spot_img
Friday, December 27, 2024
spot_img

Apakah KamuBestie-ku?

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Seorang anak perempuan yang masih berusia 6 tahun dan sedang bersekolah di Taman-Kanak-Kanak, bercerita kepada mamanya. “Ma, tadi aku di sekolah punya bestie. Dia baik deh, Ma?”. Sang Mama pun mengernyit bingung. Dia spontan berpikir apa ya arti dan maksudnya kata  bestie itu?. Pernahkah dari Anda semua mengalami kejadian serupa? Karena saya pun sering mengalaminya.

         Percakapan seperti di atas sering dialami orang tua dan bahkan guru di sekolah saat mendengarkan celotehan dan senda gurau siswanya. Jikalau boleh bernostalgia sedikit, dulu di tahun 90-an masyarakat hanya mengenal bahasa prokem yang digunakan anak Jakarta. Seperti bokap-nyokap sebagai panggilan pada bapak- ibu.

         Kemudian, di tahun 1997 booming-lah bahasa gaul, yang pada puncaknya Debby Sahertian merilis kamus bahasa gaul, dimana sebenarnya bahasa gaul tersebut adalah bahasa prokem yang biasa digunakan di kalangan transgender.

Berbeda lagi di awal era 4.1, saat teknologi telepon genggam hingga smartphone muncul, maka berbedalah bahasa prokem yang berkembang. Istilah yang muncul saat itu adalah gadget, selfie, website, email, dan masih banyak lagi istilah-istilah baru yang berhubungan dengan hal yang berbau teknologi, komputerisasi dan internet.

Lalu, kini berubah lagi bahasa di masyarakat, saat masa media sosial dijadikan sebagai alat untuk personal branding. Beberapa istilah yang digunakan dan viral contohnya adalah kepo, pansos, bestie, jujurly, dan sebagainya.

Zaman memang berubah demikian pun bahasa juga akan terus berkembang. Sungguh disayangkan dengan arus informasi yang sulit dibendung ini, masyarakat malah melihat kasus-kasus yang menimpa public figure Indonesia hanya perkara perbedaan pemaknaan bahasa.

Salah satu contoh kasus, ramainya saling serang dan hujat, baik melalui media sosial hingga ke ranah hukum mengenai penggunaan kata “anjay” di tahun 2018 akhir lalu. Sebenarnya dimanakah permasalahannya hingga kasus itu begitu fenomenal? Sebenarnya bila ditelisik lebih dalam, akar penyebabnya hanya pada permasalahan perbedaan pemaknaan kata dan bahasa.

Bahasa sebagai Jati Diri

Sebagai warga Negara Indonesia sudah sepatutnya lebih bisa mencintai dan bangga berbahasa Indonesia, tentunya dengan penggunaan dan pemaknaan yang baik dan benar. Karena fungsi bahasa sebagai alat komunikasi utama dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Soeparno (1993:5) dalam bukunya ‘Dasar-Dasar Linguistik Umum’ menyatakan bahwa fungsi umum bahasa adalah alat komunikasi sosial. Sosiolinguistik memandang bahasa sebagai tingkah laku sosial (social behavior) yang dipakai dalam komunikasi sosial. Sehingga sangat jelas bahasa yang kita gunakan juga akan mencerminkan perilaku sosial seseorang.

Jika dihubungkan dengan beberapa kasus yang marak, bahwa bahasa juga bisa menentukan sejauh apa tingkat pendidikan dan pemahaman seseorang. Maka sungguh benar bahwa bahasa akan mencerminkan jati diri kita.

Ada istilah juga yang sering muncul di masyarakat Jawa khususnya, yaitu istilah “empan papan”, yang maksudnya adalah dimana kita berada, seseorang harus bisa menyesuaikan diri dengan penggunaan bahasanya. Siapa yang diajak berkomunikasi dan sedang berada pada situasi seperti apa, juga berpengaruh pada pilihan kata dan bahasa kita.

