MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Tiga tahun belakang ini menjadi saat yang begitu berat bagi Dewi Kusumawati (40), warga Kelurahan Purwodadi Kecamatan Blimbing Kota Malang. Paras cantiknya beberapa tahun lalu, seketika berubah saat mengalami penyakit yang sangat berbahaya ini. Yaitu kanker lidah.
Tidak hanya parasnya, suara lembut Dewi akhirnya berubah karena ia menjadi sulit untuk berbicara. Suara yang keluar dari mulutnya sangat tidak jelas. Alhasil, ia harus berkomunikasi melalui tulisan.
“Tapi saya sekarang sudah mulai mengerti Dewi bicara apa. Sebelumnya, setelah selesai operasi itu, juga tidak jelas bilangnya apa. Jadi, komunikasi masih bisa, tapi ya ditulis,” ujar Marsuin (53), suami Dewi ketika ditemui kemarin.
Cobaan hidup Dewi, bermula ketika sekitar 2020 mengalami sakit sariawan. Merasa sariawan biasa, Dewi pun mengobatinya seperti orang orang pada umumnya. Namun nyatanya, sariawan yang dideritanya berlangsung berhari hari. Bahkan berminggu minggu hingga satu bulan.
Dikatakan Marsuin, ia merasa ada yang janggal justru ketika di lidah Dewi sampai ada lekukan atau lubang kecil. Tiap kali makan, Marsuin menyaksikan istrinya kemudian melakukan hal yang tidak lazim.
“Setelah makan itu ternyata dia mencukit sisa makanan yang tertinggal di lidahnya. Berapa lama begitu, terus tidak sembuh-sembuh akhirnya saya langsung bawa ke RS Lavalete dan divonis kanker lidah. Akhirnya dirujuk ke RSU (RSUD dr. Saiful Anwar) untuk kemoterapi,” lanjutnya.
Setelah dua kali menjalani kemoterapi, Dewi seperti dikatakan Marsuin mengatakan sudah merasa lebih enak dan nyaman. Karena alasan itu, ternyata ia tidak melanjutkan kemoterapi. Nyatanya keputusan itu kurang tepat, hingga membuat dirinya melakukan kemoterapi kembali. Namun sayang, di tengah prosesnya, kemudian mulutnya bengkak karena terjadi infeksi di rahangnya.
Singkatnya, Dewi diharuskan menjalani operasi untuk infeksinya itu setahun lalu. Setelah operasi, rahang Dewi berlubang besar. Setiap makan, Dewi tidak bisa makan berat seperti sebelumnya. Hanya bisa susu, bubur bayi hingga jus buah. Bobot badan Dewi juga menyusut sangat drastis setahun ini.
“Saya hanya kasihan karena yang bisa masuk itu saja. Kalau yang masuk nasi masih bisa jaga berat badannya, kalau itu saja, ya mesti saja. Dulu 90 kilogram, sekarang 49 kilogram,” sebut Marsuin.
“60 persen orang yang kena kanker lidah itu biasanya putus asa. Tapi saya takjub sama istri saya sendiri. Dia sangat kuat dan tetap semangat dengan kondisi yang berat begini,” sambung Marsuin dengan raut muka menahan tangis.
Marsuin sendiri sebenarnya juga punya masalah kesehatan. Lima bulan lalu ia baru saja pasang ring di jantungnya. Ia menderita jantung koroner. Tidak bisa beraktifitas berat dan berjalan terlalu jauh. Apabila dipaksa, ia jadi tersengal sengal dan kesulitan nafas. Sedikit banyak hal ini juga berpengaruh untuk pekerjaannya.
“Apalagi reptil dan burung yang saya jual itu ternyata mati. Saya biasa jualan burung sama reptil di Pasar Splendid. Modal saya untuk jualan habis. Istri sakit, terus saya tidak bisa bekerja. Ya namanya musibah, ternyata kok pas bareng-bareng,” tukasnya.
Alhasil, untuk menyambung hidup keluarganya, Marsuin praktis hanya mengandalkan bantuan yang ada. Sebelumnya Marsuin dua kali mendapat bantuan dari Komunitas Peduli Malang dan terbaru bantuan dari Kementerian Sosial RI. Kondisinya, persediaan susu dan bubur saat ini makin menipis. Sementara belum ada lagi bantuan yang datang.
Sebenarnya, memang ada sedikit pemasukan dari toko peracangan yang dibuka di rumahnya. Sehari-hari dikelola oleh ibu dari Dewi. Namun karena hanya toko kecil yang lingkupnya untuk kampung, tentu tidak cukup untuk menghidupi 9 orang yang ada di dalam rumah Marsuin. Selain Dewi dan ibunya, juga ada empat anak dan dua cucu yang tinggal bersama Marsuin.
“Satu rumah ini 9 orang. Sekarang ini yang mendesak susu, bubur, kain kasa, tisu sama kebutuhan hidup. Ya tidak tahu nanti bagaimana (kalau habis). Semoga ada saja rezeki yang membantu. Itu dulu saja, baru nanti kalau ada bantuan modal, saya ingin sekali kerja lagi. Tidak apa apa pakai motor, tidak capek jalan,” ungkap Marsuin dengan senyum tipis.
Salah satu anak Marsuin dan Dewi juga bahkan diketahui seorang difabel atau berkebutuhan khusus. Dia tidak sekolah ataupun bekerja. Sehingga kondisi ini makin memberatkan. Anaknya yang difabel ini, sebenarnya sempat menjalani terapi di Solo. Namun hanya beberapa hari kembali pulang karena faktor keluarga.
“Saya sederhana saja, intinya yang penting sekarang semoga semua sehat. Bisa kumpul sama keluarga,” tegasnya.
Semangat Marsuin ini juga tidak pernah sekalipun luntur lantaran kesemangatan dari Dewi. Meski tidak dipungkiri Dewi, saat ini pihaknya sangat membutuhkan bantuan. Terutama dari pemerintah, baik Pemerintah Kota Malang maupun Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Yang membuat saya bertahan ya keluarga dan anak anak. Harapan saya k edepan bisa dapat lebih banyak bantuan buat sehari hari saya dan berharap dapat keajaiban sembuh,” tulis Dewi melalui ponselnya yang ditunjukkan kepada Malang Posco Media. (ian/aim)