Beranggotakan ibu ibu rumah tangga lanjut usia, dari Kampung Glintung, grup musik etnik Dewi Godong 19 berkreasi mengisi masa tua menampilkan bakat musik etnik tradisional di berbagai event di Kota Malang
Siapa bilang hanya anak muda saja yang identik dengan kreativitas? Kaum lanjut usia (lansia), termasuk ibu-ibu rumah tangga pun juga punya semangat. Ini dibuktikan dengan sebuah grup musik etnik bernama Dewi Godong 19.
======
Sewaktu Covid-19 melanda, pertengahan tahun 2019 lalu sebuah grup musik etnik bernama Dewi Godong 19 terbentuk di Kampung Wonosari Kelurahan Purwantoro Kecamatan Blimbing Kota Malang. Semua personelnya ibu-ibu alias emak-emak lansia. Hari-harinya mereka merupakan ibu rumah tangga.
19 ibu-ibu rumah tangga yang berusia 50 tahun keatas ini berkumpul secara sukarela. Lalu belajar instrumen musik tradisional. Saat itu pandemi Covid-19 sedang marak-maraknya. Diawali dari ajakan seorang seniman musik dan dosen UIN Malik Ibrahim Malang bernama Agus Wayan.
“Pak Agus ini datang berkunjung menemui Pak Bambang Irianto (inisiator Kampung Go Green Glintung). Beliau ngajak beraktivitas. Tercetuslah kegiatan belajar musik etnik,” tutur Hanifah, Koordinator Dewi Godong 19 kepada Malang Posco Media.
Saat itu Hanifah menginformasikan adanya kelas belajar musik etnik dengan alat musik angklung, gending, gamelan dan lainnya kepada seluruh jejaringnya di berbagai RT di RW 19 Kampung Wonosari Go Green.
19 orang merespons dan antusias. Semuanya ibu-ibu rumah tangga. “Nah mulai latihan. Seminggu dua kali, belajar angklung, gendang, gending, dan lainnya musik tradisional. Tapi lucunya, lebih satu minggu sedikit belajar kami langsung disuruh perform. Karena mau ada tamu ke Glintung,” jelas Hanifah.
Mau tidak mau, saat itu 19 ibu-ibu rumah tangga ini belajar lebih ekstra demi tampil maksimal. Saat itu langsung dicetuskan membentuk grup musik. Kemudian setelah banyak pertimbangan diambilah nama Dewi Godong 19.
Diambil dari kata Dewi yang artinya lebih ke perempuan atau ibu. Dan Godong yang diartikan bercocok tanam atau berkaitan dengan kegemaran seluruh anggota yang suka menanam dan nandur tanaman.
“Sebelum Covid-19 memang kami bertanggungjawab untuk menanam di lingkungan Kampung Glintung, mempercantik kampung dengan banyak tanaman, bunga untuk kampung,” jelas perempuan kelahiran tahun 1970 ini.
Setelah selama satu tahun belajar dari instruktur seni, Dewi Godong 19 akhirnya benar-benar bisa berjalan sendiri. Sejak saat itu mereka lebih sering mendapatkan job untuk tampil. Meskipun masih dalam wilayah Kota Malang.
Hanifah menjelaskan sejak tahun 2020 lalu mereka sudah menjadi performer tetap di Kampung Glintung Go Green. Setiap kali kampung terkenal di Kota Malang ini kedatangan tamu, baik kalangan pejabat atau lainnya merekalah yang menghibur dengan musik-musik etniknya.
“Kalau sekarang kami punya prosedur sendiri. Kami harus pelajari tamu yang datang dari mana. Misal tamu dari Sulawesi, kami akan cari lagu rakyat dari Sulawesi, kami pelajari dan saat mereka datang dinyanyikan,” papar Hanifah.
Ibu rumah tangga ini melanjutkan Dewi Godong 19, beranggotakan ibu-ibu lanjut usia yang sebagian besar adalah ibu rumah tangga. Tetapi banyak pula yang juga pensiunan wanita karir.
Seperti pensiunan guru, pensiunan pegawai Kantor Pos, pegawai perusahaan telekomunikasi dan banyak lainnya. Yang kesemuanya masih memiliki jiwa muda dan ingin tetap aktif berkontribusi bagi lingkungan maupun daerahnya.
“Musik yang kami bawakan juga kami kembangkan sendiri. Memadukan instrumen tradisional dan juga modern. Sekarang ada yang bawakan organ dan gitar. Anggota yang laki-laki juga yang bantu tidak banyak sih,” tuturnya.
Kini jam terbang grup musik etnik ini juga bertambah. Dewi Godong 19 diberi slot manggung dua kali dalam satu bulan di Pagelaran Musik Kayutangan di Koridor Heritage Kayutangan Kota Malang. Lalu di beberapa kali kegiatan skala Pemkot Malang, seperti Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang), Dewi Godong 19 juga kerap menjadi penyaji hiburannya.
Hanifah, mengatakan tidak pernah menyangka di usia yang sudah lanjut ia dan teman-temannya masih bisa berkontribusi bagi daerahnya. Juga mengembangkan bakat yang sebelumnya tidak pernah diasah.
“Karena memang kami tak mau diam. Ingin terus bisa aktif dan beri kontribusi, walaupun dengan bermain musik tradisional seperti ini. Bisa menginspirasi bagi yang muda-muda agar semangat terus, berkreasi jangan mau kalah dengan kami yang sudah tua,” pungkas Hanifah. (sisca angelina/van)