.
Friday, November 22, 2024

Bincang Dan Obrolan Santai Universitas Brawijaya

Bahas Aturan Kebebasan Berpendapat Di Medsos

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Kebebasan Berpendapat di Media Sosial Dalam Perspektif Hukum Pidana menjadi perhatian pakar hukum selama ini. Kehadiran netizen karena adanya perkembangan teknologi di zaman sekarang telah memberikan sebuah pengaruh dalam bermedia sosial (Medsos) terutama dalam berpendapat.

Pakar Hukum Pidana Universitas Brawijaya Dr. Faizin Sulistio, SH., LLM mengatakan dengan adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebetulnya sudah ada pembatasan, terutama dalam konteks moral etik dan konteks hukumnya. Dua hukum yang mengatur mengenai permasalahan ini yaitu hukum perdata.

“Hukum tersebut mengatakan yang jika ada orang yang dirugikan maka ia bisa melakukan gugatan perdata dan hukum pidana yang biasanya terkait dengan penyebaran konten-konten yang dianggap kurang baik dan meresahkan,” katanya dalam acara Bincang dan Obrolan Santai dengan awak media di Lantai 6 Gedung Rektorat UB, beberapa waktu lalu.

Faizin menambahkan kehadiran konten ilegal sendiri sudah diatur dalam beberapa pasal-pasal dalam UU ITE yang dimulai dari pasal 27 sampai 29. Pasal 27 ayat 1 menjelaskan mengenai larangan orang yang mentransmisi dan mendistribusi konten yang melanggar kesusilaan dalam konteks pornografi.

Pasal 27 ayat 2 menjelaskan mengenai orang yang dilarang menyebar konten perjudian yang sudah diatur sehingga dilarang. Pasal 27 ayat 3 menjelaskan mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal 27 ayat 4 menjelaskan mengenai larangan terkait dengan pengancaman dan pemerasan. Sedangkan pasal 28 ayat 1 mengatur mengenai hoax yang merugikan konsumen. Pasal 28 ayat 2 menjelaskan mengenai masalah hate speech atau ujaran kebencian. Lalu pasal 29 mengatur mengenai larangan bullying.

Dari adanya seluruh pasal tersebut menunjukkan bagaimana aturan hukum bisa membatasi terkait dengan penyebaran konten-konten ilegal yang berlebihan dimana melanggar hak untuk seseorang.

Apalagi mengingat bahwa setiap orang memiliki hak mereka masing-masing dalam mengakses, berekspresi, dan mendapatkan rasa aman di dunia digital. Namun hak seseorang tersebut memang tidak boleh kemudian melanggar hak orang lain.

“Seseorang yang sudah masuk ke dalam ruang siber akan dianggap menjadi sebuah subjek yang biasanya tidak disadari, sama saja dengan ruang privat,” terangnya.

Kemudian hukum dalam hal ini, lanjut dosen Fakultas Hukum UB ini, dapat menimbulkan keterlibatan dalam hadirnya ruang publik yang jika tidak digunakan secara bijak maka akan menimbulkan berbagai macam permasalahan.

Mengenai hate speech sendiri sudah diatur ke dalam pasal 106 A dimana ada rasa kebencian terhadap suatu kelompok yang didasarkan pada agama, ras, suku, golongan yang intinya kelompok dalam masyarakat. “Jika masalah penghinaan sendiri masuknya ke dalam ancaman bagi seorang individu yang sudah diatur juga ke dalam UU ITE,” ujarnya.

Sementara itu, Presiden Eksekutif Mahasiswa (EM) Rafly Rayhan Al Kahri yang turut hadir sebagai pemateri menjelaskan terkait kebebasan berekspresi di media sosial.

Menurutnya itu telah dijamin oleh konvenan-konvenan internasional bahkan hal tersebut merupakan bagian dari Hak Azazi Manusia (HAM). “Era hari ini adalah era disrupsi terutama bidang teknologi yang pada akhirnya menciptakan kegagapan masyarakat dalam menggunakan teknologi,” katanya. (imm)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img