Intensitas curah hujan yang cukup tinggi di Kota Malang seakan menjadi momok tersendiri khususnya wilayah warga kota yang terdampak langganan banjir. Hujan deras kembali mengakibatkan banjir di sejumlah ruas jalan Kota Malang. Banjir disebut karena sistem drainase tak mampu menampung debit air hujan. Ada beberapa titik ruas jalan yang tergenang banjir akibat hujan deras mengguyur wilayah Kota Malang seperti di Jalan Kedawung, Jalan Bandulan, Jalan Soekarno-Hatta hingga Jalan Borobudur dan akses jalan menuju kawasan Sudimoro di Kecamatan Lowokwaru.
Penanganan persoalan banjir di Kota Malang yang tak kunjung terpecahkan tampaknya membuat masyarakat gemas. Terbaru, unggahan video sindiran berisi beberapa titik banjir di Kota Malang yang dijadikan konten rekomendasi wisata banjir gratis viral di media sosial. Menariknya, 6 titik banjir yang terletak di Kota Malang itu dinamai bak wisata air. Mulai Waterboom Suhat, Kolam Kedawung, Bandulan Waterpark, Waterboom Sawojajar, Sulfat Rafting dan Galunggung Sea World. Keenam titik wisata itu juga diberi keterangan harga tiket gratis.
Studi tentang drainase telah banyak dan bermunculan sejak lama bahkan jurnal dan studi kasus bermunculan. Namun masalah masih berulang dimana banjir atau genangan akibat curah hujan yang tinggi kerap muncul pada perkotaan, bahkan di Kota Malang persoalan banjir perkotaan yang intensitasnya semakin parah.
Intensitas air hujan yang tinggi dan terus menerus terjadi, bisa berdampak banjir bandang walaupun itu terjadi di Kota Malang juga menyisakan banyak pertanyaan. Rasanya mustahil mengapa kota Malang yang berada di ketinggian 440-667 meter di atas permukaan laut tersebut bisa terlanda banjir? Ada pekerjaan rumah yang harus diperhatikan, adakah yang salah dalam tata ruang di Kota Malang?
Bisa jadi beberapa faktor penyebabnya adalah faktor demografis, yakni pertumbuhan penduduk yang tinggi, menurunnya etika sosial, mengendurnya praktik-praktik budaya luhur di masa lalu, hingga faktor tekanan ekonomi. Desakan pemukiman semakin padat, dan menyempitnya bantaran sungai yang dipenuhi bangunan sehingga lonjakan air hujan tidak terkendalikan mengakibatkan banjir.
Audit Kawasan Banjir
Memperlihatkan asas yang mendasari pembangunan perkotaan yang berwawasan lingkungan, maka diharapkan intervensi pemerintah dan kepedulian kolektif publik akan tetap mempertahankan keadaan kota sebagai kota yang lestari dengan tetap mengupayakan dan menyediakan hutan di tengah kota dengan hutan kota tetapi aman dari banjir. Hal ini juga diperkuat konsepsi Fokura (1987) bahwa hutan kota adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan proteksi, estetika, rekreasi, dan kegunaan khusus lainnya.
Memperbaiki, menjaga, dan merawat fungsi sungai dan selokan dapat bekerja dengan baik dan lancar. Kita ketahui bahwa sungai dan selokan adalah tempat aliran air sehingga jangan sampai tercemari dengan sampah atau menjadi tempat pembuangan sampah yang akhirnya menyebabkan sungai dan selokan menjadi tersumbat.
Gerakan penghijauan melalui reboisasi tanaman khususnya jenis tanaman dan pepohonan yang dapat menyerap air dengan cepat. Perlunya pengaturan dan ketersediaan lahan terbuka untuk membuat lahan hijau dengan tujuan untuk penyerapan air. Larangan keras terhadap warga yang membangun perumahan di tepi sungai, karena akan mempersempit sungai dan sampah rumah juga akan masuk sungai sehingga mengakibatkan luapan banjir yang bisa menenggelamkan rumah di sekitarnya. Hal ini pentingnya audit kawasan banjir di kota-kota besar seperti di Kota Malang dalam membangun gedung-gedung tinggi dan area pusat bisnis.
Lebih penting lagi adalah penguatan kesadaran masyarakat untuk menghindari penebangan pohon di bantaran sungai, karena pohon berperan penting untuk pencegahan banjir. Sebenarnya menebang pohon tidak dilarang bila kita akan menanam kembali pohon tersebut dan tidak membiarkan hutan menjadi gundul.
Dengan melakukan cara penanggulangan banjir tersebut kita dapat mencegah bencana banjir. Karena selama ini pemerintah pun telah bekerja keras untuk mencegah terjadinya banjir, tetapi semua masyarakat pun harus mendukung agar semua bisa teratasi dengan baik. Audit lingkungan kota tentunya dengan berdimensi pada penataan kota sehat, normalisasi sungai, membuat dam tampungan saluran air, hingga ke sistem integrasi untuk water management.
Dalam rangka audit lingkungan dan kawasan banjir, maka fokus problem pemukiman yang ada di bantaran sungai. Tahap awal yang harus dilakukan adalah dengan identifikasi rumah kumuh, rumah yang terlalu menjorok ke badan sungai, rumah yang tidak mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan upaya penanganannya. Oleh karena itu, dalam rangka Malang aman dari banjir, tidak hanya sebatas upaya pembangunan fisik saja, lebih dari itu perlunya mengubah budaya masyarakat yang kebanyakan menetap di bantaran sungai, yaitu warga dilatih menjaga kebersihan lingkungan. Jika audit kawasan banjir kota berjalan secara konsisten dan komprehensif maka akan mematahkan mitos Malang aman dari “Waterpark” banjir.(*)