.
Friday, November 8, 2024

Andreas : TPID Harus Gotong-royong “Perang” Tekan Inflasi

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media-Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) harus melakukan terobosan berbasis gerakan gotong-royong dan menyatakan “perang” untuk menekan laju inflasi sebagai dampak krisis ekonomi global yang kini tengah terjadi.
Demikian ditegaskan anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan,Ir.Andreas Eddy Susetyo,MM kepada Malang Posco Media,Kamis (4/8).
Wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Malang Raya ini menambahkan,gerakan gotong-royong ini harus digaungkan baik antar-TPID kabupaten/kota maupun antar-TPID Provinsi.


“Tugas TPID sekarang menjadi jauh lebih berat karena harus bergerak seperti tim sepakbola yang memainkan total football dengan target bukan hanya inflasi di daerah masing-masing, namun juga memitigasi daerah yang surplus dan defisit bahan pangan tertentu untuk kemudian dilakukan perdagangan domestik,”urainya.
Politisi asli Malang ini menambahkan,ego kedaerahan harus ditanggalkan demi kepentingan nasional dalam rangka menekan laju inflasi. TPIP harus bisa menjadi semacam dirigen bagi orkestra TPID Provinsi. Sedangkan TPID Provinsi harus secara nyata membangun sinergi dan kolaborasi antar-TPI kabupaten/kota.

- Advertisement -
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Ir.Andreas Eddy Susetyo,MM dan Mensos Tri Rismaharini saat kegiatan di Pendopo Kabupaten Malang.


“Selain gotong royong, juga diambil langkah-langkah antisipasi melalui strategi keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif. Strategi keterjangkauan harga dilakukan dengan pemanfaatan anggaran belanja pemerintah dalam rangka stabilisasi harga,”tegasnya.
Andreas kemudian menjabarkan,strategi ketersediaan pasokan dilakukan melalui berbagai program dalam kerangka memenuhi kebutuhan pangan yang mudah diakses masyarakat. Implementasi paling sederhana adalah pemenuhan kebutuhan hortikultura secara mandiri skala rumah tangga akan berdampak pada penurunan tekanan permintaan di pasar dan akhirnya berkontribusi terhadap stabilitas harga.


“Kemudian strategi kelancaran distribusi dilakukan dengan mendorong dilakukannya kerjasama antardaerah dalam rangka memenuhi pasokan komoditas pangan. Salah satu implementasi strategi ini adalah digitalisasi pasar tradisional untuk memperluas pasar dan memperpendek rantai distribusi sehingga menekan biaya,”cetusnya.
Pria ramah ini menuturkan bahwa tidak kalah pentingnya adalah strategi dalam pengelolaan komunikasi yang efektif melalui pemanfaatan teknologi informasi. Pertimbangan strategi komunikasi ini adalah untuk menangkal terjadinya informasi asimetris terhadap perkembangan harga di pasar. Keterikatan masyarakat terhadap media sosial saat ini bisa menjadi celah terjadinya disinformasi yang berpotensi menimbulkan gejolak harga.
“Semua itu dilakukan karena adanya fakta di depan mata bahwa tantangan perekonomian akan datang kepada ekspektasi kenaikan inflasi serta perlambatan ekonomi global. Dampaknya berupa pelemahan nilai ekspor. Inflasi di semester II 2022 akan meningkat karena adanya pass through dari produsen ke konsumen serta inflasi di sisi pangan,”serunya.
Alumni SMPN 3 dan SMAN 3 Malang ini menegaskan,kemampua
n untuk membaca indikator-indikator awal (leading indicators) akan supply dan demand bahan pangan tentu saja menjadi sangat krusial agar tidak terlambat dalam mencegah kenaikan inflasi. “Keberhasilan dalam mencegah kenaikan inflasi domestik dengan koordinasi antardaerah akan menghilangkan satu faktor penyebab inflasi, yaitu hambatan distribusi,”tandasnya.
Ayah satu putra ini menekankan bahwa fenomena inflasi di Indonesia saat ini dipicu oleh kenaikan harga kelompok pangan bergejolak (volatile food). Data Badan Pusat Stastistik (BPS) mencatat bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) Juni 2022 mengalami inflasi 0,61 persen (month to month/mtm) sehingga inflasi tahunan menjadi 4,35 persen (yoy).
Faktor pendorong inflasi adalah kelompok volatile food yang mengalami inflasi 2,51 persen (mtm) sehingga secara tahunan menjadi 10,07 persen. Namun, inflasi kelompok barang yang diatur lpemerintah (administered prices) tercatat 0,27 persen (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya 0,48 persen.
“Tingginya inflasi komponen volatile food disebabkan gejolak harga komoditas hortikultura seperti cabai, bawang merah dan telur ayam ras. Selain itu juga tingginya curah hujan di sentra hortikultura dan peningkatan harga pakan ternak menjadi picu inflasi kelompok,”pungkas Andreas.(nug/jon)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img