Destinasi wisata di Malang Raya saat ini menjadi salah satu primadona yang diminati dan menjadi fokus sasaran berwisata yang semakin strategis dan eksotis karena beragamnya destinasi wisata baru. Secara otomatis kondisi ini dapat meningkatkan perekonomian dengan cepat terutama dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan masyarakat dan standar hidup bagi masyarakat sekitar.
Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan mengemukakan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah.
Imbas dari kedatangan wisata tentu adalah kemacetan lalu lintas parah yang menyulitkan lalu lintas penduduk setempat. Seiring dengan arus lalu lintas yang kian padat dan macet, potensi tersebut kurang terkendalinya kelayakan transportasi angkutan umum dan bus pariwista yang masuk di kawasan Malang Raya.
Insiden maut bus pariwisata Sakhindra Trans dari Bali yang diduga mengalami rem blong pada, Rabu (8/1/2025) mengakibatkan 14 orang menjadi korban dan 4 di antaranya meninggal dunia. Fakta ini menunjukkan kelemahan serius dalam pengawasan dan pemeliharaan bus pariwisata yang digunakan untuk kunjungan industri siswa SMK TI Global Badung Bali.
Umumnya kecelakaan bus sering kali disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kondisi bus yang tidak layak, rem blong, sopir yang mengantuk, sikap pengemudi yang arogan dan kurangnya keterampilan mengemudi. Ini menunjukkan diperlukan skema pencegahan secara komprehensif guna mengatasi berbagai penyebab kecelakaan yang berimbas pada pengguna jalan.
Di balik kenyamanan dan fleksibilitas yang ditawarkan oleh bus pariwisata, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan secara serius, terutama terkait kelayakan bus tersebut. Kelayakan bus pariwisata bukan sekadar masalah kenyamanan, tetapi menyangkut keselamatan penumpang.
Komponen teknis seperti sistem rem yang berfungsi dengan baik, mesin yang terawat secara rutin, dan peralatan keamanan yang lengkap menjadi faktor utama dalam mengurangi risiko kecelakaan di jalan. Dengan memastikan bahwa bus memiliki kondisi teknis yang prima, pengguna dapat meminimalkan risiko gangguan teknis yang dapat mengganggu keseluruhan pengguna perjalanan.
Usaha Tour and Travel tumbuh pesat. Namun ironisnya jika kebanjiran order tetapi kehabisan bus pariwisata. Maka jika ada tawaran bus cadangan yang harus wajib diteliti kelayakan jalan, mulai dari dokumen dan tes fisiknya.
Selain aspek teknis, kepatuhan terhadap peraturan dan izin operasional juga sangat penting. Memilih layanan sewa bus yang telah memenuhi semua persyaratan legalitas tidak hanya memberikan perlindungan hukum bagi pengguna, tetapi juga menjamin bahwa perjalanan berlangsung dalam kerangka yang aman dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Kebijakan Strategis
Dalam rangka terkendalinya keamanan dan keselamatan di jalan, maka audit kelayakan pada bus pariwisata khususnya pada pemilik Perusahaan Otobus (PO) adalah mutlak dilakukan. Salah satu hal yang justru harus ditegakkan adalah perundangan yang mengatur validasi kelayakan pemberangkatan bus umum di terminal dan bus pariwisata.
Semisal bus besar yang normalnya mengangkut 59 penumpang, kenyataan bisa melebihi target dan muatan barang melebihi kapasitas angkutan, ini adalah berisiko membahayakan. Audit kelayakan muatan barang antara yang membahayakan atau tidak, antara yang mudah meledak, terbakar, dan barang terlarang harus ditegakkan secara strategis.
Penegakan hukum tilang dan denda ini seyogyanya tidak hanya terjadi pada lalu lintas darat non bus saja, tapi juga pada lalu lintas darat khususnya bus pariwisata. Sejalan dengan upaya revitalisasi penataan peraturan bidang transportasi darat nasional tersebut, pemerintah perlu membuat “kebijakan secara strategis” dalam jangka menengah dan jangka panjang, dengan mengarah pada jaminan keselamatan angkutan atau penumpang.
Pertama, pembinaan perusahaan bus umum dan bus pariwisata yang mengarah kepada profesionalisme usaha, dengan mengutamakan keamanan dan keselamatan penumpang. Kedua, pembinaan angkutan darat dengan memperlihatkan keseimbangan trayek di kawasan destinasi wisata di Indonesia. Ketiga, pengendalian penggunaan atau pengoperasian bus pariwisata di dalam negeri sesuai kebutuhan penumpang tidak boleh melebihi kapasitas angkutan.
Keempat, peningkatan pembinaan sub pengelola quality assurance dalam merekomendasi kelayakan keselamatan angkutan atau penumpang maupun kondisi bus itu sendiri. Kelima, meningkatkan pola koordinasi secara sinergis antara manajemen angkutan darat secara sistemik.
Audit transportasi melalui pemeriksaan fisik, legalitas bukti lulus melalui hasil uji secara komprehensif adalah “conditio sine quanon” yaitu suatu kewajiban tanpa syarat yang harus dipenuhi bagi PO. Dengan demikian Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) menyosialisasikan perizinan kepada pemilik Perusahaan Otobus (PO) yang diketahui belum punya izin trayek. Artinya terkait izin trayek harus ada teguran lisan kepada PO agar segera melengkapi berkas administrasi yang diperlukan.
Secara implementatif diharapkan pemerintah, melalui dinas perhubungan dan instansi terkait, perlu memperketat pengawasan dan pelaksanaan uji KIR. Pihak pengguna bus pariwisata seperti Kepala Sekolah, panitia penyelenggara, Komite Sekolah, dan orang tua dalam memilih paket Tour and Travel harus selektif.
Rampcheck atau Pengecekan Kondisi Bus Pariwisata harus dilakukan pada saat bus ditawarkan, guna meningkatkan sistem keselamatan transportasi dan mencegah terjadinya kecelakaan. Semoga dengan kerja sama yang baik, transparansi dan komitmen dari semua pihak, kita dapat memastikan keselamatan dalam setiap perjalanan wisata yang nyaman, aman dan memuaskan.(*)