Namun permasalahannya saat ini masihkah generasi milenial masih bisa menempatkan bahasa di tempat yang tepat? Dan masihkah diksi yang digunakan dipilih secara benar ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua dari usianya? Di sinilah yang semua pegiat Bahasa harus berfokus untuk memberikan edukasi secara terus menerus.

Banyak keluhan yang terlontar menghadapi kaum muda milenial yang seperti kehilangan jati dirinya sebagai orang Indonesia yang memiliki budaya timur. Beberapa kaum milenial menganggap dirinya merasa keren bila menggunakan bahasa yang lagi viral tanpa perlu memahami makna katanya. Fenomena ini cukup marak terjadi saat ini. Yang penting viral selalu dengan cepat diikuti.

KBBI sebagai Jawaban?

Sebagai bahan rujukan pemaknaan kata, KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) bisa menjadi kiblat pemaknaan kata yang berperan sebagai pengikat dan penyeragam makna kata. Namun seberapa cepat KBBI merespon kata-kata baru yang berkembang di masyarakat agar memperoleh kebakuan kata?

Dilansir dari laman resmi badan bahasa RI, kbbi.kemdikbud.go.id, KBBI melakukan update kata-kata baru sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu di bulan April dan Oktober. Pada Oktober 2021, telah dilakukan pemutakhiran dan tampak ada entri baru (1.005 kata), makna baru (1.144 kata), perubahan entri (202), perubahan makna (393), contoh baru (117), perubahan contoh (7), dan entri non aktif (14).

Pemutakhiran berupa kata-kata di bidang ilmu, perhotelan, psikologi, nama negara, bahasa, dan mata uang, serta kata umum lain hingga bahasa percakapan seperti gokil dan kudet. Selain itu juga ada beberapa kata tidak baku yang dirujuk menjadi kata baku.

Kata bestie yang merujuk pada kata serapan Inggris bestfriend (besties/jamak) berarti sahabat, marak digunakan meskipun belum dibakukan dalam KBBI sah-sah saja digunakan dalam obrolan sehari-hari, sembari menunggu pembakuan kata oleh badan bahasa. Karena proses pembakuan kata harus melalui tahap kodifikasi, elaborasi, dan implementasi.

Pemutakhiran kata dalam KBBI yang digawangi oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, telah melakukan upaya terbaik dalam membakukan pemaknaan kata.

Melalui instagram resminya @badanbahasakemdikbud, merupakan salah satu sarana berkomunikasi secara cepat mengenai penggunaan bahasa. Bukan hanya bahasa Indonesia, bahkan bahasa daerah pun dibahas dan dikupas. Melalui media sosial pula diharapkan warga Indonesia bisa sedikit melek bahasa dan bisa lebih cepat memperbarui informasi bahasa, serta menjembatani perkembangan bahasa yang berada di masyarakat.

Selain itu, media ini bisa mempercepat alur komunikasi karena media online merupakan salah satu cara praktis bagi kita untuk memahami informasi terbaru.

Pemaknaan kata sering disepelekan atau mungkin beberapa orang terlalu malas untuk mencari tahu dengan cara kroscek KBBI tentang makna kata tertentu sebelum menggunakannya dalam obrolan sehari-hari. Terkadang kita cukup mengira-ira apa arti dari kata itu, atau saat kita mendengar kata baru yang dilontarkan orang lain yang kita tidak tahu maknanya, kita hanya diam dan seolah-olah mengerti maknanya. Semua itu hanya agar dipandang paling paham berbahasa dan termasuk golongan update bahasa.

Kewajiban dalam memperbaiki penggunaan bahasa adalah tanggungjawab kita bersama. Dimulai dari diri sendiri dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar sesuai dengan kaidah kebahasaan, meskipun juga perlu untuk tetap mengikuti perkembangan bahasa di dalam kehidupan bermasyarakat dan bermedia sosial.

Tanggap dan bijak adalah kuncinya. Jadikan bahasa sebagai jati diri yang baik bagi kita. “Jaga bahasamu, Cermin jati dirimu.” (*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img