, yang menurutnya paling merepotkan untuk dibasmi adalah fenomena perang melawan judi online yang kini merebak di berbagai macam sektor.

“Judi online itu menyasar website yang traffic-nya tinggi. Pemerintahan dan pendidikan itu merupakan salah satu yang traffic-nya tinggi. Makanya tidak heran, seperti di Polinema sendiri saya juga cukup kerepotan karena memang sejak awal tidak didesain dengan proteksi mumpuni,” ungkap dia.

“Impact-nya sebenarnya tidak ke sistem. Tapi mereka itu menumpangi iklan. Tidak susah untuk ditakedown, tapi susah mencegahnya. Ditutup disini, muncul disana. Memang agak merepotkan karena saya tahu dari luar sana itu juga menyewa ilegal hacker,” sambung Vipkas.

Kendati demikian, Vipkas tidak pernah lelah untuk menekuni profesi sebagai ‘hacker baik’ ini. Ia akan terus mendorong kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keamanan siber di era serba teknologi seperti saat ini.

Apalagi, sebagai dosen, ia berkeinginan untuk mencetak praktisi yang profesional di bidang keamanan siber. Bahkan, ia selalu bersedia menjadi narasumber dalam berbagai kesempatan berbagi ilmu.

“Intinya saya berharap kedepannya masyarakat lebih melek terhadap teknologi. Sebab memang bahayanya tidak tampak, tapi akibatnya bisa dirasakan,” tutup Vipkas yang saat ini berdomisili di Karangploso. (ian/aim)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img