MALANG POSCO MEDIA-Tim Appraisal penilaian harga lahan dan bangunan No 50 Jalan Basuki Rahmat (Kayutangan) yang akan dijadikan lahan parkir angkat bicara. Itu terkait dugaan ketidaksesuaian sistem penilaian appraisal.
Koordinator Tim Appraisal yakni SISCO KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) Satria Setiawan menggunakan dasar penggantian wajar atau Nilai Penggantian Wajar (NPW).
Sebelumnya muncul pertanyaan besar terkait dasar penilaian harga. Yakni menggunakan Standar Penilaian Indonesia (SPI) Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Dimana standar penilaian inilah yang mengakibatkan adanya tambahan biaya atau komponen objek penilaian. Sehingga menghasilkan Rp 26,7 miliar.
DPRD Kota Malang pun sempat mempertanyakan dasar penilaian harga lahan yang digunakan tim appraisal. Dimana appraisal menggunakan dasar penilaian yang memiliki komponen penilaian yang beragam, seperti penilaian fisik bangunan dan non fisik bangunan atau lahan. Bukan didasarkan pada harga lahan secara fisik saja, yang biasanya digunakan untuk pengadaan jual beli pada umumnya. Mengingat pemilik lahan memang memiliki niat menjual asetnya.
“Kita mengakomodir ekspektasi di atas nilai pasar. Dasarnya mengacu UU No 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah. Ada aturan di sini bahwa penilai boleh memberikan nilai di atas harga pasar dengan harga wajar. Apalagi jika tanah nantinya akan digunakan untuk kepentingan umum,” jelas Satria Setiawan koordinator tim appraisal SISCO di Balai Kota Malang kemarin.
Ia mengungkapkan meskipun pemilik lahan secara sukarela ingin menjual tanah dan bangunannya, penilai juga harus menghitung objek yang ada pada dasar penilaian lahan untuk kepentingan umum. Apparaisal menghitung juga berdasarkan tujuan dari pembelian lahan tersebut. Hal yang juga mendasari dasar penilaian tersebut adalah Pemkot Malang sudah menetapkan lokasi tersebut paling strategis untuk dijadikan lahan parkir.
“Memang di sana ada beberapa lokasi yang bisa dibeli untuk lahan parkir, tetapi setelah disurvei dikaji memang lokasi itu (bangunan No 50) yang paling pas. Jadi memang harus itu yang dibeli agar kepentingan parkir (yang menjadi kepentingan umum) bisa terlaksana,” jelasnya.
Untuk itulah, objek penilaian juga mengakomodir penghitungan kerugian fisik dan non fisik. Dari komponen non fisik, muncul komponen lain yakni penilaian untuk kehilangan usaha atau pendapatan, solatium sebesar 30 persen, hingga biaya lain seperti asumsi biaya pindah, pajak BPHTB hingga beban PPAT. Semuanya senilai Rp 6,6 miliar. Sementara kerugian fisik terhitung sebesar Rp 18 miliar. Satria menegaskan dasar penilaian yang dilakukan pihaknya sudah wajar dan mengikuti aturan yang ada.
Terkait hal ini, sebelumnya anggota DPRD Kota Malang Dr Jose Rizal Joesoef menyampaikan kritikannya terhadap rencana pembelian lahan parkir Kayutangan tersebut. Ia menyinggung terkait metode penilaian harga lahan. Khususnya mengapa appraisal menggunakan penilaian pengantian wajar, dengan komponen ganti rugi.
“Padahal kan kita sudah tahu semua, pemilik lahan ini bukan dipaksa atau diminta menjual lahannya tapi dia sukarela. Dan memang ingin menjual. Jika seperti itu maka penilaian appraisal harusnya simple menggunakan dasar jual beli saja,” jelas Jose.
Dijelaskannya, aset tanah plus bangunan di Jalan Basuki Rahmat atau Koridor Kayutangan No 50 pada 2 Maret 2022 diiklankan oleh agen properti via media-media sosial. Harga saat ditawarkan Rp 16,5 miliar.
Hal ini menurut Jose, dapat diartikan bahwa pemilik aset atau lahan rumah No 50 tersebut dengan secara sukarela dan ikhlas menginginkan transaksi jual beli atas asetnya.
Kemudian berdasarkan Surat Perintah Kerja dari Pemkot Malang tanggal 28 Juli 2022, KJPP atau tim appresial yang ditunjuk itu melakukan penilaian terhadap bangunan tersebut. Kemudian inspeksi dilakukan pada 19 Agustus 2022.
“Nah anehnya, pada awalnya pemilik bangunan kan secara sukarela dan ikhlas ingin menjual asetnya, tetapi begitu dinilai oleh KJPP atas perintah Pemkot Malang tujuan penialian yang digunakan adalah penilaian untuk kepentingan pengadaan tanah untuk kepentingan Umum. Tujuan ini berimplikasi pada dasar nilai yang digunakan, yaitu Nilai Penggantian Wajar (NPW), sehingga keluar nilai Rp 26,7 miliar itu,” jelas politisi PSI ini.
Maka dari itulah ia mempertanyakan Pemkot Malang terkait dasar nilai lahan atau banguan rumah No 50 tersebut. Mengapa menggunakan metode dengan penilaian objek ganti rugi bukan dasar jual beli. Dia mengingatkan Pemkot Malang bahwa perlu kembali ditelusuri proses tersebut.
Dikhawatirkannya ada oknum yang bermain dalam proses pengadaan atau pembelian lahan tersebut. Pemkot Malang pun harus tegas.
“Informasinya masih mau konsultasi dengan KPK, saya pikir kurang tepat. Lebih baik cari appraisal pembanding saja. Misalnya minta KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang). Daripada ke KPK seperti minta tolong. Lebih baik cari appraisal pembanding, minta mereka hitung sesuai dengan metodenya nanti dibandingkan,” jelas anggota dewan yang juga anggota Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) ini.
Sementara itu pemilik gedung, Gunawan diwakili menantunya Herman menjelaskan beredarnya iklan pemasaran rumahnya dengan harga Rp 16 miliar yang ramai dibicarakan. Herman mengungkapkan ia sudah menegur pihak pemasaran atau marketing yang memasarkan harga rumahnya tersebut.
“Memang kami pasang iklan itu tapi itu di tahun 2016 lalu. Kami sempat tegur agar iklan itu tidak beredar lagi karena kami sudah tidak pasang. Tapi namanya sistem kerjanya memang seperti itu, mereka update terus,” jelas Herman yang datang bersama Gunawan di Balai Kota Malang memberi klarifikasi.
Mengenai hal ini Wali Kota Malang Sutiaji ikut angkat bicara. Sutiaji menegaskan Pemkot Malang tidak mau bermain-main dengan penggunaan anggaran. Khususnya pembelian lahan untuk zona parkir baru di Kayutangan tersebut.
“Begitu dengar informasi ini saya langsung kontak dinas terkait. Saya juga langsung koordinasi dengan Korsupgah KPK untuk mengawasi ini. Makanya kita sementara ini tidak bayar dulu,” tegas Sutiaji.
Orang pertama di Pemkot Malang ini menjanjikan selama sepekan ini akan meruntut seluruh proses pembelian lahan parkir Kayuatangan. Menjelaskan secara rinci kemudian berkonsultasi dengan KPK. Sebelum ada petunjuk terkait hal ini dari KPK, Sutiaji menegaskan tidak akan membayarkan uang pembelian lahan itu. (ica/van)