spot_img
Friday, July 4, 2025
spot_img

Asa Majukan Musik Indonesia dari Akar Rumput

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Yudha Setyawan, Arek Batu Dirikan Swara Nusa Publishing

Era digital memberi kemudaan bagi semua orang. Digitalisasi membuka peluang bisnis bagi  semua orang dan di mana saja. Peluang tersebut ditanggapi arek Batu, Yudha Setyawan dengan mendirikan Swara Nusa Publishing atau studio rekaman. Tujuannya progresif. Ingin mewadahi talenta musik lokal dan memajukan musik Indonesia dari akar rumput.

=======

MALANG POSCO MEDIA-Bhara Yudha, sapaan akrab Yudha Setyawan  menceritakan awal mula  mendirikan studio rekaman. Keinginan itu karena ia suka musik sejak kecil.

“Saya sebenarnya sudah suka musik sejak kecil, mungkin sekitar usia SD. Tapi kalau benar-benar terjun secara serius, itu waktu SMA. Mulai main band sama teman-teman, ikut lomba-lomba dan mulai belajar produksi musik secara otodidak,” cerita  Bhara kepada Malang Posco Media, Kamis (15/5) kemarin.

“Kenal  dunia musik karena sering lihat bapak  muter kaset-kaset lawas di rumah,” ucapnya. Dari situ jadi penasaran dan mulai suka mendengar musik.

“Terus pas SMP, saya mulai belajar gitar sendiri. Dan dari situ makin jatuh cinta sama dunia musik. Dari hanya hobi, lama-lama jadi bagian dari hidup,” kenang pria kelahiran Malang, 14 Juni 1999 ini.

Kemudian kecintaannya sekaligus kegusarannya terhadap dunia musik mulai terusik. Pasalnya ia melihat banyak seniman musik lokal yang harus jalan di tempat karena minimnya studio rekaman. Hingga akhirnya ia mendirikan Swara Nusa Publishing.

“Saya melihat banyak talenta musik lokal yang luar biasa, tapi belum punya wadah atau akses yang memadai untuk produksi karya mereka secara profesional. Jadi saya kepikiran, kenapa nggak bikin studio sekaligus publishing yang bisa bantu mereka menyalurkan karya dengan kualitas yang layak,” terangnya.

Dengan mendirikan studio rekaman, lanjut alumni SMKN 3 Kota Batu ini, untuk menyediakan ruang bagi musisi lokal agar berkembang. Soal saingan, sebaliknya ia justru melihatnya sebagai motivasi.

“Kita punya pendekatan yang lebih personal dan fleksibel. Ini karena fokus kami bukan sekadar komersial, tapi juga pengembangan potensi musisi itu sendiri,” imbuhnya.

Lewat studio rekaman yang dimilikinya, ia  tak hanya menyediakan jasa rekaman, tapi juga mixing-mastering, penulisan lagu, aransemen, sampai publishing lagu secara digital. Bahkan kadang pihaknya bantu juga dalam hal branding dan distribusi karya. Jadi bisa dibilang cukup lengkap.

“Alhamdulillah, sampai sekarang sudah ada sekitar 30-an proyek musik yang kami kerjakan. Ada yang band, ada juga solois. Beberapa dari mereka juga sudah rilis secara resmi di platform digital,” papar Bhara.

Untuk pasar, mayoritas memang musisi lokal, tapi ia juga pernah dapat klien dari luar kota bahkan luar pulau. Jadi perlahan-lahan jangkauan studio rekaman miliknya mulai meluas. Tapi ia tetap punya komitmen kuat untuk mendukung musik lokal dulu.

Di sisi tantangan, paling besar adalah edukasi pasar. Menurutnya banyak musisi yang belum paham pentingnya kualitas produksi dan legalitas karya. Selain itu, soal konsistensi dan kepercayaan juga jadi tantangan tersendiri, apalagi sebagai pelaku baru di industri ini.

“Oleh karena itu dengan adanya studio rekaman ini saya berharap bisa jadi rumah kreatif untuk para musisi lokal. Tempat di mana mereka bisa berkembang, belajar, dan berproses dengan nyaman. Saya ingin Swara Nusa jadi bagian dari gerakan besar untuk memajukan musik Indonesia dari akar rumput,” harapnya.

Bahkan niat untuk kembangkan musik dari akar rumput juga ia bawa dalam Jambore Creative Youth East Java 2024. Berkat ide yang ia bawa, Bhara berhasil menyabet Juara 2 Duta Pemuda Kreatif Jatim 2024 tersebut.

“Saat itu aku juga bahas industri kreatif  di bidang musik dan seni Jambore Creative Youth East Java 2024. Yang berbeda, disaat yang lain bahas UMKM, aku sendiri yang bahas bagaimana upaya untuk mensejahterakan para seniman dan musisi di era digital ini,” katanya.

Dan, lanjut dia, bagaimana ia berkeinginan bisa mewadahi semua elemen agar berkembang dan menghasilkan serta bisa berkarya berkelanjutan. Karena menurutnya ketika ngomongin EKRAF, harusnya kreatifnya berdampak pada ekonomi para pelakunya.

“Namun itu tak sesuai kenyataan di lapangan sekarang. Kebanyakan hanya kreatif tapi tidak berekonomi. Ini karena saya melihat tidak ada sosialisasi pembangunan SDM yang mengarah ke industri digital para seniman dan musisi,” ungkapnya.

“Mungkin hari ini dianggap skeptis, layaknya dulu penemu lampu dianggap aneh pada zamannya. Tapi sekarang seluruh dunia menggunakannya,” kata dia.

“Nah saya gak akan menyerah untuk memberikan sosialisasi kepada seniman dan musisi agar bisa mengikuti perkembangan zaman yang ada agar semuanya bisa tidak ada istilah ketertinggalan di daerah,” sambungnya. (eri/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img